Part 402 ~ Pertama dan Terakhir
Part 402 ~ Pertama dan Terakhir
"Tentu saja. Aku akan selalu mencintaimu. You are one and only one for me. You are the first and last for me. I will live with you until I close my eyes."
"Bersama menuju surga. Kita hanya bisa dipisahkan oleh kematian."
Bara mendekatkan telinganya di perut Dila. Mengelus perut itu hati-hati seakan takut melukainya.
"Hai embrio papa. Cepat tumbuh di rahim mama. Bertahanlah kalian. Semoga kalian betah ya nak. Jika kalian berhasil berjuang, maka kami akan mempunyai anak kembar tiga. Papa sangat menantikan kehadiran kalian. Cukup satu kali kami kehilangan kakak kalian. Papa harap kalian berjodoh dengan kami. Embrioku sayang. Cepatlah menyatu dengan tubuh mama," ucap Bara mencium perut Dila bertubi-tubi.
"Kamu lucu sayang. Masa dia kamu ajak bicara. Jadi janin saja belum."
"Tidak apa-apa. Setidaknya embrio itu tahu jika kita sangat mengharapkan kehadirannya."
"Sangat menginginkan punya anak ya sayang."
"Banget," ucap Bara dengan wajah manis dan manja.
"Pengen banget punya anak, apalagi ibunya itu kamu. Aku bisa banggain sama orang-orang. Anak aku lahir dan dibesarkan oleh seorang wanita hebat seperti kamu."
"Seorang ibu akan jadi hebat dan terbaik versi mereka masing-masing." Dila senyum malu-malu.
"Kamu akan menjadi ibu terbaik untuk anak-anak kita. Ibu yang terbaik untuk triplets. Kamu cerdas dan berkelakuan baik. Aku yakin kamu guru terbaik untuk mereka."
"Jangan terlalu memujiku."
"Kamu memang pantas mendapatkan pujian sayang."
"Sayang," panggil Dila seraya mengelus rambut Bara. Pria itu sedang tidur di pahanya.
"Iya." Bara mendongak menatap istrinya.
"Maafkan ayah dan uda telah menyusahkan kamu. Mereka keterlaluan. Terlalu ikut campur dalam rumah tangga kita. Mereka lupa, jika setelah menikah aku akan ada dalam tanggung jawabmu. Mereka berdosa telah berusaha memisahkan suami istri. Ayah seenaknya saja. Dulu memaksaku menikah dengan kamu, tapi setelah kita saling jatuh cinta seenaknya saja memisahkan kita. Mereka pikir mereka kita ini apa?"
"Sudahlah. Tidak perlu dibahas lagi. Kita akan mulai dari awal. Dulu aku terlalu mudah mendapatkan dan menikahimu karena perjodohan. Sekarang saatnya aku memperjuangkannya cinta kita. Aku akan berjuang demi kamu dan anak-anak kita."
"Terima kasih telah sabar dan tidak bertindak gegabah."
"Aku belajar sabar dari kamu. Awalnya Dian akan nekat datang ke rumah menjemput kamu. Tapi aku larang karena tak mau membuat masalah baru. Kamu tahu betapa nekatnya Dian."
" I see. Dia terlalu tangguh dan mandiri sebagai seorang wanita. Masa lalu membuat dia kuat dan bisa berdiri kokoh seperti hari ini. Kamu mendidik dia dengan keras."
"Aku tidak mendidiknya dengan keras. Dian sekolah inteligen karena keinginannya."
"Terluka membuat Dian kuat. Aku akan sekuat dia. Bagaimana pun hantaman badai menerjang aku akan kuat dan bertahan."
Bara mencium tangan Dila dengan penuh takzim.
"Tuhan Maha membolak-balikkan hati manusia. Dulu kamu membenciku. Sekarang teramat mencintaiku. Kamu memberi aku kesempatan untuk membuktikan jati diri. Jika bukan kamu istriku Dil, belum tentu aku berada di fase sekarang. Lucky to have you."
