Part 406 ~ Mencintai Kamu Selamanya
Part 406 ~ Mencintai Kamu Selamanya
Dila sangat cantik ketika sedang tidur, dengan muka bantal terlihat sangat menggemaskan. Bara sangat suka melihat Dila tampil tanpa make up. Kecantikan alami Dila terpancar ketika tak memakai riasan.
Semenjak melakukan transfer embrio Dila lebih banyak tidur. Perutnya sering kram, kembung dan sembelit. Dila banyak menghabiskan waktu di tempat tidur. Ternyata program bayi tabung tak hanya menguras uang tapi juga tenaga dan psikis.
Bara berdoa agar embrio-embrio itu menyatu dalam tubuh Dila. Tak sabar memiliki anak dari istrinya.
Pagi ini Bara sibuk berkutat di dapur. Sebenarnya dia memiliki ART di vila ini, namun Bara ingin memasak sendiri untuk istrinya. Memastikan makanan yang dimakan Dila adalah makanan yang bergizi, menyehatkan dan membantu proses perkembangan embrio mereka.
Bara membawa nampan berisi sarapan, susu, vitamin untuk Dila. Istrinya masih sleeping beauty.
Bara mengelus wajah Dila.
"Sayang bangun," pinta Bara dengan suara lembut.
Dila membuka mata dan tersenyum melihat suaminya.
"Ya sayang." Suara Dila serak khas orang baru bangun tidur.
"Yuk sarapan sayang. Isi tenaga dulu biar embrio itu cepat berkembang," kata Bara membantu Dila untuk bangkit.
Bara menaruh bantal di punggung Dila lalu menyandarkannya di kepala sofa.
"Aku suapin makan ya sayang." Bara menyendokkan nasi sup pada istrinya. Sebelumnya nasi ditiup Bara biar dingin.
"Kapan kamu masak?" Tanya Dila sebelum membuka mulut dan dijejali nasi sup oleh Bara.
"Tadi masak ketika kamu terlelap tidur."
"Kapan belanja bahan makanan sayang?"
"Ada Ibu Siti dan Pak Markum sayang. Mereka beli bahan makanan buat stok di kulkas." Bara jadi gemas sendiri karena Dila banyak bertanya.
"Suamiku kesal." Dila meledek Bara.
"Kamu enggak makan?"
"Nanti saja ketika kamu sudah selesai makan."
"Mau makan bareng." Dila merajuk manja.
Bara mengikuti permintaan istrinya untuk makan bareng. Bara menyuapkan Dila lalu menyuapi dirinya sendiri. Sangat nikmat makan berdua hingga mereka makan nasi sup sebanyak tiga piring.
"Enak sekali nasi supnya sayang," puji Dila ketika mendapatkan suapan terakhir.
"Tentu saja enak karena aku membuatnya penuh cinta."
"Terima kasih sayang. Selama sepuluh hari ini telah sabar menghadapi aku."
"Gapapa sayang. Mungkin pengaruh hormon kali. Yang penting kamu sehat. Ini vitaminnya." Bara memberikan dua butir vitamin dan segelas air. Lalu memberikan segelas susu.
"Aku mau tinggal disini selamanya sayang. Menyenangkan tinggal menyatu dengan alam. Ada sawah, suara kunang-kunang. Tiap subuh dengar ayam berkokok, udaranya bersih dan sejuk. Ada sungai disini." Dila mengalungkan tangannya ke leher Bara. Dila mengecup bibir Bara sekilas lalu melepaskannya.
"Upah karena udah masak yang enak.", Dila mengerling nakal pada suaminya.
Bara mencium kedua tangan istrinya. Bara turun lalu mendekatkan kepalanya di perut Dila.
"Hai embrio papa. Bagaimana kabar kalian? Ini sudah hari ke-sepuluh kalian berada di perut mama. Semoga dua hari lagi kalian memberikan kabar yang baik untuk kami. Kami menantikan kehadiran kalian anak-anak."
"Manggilnya lucu. Embrio papa." Dila malah mentertawai suaminya.
"Biarin. Sirik aja. Kata orang sirik itu tanda tak mampu." Bara menjulur lidahnya.
"Bagaimana jika kita jalan-jalan keluar sayang? Udah kangen liat sawah."
"Perutnya gimana? Masih kram? Kalo masih di rumah aja."
"Enggak lagi. Bosan di kamar mulu. Lagian cuma tidur enggak bisa yang lain." Dila mengelus dada Bara.
"Sayang jangan mancing. Kata dokter Dedi enggak boleh."
"Enggak mancing kok. Cuma ngelus doang." Dila berusaha menahan tawa.
"Enggak mancing tapi ngelusnya kayak gitu. Kalo mau jalan-jalan. Ayuk."
"Makasih sayang."
Vila Bara berada di sebuah desa kecil yang sangat asri. Alamnya masih alami dan perawan. Vila itu berada di bawah kaki bukit. Pemandangan sawah dan ladang hijau memanjakan mata. Mereka jalan-jalan di sekitar vila. Sawah para petani sudah mulai menguning dan akan panen.
