Part 405 ~ Perdebatan Lusi dan Defri
Part 405 ~ Perdebatan Lusi dan Defri
"Tapi ayah menutup mata karena Fatih bukan siapa-siapa. Fatih bukan menantu idaman ayah. Dia tak memiliki apa-apa. Status dia anak mantan ART membuat ayah meremehkannya. Sekarang bagaimana? Fatih berhasil membuktikan diri. Dia sukses, menjadi guru besar, ulama, bahkan bisnis restoran dan perkebunannya sukses. Ayah gigit jari bukan lihat Fatih sekarang?" Lusi menceramahi suaminya.
"Yang tidak bunda suka dari ayah. Ayah selalu melihat sesuatu menurut kacamata ayah, bukan kacamata orang. Selalu memandang orang dari status sosial. Kadang apa yang terbaik buat kita, belum tentu terbaik buat anak-anak. Ayah mau misahin Bara dan Dila ketika mereka udah saling cinta dan saling menyayangi? Dimana pikiran ayah? Mereka menikah karena ayah. Setelah semuanya terjadi seenaknya ayah memisahkan mereka karena Bara mempermalukan ayah. Dila bukan boneka berbi. Dia manusia, anak ayah sendiri. Bunda termakan cerita ayah dan Iqbal sehingga bunda buta dan bersikap egois. Tapi setelah Dila cerita sama bunda, bunda tahu jika Bara telah berubah dan taubat. Dila bukan wanita bodoh yang menerima Bara begitu saja. Jika pria itu tidak berubah tidak mungkin Dila mau bersamanya. Dila sudah dewasa untuk memutuskan pilihannya sendiri."
"Jangan bilang bunda yang membantu Dila melarikan diri dari sini?" Emosi Defri memuncak karena ini pertama kalinya Lusi membantah ucapannya.
"Kalau iya kenapa?" Lusi malah menantang suaminya.
"Beraninya bunda melanggar perintah suami? Oh sudah menjadi istri yang durhaka sekarang?"
"Seorang istri berhak melanggar perintah suaminya, jika perintah itu telah melanggar syariat agama. Apa yang ayah lakukan pada Dila sangat kejam. Dosa Ayah sudah dicatat oleh malaikat. Ayah memisahkan suami istri, padahal mereka menikah karena perjodohan yang ayah gagas. Bukankah ayah yang menikahkan mereka? Sekarang setelah mereka cinta, ayah memisahkan mereka begitu saja. Andai situasi di balik. Kita kembali ke masa muda. Ayah menikah dengan bunda, lalu orang tua bunda ingin memisahkan kita bagaimana perasaan ayah?"
Hening…. Tak ada yang bicara. Defri terdiam mendengar penuturan istrinya. Naura pun diam dan hanya menjadi pendengar. Iqbal pun bungkam, ia merasa tak pantas ikut campur dalam pertengkaran kedua orang tuanya.
"Ayah seperti tak mengenali bunda lagi. Mana istri yang penurut dan selalu mendengarkan kata suami?" Defri masih saja sinis pada istrinya. Tak mau kalah dan selalu ingin menang sendiri.
"Bunda yang tak mengenali ayah lagi. Mana sikap bijaksana ayah sebagai kepala rumah tangga?" Lusi balik menyerang suaminya.
"Lusi. Kamu." Defri geram memanggil istrinya menggunakan nama. Selama puluhan tahun berumah tangga baru kali ini Lusi berani berdebat dengannya.
"Kenapa ayah marah sama bunda? Bunda bicara fakta ayah dan tidak mengada-ngada. Sampai kapan ayah mendikte anak-anak? Sampai kapan mereka harus mengikuti semua keinginan ayah. Yah, nggak semua yang kita inginkan itu bisa kita wujudkan. Anak-anak punya hati dan perasaan. Mereka juga punya pilihan dan kesukaan. Kenapa ayah masih memaksa mereka? Seharusnya jika ayah mengerti agama, ayah sadar jika yang ayah lakukan salah. Tidak sepantasnya kita memisahkan Bara dan Dila. Mereka baik-baik saja. Saling menerima. Kenapa kita yang risau menerima Bara sebagai menantu? Masa lalu Bara biarkan jadi urusannya Dila. Toh dia tak mempermasalahkannya. Kalau kebahagiaannya ada bersama Bara. Kenapa kita harus merenggutnya?" Lusi meneteskan air mata.
