Jodoh Tak Pernah Salah

9. DIAN DAN ZICO KHILAF 21+



9. DIAN DAN ZICO KHILAF 21+

Cuaca Singapura mendadak hujan. Petir menyambar-nyambar disertai badai. Semenjak Bara sadar dari koma ia tak mau dijaga Dian ketika malam. Menurutnya tidak seharusnya Dian menemaninya. Dian lebih baik beristirahat di rumah. Jadi jadwal untuk menjaga Bara diganti. Dian dari pagi hingga sore, Herman dari sore hingga pagi.     

Malam ini Dian sendirian di rumah. Zico belum pulang karena pria itu masih sibuk bekerja. Hari sudah menunjukkan pukul sembilan malam, namun belum menunjukkan tanda-tanda kepulangan Zico.     

Dian biar asyik menonton televisi di ruang tengah. Karena hanya seorang diri, Dian melepas jubah tidurnya dan memperlihatkan tubuh seksinya. Dalamannya tanpa lengan dan celana pendek setengah paha. Meski diluar hujan dan badai, namun ia kegerahan.     

Dian mengambil ponsel lalu menghubungi Zico.     

"Lo ada dimana?" Tanya Dian ketika teleponnya tersambung.     

"Gue ada di depan komplek. Mobil tiba-tiba mogok. Ini lagi diperbaiki," balas Zico terengah-engah.     

Pria itu mandi hujan. Seluruh tubuhnya basah oleh hujan. Bahkan kemeja putih yang ia kenakan memperlihatkan bentuk tubuhnya. Pakaiannya menerawang karena hujan.     

"Ya ampun Zi. Lo tinggal aja itu mobil. Besok aja perbaiki. Kayak enggak ada mobil lain saja."     

Zico malah tertawa mendengar omelan Dian. Wanita itu sudah seperti istrinya.     

"Bentar lagi."     

Dian mematikan telepon. Ia mengambil jubah tidurnya lalu memakainya. Dian mencari payung lalu berjalan menuju depan komplek menyusul Zico.     

Dian mengernyitkan dahi ketika melihat Zico sibuk memperbaiki mobilnya. Lelaki itu benar-benar keras kepala. Sudah tahu hujan bukannya pulang malah memperbaiki mobil di tengah hujan.     

Dian memayungi Zico ketika pria itu sibuk memperbaiki mobil. Zico tak tahu kedatangan Dian karena ia membelakangi Dian.     

Zico kaget ketika ia tidak kena hujan lagi. Ia membalikkan badan. Kaget melihat Dian tengah memayunginya.     

"Kenapa lo kesini?"     

"Ngapain lagi kalo enggak jemput lo."     

"Enggak perlu Dian. Tunggu aja gue di rumah."     

"Hujan dan badai Zi. Mending tinggalkan aja mobilnya. Besok suruh montir mengecek mobilnya. Mobil lo masih ada dua lagi di garasi."     

Zico tergelak tawa mendengar omelan Dian.     

Tiba-tiba badai semakin kencang. Menerbangkan payung yang tengah Dian pegang. Zico membantu Dian mempertahankan payung itu. Akibatnya tubuh mereka menempel satu sama lain. Zico dapat merasakan dada Dian menempel di dadanya. Zico yang sudah lama tak merasakan sentuhan wanita merasa tersentrum listrik, 'adik kecilnya tiba-tiba bangun. Muka Zico memerah mengetahui si adik kecil bangun tidak pada tempatnya.     

Lama mereka termenung, saling menatap satu sama lain. Tiba-tiba mereka dilanda kegugupan. Payung yang mereka pegangi sudah tak berbentuk akibat badai. Mereka masih bengong dibawah guyuran hujan. Mereka berdua basah. Zico melihat jubah tidur Dian menerawang. Memperlihatkan lekukan tubuh dan bra Dian. Zico jadi malu sendiri karena melihat sesuatu yang tak pantas ia lihat. Dada Dian terekspos dengan seksi. Menimbulkan gelanyar aneh ditubuhnya.     

Zico berlari menuju mobil. Pria itu mengambil jas dan memakaikannya pada Dian.     

"Kenapa lo kasih gue jas lo?"     

Zico mendekati Dian dan berbisik.     

"Jubah tidur lo menerawang. Gue melihat apa yang seharusnya tidak dilihat."     

Dian jadi malu sendiri setelah Zico mengatakannya. Zico berusaha menutupi tubuh Dian agar penghuni kompleks tak ada yang melihat tubuh ibu dari anaknya.     