Bara dan Dila duduk di gazebo yang menghadap sawah. Dengan manja Dila bergelayut di lengan Bara.
"Makasih udah temani aku jalan-jalan sayang. Tinggal disini bikin aku betah. Lupa sama masalah yang menimpa kita. Pasti ayah marah besar tahu jika aku kabur."
Bara mengelus lengan Dila.
"Tidak usah pikirkan. Kita fokus buat program bayi tabung kita. Hakikatnya seorang perempuan yang sudah menikah mengikuti suaminya kemana pun suaminya pergi. Yang kamu lakukan sudah benar. Aku bahagia kamu menyadari kodratmu sebagai istri."
"Aku nggak mau berpisah dari kamu sayang. Aku sangat mencintai kamu. Aku ingin menghabiskan sisa hidupku dengan kamu dan anak-anak." Dila menyenderkan kepalanya di bahu Bara.
"Sama aku juga ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu dan anak-anak. Prioritas utama dalam hidupku adalah kamu. Kamu adalah kelemahanku Dila dan aku tak bisa berpisah dengan kamu."
Dila mendaratkan telunjuknya di bibir Bara.
"Jangan berkata seperti itu. Jangan katakan aku kelemahanmu, tapi katakanlah bahwa aku adalah kekuatanmu. Itu lebih baik sayang."
"Kamu benar. Aku terlalu takut kamu tinggalkan sayang. Aku terlalu mencintaimu."
"Tidak akan pernah." Dila memegang kedua pipi Bara.
"Tidak pernah terlintas di pikiranku untuk meninggalkan. Kamu yang sekarang sangat berbeda dengan Bara yang dulu. Kamu telah membuktikan kesungguhan untuk berubah. Tak ada alasan untuk meninggalkan kamu. Dihatiku telah bertahta namamu. Selamanya aku akan mencintaimu."
"Aku juga Dila. Aku masih punya satu PR."
"Apa itu?"
"Meluluhkan hati ayah dan Iqbal."
"Sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Kita menikah karena restu ayah. Beliau yang memaksaku untuk menikah denganmu. Kita bukan boneka yang bisa diatur seenaknya. Kita punya hati dan perasaan. Ayah bersikap seperti itu karena sangat menjunjung harga diri. Ayah tidak ingin status kamu yang mantan gay akan dicibir oleh rekan-rekan bisnisnya. Ayah itu suka merendahkan dan mencibir orang lain. Melihat orang dari status sosial sehingga sangat haram bagi ayah jika ada orang lain menghinanya. Makanya ayah ingin kita berpisah karena dia tidak sudi mempunyai menantu mantan gay. Ibaratnya kamu sudah melempar kotoran ke wajah ayah. Sudahlah. Jangan dipikirkan. Rumah tangga ini tentang kita berdua, bukan tentang ayah. Benar, jika kita menikah tidak hanya menikahi suami atau istri, tapi juga keluarganya. Tapi dari awal pernikahan kita terjadi atas inisiatif keluarga kita. Jadi biarkan saja badai ini berlalu. Mari kita nikmati hidup kita bersama anak-anak. Ini hanya masalah waktu agar ayah menerima kita." Dila menggenggam erat tangan suaminya.
"Lihat burungnya lagi pacaran," kata Bara menunjuk sepasang burung bertengger di atas pohon.
"Burung jaman know ya? Pacaran." Dila tak dapat menahan tawanya.
Bara mengatur posisi duduknya agar berhadapan dengan Dila.
"Kamu tahu kenapa burung merpati dijadikan sebagai simbol cinta?"
"Burung merpati itu dipilih mewakili cinta karena mitologi Yunani terkait burung kecil putih bersama Aphrodite, dewi cinta. Aphrodite atau Venus sering digambarkan bersama merpati beterbangan di sekitarnya atau beristirahat di tangannya. Merpati juga mewakili monogami dan kesetiaan dalam hubungan karena burung ini cenderung tinggal bersama pasangannya selama musim kawin. Merpati jantan juga membantu menetaskan dan merawat anak mereka, yang membantu burung ini mencapat citra setia dan mencintai."
"Aku akan menjadi burung merpati untuk kamu." Bara mengecup bibir Dila sekilas.
*****
Spoiler Season 2 Keuwuan Dian dan Zico. Yang beli hak istimewa 20 bab udah bisa baca bab ini
.
.
Lama mereka termenung, saling menatap satu sama lain. Tiba-tiba mereka dilanda kegugupan. Payung yang mereka pegangi sudah tak berbentuk akibat badai. Mereka masih bengong dibawah guyuran hujan. Mereka berdua basah. Zico melihat jubah tidur Dian menerawang. Memperlihatkan lekukan tubuh dan bra Dian. Zico jadi malu sendiri karena melihat sesuatu yang tak pantas ia lihat. Dada Dian terekspos dengan seksi. Menimbulkan gelanyar aneh ditubuhnya.