"Aku mencoba memahami bukan menghakimi. Naluriah, sifat orang Indonesia selalu melihat sesuatu dalam satu sisi. Aku mencoba memahami posisi kamu. Kenapa kamu bisa terjerumus dalam pergaulan gay. Segala sesuatu pasti ada sebab dan akibat. Aku mengambil benang merah dari semua ini. Aku tahu jika kamu jadi gay karena peristiwa pahit di masa lalu. Pelecehan seksual yang kamu dapatkan turut andil menjerumuskan kamu. Aku juga tahu kamu sudah jatuh cinta padaku sejak aku pergi ke Perth." Dila tertawa menggoda Bara seraya berpangku tangan.
Bara tertegun dan kaget.
"Dari mana kamu tahu? Kamu cenayang?"
"Bukan. Aku bukan cenayang. Melihat cara kamu bersikap, cara kamu bicara padaku telah berbeda. Aku tahu kamu jatuh cinta padaku. Apa karena malam sangeet Hari. Merasakan nikmat bercinta dengan perempuan?" Ledek Dila tertawa terbahak-bahak.
Bara tersenyum malu-malu. Wajahnya memerah jika mengingat kejadian malam sangeet Hari. Bagaimana dia dengan frontal dan emosi memperkosa Dila. Berharap dengan pemerkosaan itu Dila tidak berani bicara pada orang lain, jika dia seorang gay. Tindakan itu dilakukannya secara tiba-tiba. Berharap dengan pemerkosaan itu Dila hamil dan wanita itu terikat dengannya.
"Jangan ingatkan itu sayang. Aku jadi malu." Bara menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Kenapa harus malu? Disini hanya kita kita berdua sayang. Kita saling terbuka dan jujur."
"Ingat kejadian lama bikin aku geli dan malu sendiri. Sumpah."
"Enggak perlu pake sumpah segala. Sayang apa rencana kita setelah ini?" Wajah Dila tiba-tiba muram.
Bara menyentuh dagu Dila, menatap manik mata istrinya.
"Kita akan menjalani rumah tangga kita dengan bahagia. Setelah menikah aku yang bertanggung jawab sama kamu. Ucapan saya terima nikahnya Fadila Elvarette binti Defri Sulaiman. Tak hanya ucapan saja. Setelah kata itu aku ucapkan.Maknanya adalah aku tanggung dosa-dosa kamu dari ayah dan ibumu. Dosa apa saja yang telah kamu lakukan. Dari tidak menutup aurat hingga meninggalkan sholat. Semua yang berhubungan dengan kamu, aku tanggung dan bukan lagi orang tuamu yang menanggung. Serta akan aku tanggung semua dosa calon anak-anakku. Jika aku berhasil mendidik kamu, maka janji Allah SWT adalah surga. Dimana banyak bidadari disana, salah satu bidadari tersebut adalah istrinya yang sholehah.
Jika aku berhasil mendidikmu, maka Allah SWT akan mengumpulkan seluruh keluarganku di surga dengan catatan keluargaku beriman, sholeh atau sholehah."
Dila sampai meneteskan air mata terharu mendengar ucapan Bara tentang makna akad nikah.
"Sayang ilmu agamamu semakin hari semakin bagus. Aku bangga pada kamu. Bukan maksud untuk menggurui, tapi kita sama-sama belajar. Bersama meraih ridho dan surganya Allah. Kita akan mendidik anak-anak kita, menjadi anak-anak surga."
"Amin." Bara memeluk istrinya dengan lekat. Semakin hari cintanya semakin besar pada Dila. Ketika cinta menemukan tuannya. Makanya cinta itu akan bersemayam dalam nadi. Sepanjang helaan napas selalu mencintai. Tak akan tergoyahkan dan tak mudah disapu ombak.
"Jangan pernah meninggalkan aku," pinta Dila dengan suara serak.
"Harusnya aku yang mengatakannya istriku. Kamu jangan pernah meninggalkanku. Kamu adalah rumahku, tempatku pulang, tempatku berbagi cerita. Kamu bagian penting dalam hidupku. Aku ada karena kamu ada."
"Kita sama-sama saling menjaga sayang. Kedepannya kita tak pernah tahu badai apa yang akan menimpa kita. Kita harus saling percaya dan menguatkan."
Bara kembali mengelus perut Dila.
"Kamu dengar embrio. Bagaimana hebatnya mama kamu. Kalian beruntung menjadi anak-anak mama. Kalian akan cerdas dan pintar seperti mama. Jika kalian perempuan maka akan secantik mama."
"Bisakah tidak konyol seperti ini sayang? Perutku sakit kebanyakan tertawa."