Interaksi antara Dian dan Zico diperhatikan G dari ujung jalan. G memekik kesal memukul setir mobil ketika melihat kedekatan keduanya. Ucapan mereka bukan isapan jempol belaka. Perhatian Dian yang datang menjemput Zico lalu perhatian pria itu memasangkan jas pada Dian membuat G gerah.     

G juga sudah mendapatkan info jika mereka sudah tinggal serumah sejak tiga bulan yang lalu.     

"Dian apa yang kamu lakukan sayang? Kenapa kamu dekat dengan pria yang telah memperkosa kamu?" G menangis patah hati.     

Baru kali ini G merasa jatuh cinta. Sekalinya jatuh cinta malah bertepuk sebelah tangan. Dengan perasaan amarah G pergi dari sana.     

Dian dan Zico masuk ke dalam rumah dengan perasaan gugup. Mereka salah tingkah bak remaja yang baru saja jatuh cinta.     

Mereka bahkan hampir bertabrakan ketika akan masuk rumah. Karena kebasahan saat masuk rumah, Dian tergelincir karena kakinya basah. Untung saja Zico dengan sigap menarik Dian. Apesnya ketika Zico menariknya agar tak jatuh, jubah tidur Dian terbuka memperlihatkan tubuh moleknya. Zico menelan ludah, jakunnya naik turun melihat dua gunung kembar milik ibu dari anaknya.     

Entah siapa yang memulai. Mereka berciuman dengan panas. Suasana hujan dan badai turut mendukung. Zico menggigit bibir atas dan bawah Dian. Mereka terengah-engah ketika berciuman. Mereka berciuman bak vacuum cleaner tak mau lepas. Zico memberanikan diri merengkuh pinggang Dian. Ciuman mereka semakin panas kala Dian membalas ciuman Zico.     

Zico menggendong Dian dan membawanya ke kamar. Dengan terengah-engah dua manusia beda jenis kelamin itu memacu adrenalin dengan membakar gairah.     

"Dian apa boleh?" Zico ragu ketika membelai pipi Dian.     

Wajah wanita itu sudah memerah karena terbakar api gairah. Ia mengangguk seraya membiarkan Zico melepaskan pakaiannya. Dian juga membantu Zico melepaskan pakaiannya, yang telah basah kuyup kena hujan.     

Zico mencium kening, lalu turun ke leher, tulang selangka dan berakhir di dada Dian. Zico mengisap payudara Dian dengan rakus seperti bayi yang sedang kelaparan. Dian melenguh serta menjambak rambut Zico ketika pria itu bermain-main dengan dadanya.     

Ketika akan melanjutkan aksi lebih jauh Zico tersadar. Ia bangkit dari tubuh Dian.     

Wanita itu kaget kenapa Zico tiba-tiba bangkit. Zico duduk ditepian ranjang menyentuh pelipisnya.     

"Kenapa Zi?" Ada kekecewaan di raut wajah Dian.     

"Aku enggak mungkin lakuin itu. Kamu ingat bukan jika G telah menganiaya alat vitalku. Aku takut tak bisa memuaskan kamu."     

"Mari kita coba," ajak Dian dengan mata berkabut gairah. Wanita itu bangkit bahkan mencium Zico dengan panas.     

Zico terpancing dengan ciuman panas Dian. Dia memimpin permainan. Zico mendorong Dian ke ranjang lalu mulai memasuki wanita itu perlahan-lahan.     

Dian memekik kecil kala Zico membelah jalannya. Zico melakukannya dengan lembut. Zico bahkan merasa kesulitan untuk masuk, padahal Dian sudah tak perawan. Dia yang telah mengambil kesucian Dian ketika masih remaja. Dian meringis menahan sakit. Ia mencakar punggung Zico untuk mengalihkan rasa sakitnya.     

Zico menyadari jika Dian tak pernah lagi disentuh pria lain sejak kejadian itu. Zico menggerakkan tubuhnya dengan perlahan-lahan. Setelah itu Dian tak merasakan sakit lagi. Zico memacu tubuh Dian dengan cepat.     

Dian mendesah dengan kuat merasakan kenikmatan yang baru pertama kali ia rasakan. Meski ini bukan hubungan intim yang pertama baginya, namun baru kali ini Dian merasakan kenikmatan. Dilakukan dengan suka sama suka dan lembut.     

Zico semakin cepat memacu tubuh mereka. Dian kepanasan dan menggelepar dalam gairah. Zico semakin percaya diri untuk menghentakkan tubuhnya. Ternyata ia tak impoten akibat kejadian itu. Ia bisa melihat kepuasan di wajah Dian.     

Dalam satu hentakan kuat mereka mendapatkan pelepasan. Mata Dian membola seraya memukul lengan Zico.     

"Kamu keluar didalam?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.