"Dan kamu Iqbal." Lusi menunjuk si anak sulung. Kamu juga telah berlaku kejam sama adik kamu. Selama ini kamu tidak pernah memperhatikan Dila. Kamu sibuk dengan urusan kamu sendiri. Padahal selama ini Dila selalu menolong kamu jika kamu ada dalam masalah. Jika kamu kakak yang baik. Kamu tidak akan membantu ayah kamu memisahkan Bara dan Dila. Adik kamu bukanlah orang bodoh yang bisa termakan tipu muslihat Bara. Bunda bener-bener kecewa kali ini sama kamu. Selama ini bunda tidak pernah kecewa, tapi kali sangat kecewa dengan perbuatan. Terserah kamu mau melakukan apa saja, tapi jika kamu memisahkan Dila dan Bara, Jangan harap mendapatkan maaf dari bunda."
"Bunda akan angkat kaki dari rumah ini jika kalian masih nekat memisahkan mereka. Dila anak bungsu dan juga anak perempuan bunda satu-satunya. Sebagai seorang ibu bunda ingin Dila bahagia. Bunda tak mau lagi egois selalu memaksakan kehendak pada anak-anak."
"Kamu mengancamku Lusi?" Defri melihat istrinya tidak suka.
"Sebenarnya ayah memisahkan Bara dan Dila bukan untuk kebahagiaan Dila. Ayah memisahkan mereka demi harga diri ayah. Ayah terlalu menjunjung tinggi harga diri. Selalu meremehkan orang lain sehingga ayah tidak ingin orang lain melihat ketidaksempurnaan atau keburukan ayah. Sampai kapan ayah mempertahankan harga diri ayah yang pada akhirnya menghancurkan keluarga kita? Gay hanya bagian masa lalu Bara. Kenapa ayah tidak bisa menerima kenyataan ini."
"Lusi tutup mulutmu dan jangan banyak bicara lagi."
"Bunda tidak akan berhenti sebelum ayah menyadari kesalahan."
"Dimana Bara dan Dila? Cepat kamu katakan padaku! Aku akan menjemput Dila dan akan membawanya kembali ke rumah ini."
"Tidak. Bunda tidak akan mengatakannya."
"Lusi cepat kamu bicara sebelum aku habis kesabaran."
"Sampai kapanpun bunda tidak akan bicara sama ayah. Please yah jangan egois lagi. Sampai kapan terus memikirkan harga diri dan omongan orang lain? Kita hidup bukan mendengarkan kata-kata orang lain."
"Persetan dengan semua itu. Seorang Defri Sulaiman tidak akan mengijinkan orang lain menghina atau merendahkan nya. Mempertahankan Bara menjadi menantuku sama saja aku menunggu kehancuran. Masa lalu Bara akan digoreng oleh orang-orang. Mereka akan menggunakan narasi itu untuk menjatuhkan aku. Sampai kapanpun aku tidak sudi dihina dan diremehkan orang lain. Ini ibarat tangan yang terinfeksi. Jika tangan itu tidak dipotong akan menimbulkan penyakit untuk tubuh yang lain. Jika tangan di amputasi maka bagian tubuh yang lain akan sehat dan tidak terinfeksi. Aku hanya membuang bagian busuk agar keluarga kita selalu harum di mata masyarakat."
"Bukan keluarga kita. Tapi buat ayah." Naura angkat bicara.
"Naura beraninya kamu." Gigi Defri bergemeletuk karena sang menantu buka suara.
"Kali ini ayah keterlaluan dan terlalu egois." Naura berani membalas ucapan sang mertua.
*****
Spoiler Season 2 Keuwuan Dian dan Zico. Kalo beli hak istimewa paling tinggi dah bisa baca bab ini.
.
.
Lama mereka termenung, saling menatap satu sama lain. Tiba-tiba mereka dilanda kegugupan. Payung yang mereka pegangi sudah tak berbentuk akibat badai. Mereka masih bengong dibawah guyuran hujan. Mereka berdua basah. Zico melihat jubah tidur Dian menerawang. Memperlihatkan lekukan tubuh dan bra Dian. Zico jadi malu sendiri karena melihat sesuatu yang tak pantas ia lihat. Dada Dian terekspos dengan seksi. Menimbulkan gelanyar aneh ditubuhnya.