Part 395 ~ Ujian ( 8 )
Part 395 ~ Ujian ( 8 )
Naura mengirimkan video pertengkaran Dila pada Bara. Tangannya gemetar dan cemas dengan nasib rumah tangga Dila dan Bara.
Tak lama setelah mengirimkan video Dila, Bara menghubunginya.
"Ya Bar," ucap Naura tak bersemangat.
"Dimana Dila?"
"Dia ada di kamarnya. Iqbal dan ayah mengurungnya dan tak mengijinkan Dila pergi."
"Kenapa nomor Dila tak bisa dihubungi?" Bara menyugar rambut dan mengusap wajahnya. Hari ini benar-benar melelahkan untuknya. Kekhawatiran Herman menjadi kenyataan.
"Iqbal merampas ponsel Dila. Mereka mengurungnya. Mereka ingin kalian bercerai," ucap Naura tak kuasa menahan air mata.
"Sampai kapan pun aku tidak akan menceraikan Dila. Aku sangat mencintai Dila. Kami saling mencintai."
"Aku tahu Bar. Tanpa kamu bicara aku tahu kalian saling mencintai."
"Mereka terlalu egois dan seenaknya ikut campur dalam rumah tangga kami."
"Aku tahu Bar. Maafkan Iqbal ya Bar. Dia hanya salah paham."
"Apakah aku begitu buruk di mata mereka hingga tak layak mendampingi Dila?"
"Kamu layak Bar. Kamu sudah membuktikan jika kamu layak bersama Dila."
"Aku harus menjemput Dila. Aku tidak akan membiarkan mereka memisahkan kami. Dila saja memberikan aku kesempatan kedua. Kenapa mereka tidak mau? Kebahagiaan Dila ada bersamaku."
"Aku tahu Bar. Aku tahu ini tidak adil untuk kalian. Ayah dan Iqbal terlalu ikut campur dalam rumah tangga kalian. Mereka berdosa telah berusaha memisahkan kalian. Dila membela kamu mati-matian Bar."
"Iya aku tahu. Aku sudah menonton video yang uni kirim."
"Dila tidak bisa melawan Iqbal. Dia sudah berusaha kabur tapi kalah kuat. Iqbal menyeretnya ke kamar."
"Aku akan menjemput Dila."
"Kamu harus jemput dia Bar. Dila menunggu kamu disini."
"Aku mohon kabari dan jaga Dila untukku."
"Tanpa kamu minta aku akan menjaganya Bar. Kamu tahu bagaimana aku sangat menyayangi Dila. Kamu pernah merasakan anarahku ketika kamu menyakiti Dila."
"Iya aku tahu. Uni terlihat bukan seperti kakak ipar untuk Dila. Uni yang sebenarnya kakak kandung Dila. Uni paham siapa yang bisa membahagiakan Dila."
"Aku mendukung kalian karena aku tahu sumber kebahagiaan Dila itu kamu."
"Makasih uni atas bantuannya. Aku akan ke rumah jemput Dila."
"Hati-hati Bar."
*****
Bara mengamuk dan marah ketika ia dicegat masuk ke dalam komplek perumahan mertuanya. Lima orang satpam bersiaga menghalangi mobil Bara masuk.
"Kalian tidak kenal siapa aku? Aku suami dari Dila."
"Kami tahu Pak. Cuma...."
"Cuma apa?"
"Cuma Pak Defri dan keluarga tidak membolehkan anda untuk datang."
"Apa?" Bara mendelik tajam. Bara eneg dan muak melihat kelakuan mertuanya.
"Berkerja samalah Pak. Silakan Bapak pergi dari sini. Kami hanya ingin warga disini aman dan nyaman. Pak Defri dan Pak Iqbal tidak mengizinkan anda untuk datang berkunjung."
"Apa-apaan mereka." Bara kesal. Ia memukul udara kosong. Ia tak bisa menyalahkan para satpam kompleks karena mereka hanya menjalankan perintah.
"Bisakah kalian membantuku sekali saja. Aku ini keluarga Pak Defri?"
"Kami tahu Pak jika anda menantu Pak Defri, cuma kami enggak bisa biarkan anda masuk. Mengertilah posisi kami Pak. Jika kami tidak mematuhi perintah, maka pekerjaan kami jadi taruhan. Kami masih ada anak dan istri yang perlu di nafkahi. Jangan libatkan kami dalam masalah keluarga kalian. Pak Defri orang yang sangat berpengaruh dan kami tidak mau ambil resiko."
Bara tak ingin egois. Memahami keadaan para satpam.
"Hubungi Iqbal dan Pak Defri. Katakan pada mereka jika aku ingin bertemu. Aku tidak akan pergi sebelum mereka datang. Jika mereka tak datang aku akan menerobos masuk." Bara memberikan ultimatum.
Satpam itu menghubungi Iqbal. Dengan kesal Iqbal dan Defri datang ke pintu gerbang menemui Bara.
"Lo manusia apa tidak? Tidak mengerti jika kami tidak mau bertemu." Geram Iqbal ketika bertemu dengan Bara.
"Mana Dila? Gue ingin bawa dia pulang."
"Sampai kapan pun kami tidak akan membiarkan Dila ikut bersama kamu." Defri menatap sinis menantunya.
"Aku suaminya ayah. Dila bukan lagi tanggung jawab ayah sejak menikah denganku."
"Kamu bukan lagi menantuku." Defri buang muka. Ogah menatap Bara.
"Terserah ayah berkata apa. Aku tetap suami Dila."
"Sebentar lagi kamu akan jadi mantan suami Dila. Sampai mati aku tidak sudi punya menantu seperti kamu. Kau telah melempar kotoran ke wajahku. Kau dan papamu sana saja. Penipu."
"Tidak ada yang bisa memisahkan kami."
"Tanda tangani ini." Iqbal menyerahkan map dan pena pada Bara.
Bara membaca map yang diberikan Iqbal. Mata Bara membola ketika tahu isinya surat perceraian. Bara merobek kertas itu dan menginjaknya.
"Sampai mati gue enggak bakal tanda tangan." Bara naik darah. Berani sekali mereka mengurus perceraiannya.
"Suka atau tidak suka. Kalian akan bercerai. Kami akan mengurusnya," ucap Iqbal arogan.
"Kami tidak sudi jika Dila hidup bersama lo. Lo enggak pantas untuk adik gue. Dila terlalu baik untuk bajingan kayak lo. Kami enggak mau lo nyakitin Dila."
"Iqbal." Panggil Bara dengan suara bergetar.
"Yang menjalani pernikahan ini gue dan Dila. Bukan lo. Jangan menjadi duri dalam rumah tangga adik lo sendiri. Apa Dila pernah mengotak atik rumah tangga lo? Bukankah lo sudah dengar jawaban Dila? Dia berkata mencintai gue bukan?"
"Kamu pasti sudah mencuci otak Dila hingga dia bisa mencintai kamu," ucap Defri menghakimi.
"Omong kosong macam apa ini ayah?"
"Kami tak bicara omong kosong. Mulai detik ini kamu bukan lagi suami dan menantu dari keluarga kami." Defri memberi keputusan.
Bara tertawa ironi. Tak habis pikir dengan pemikiran mertuanya. Orang tua macam apa Defri? Terlalu egois dan mau menang sendiri. Ingin didengar tapi tak mau mendengarkan pendapat orang lain.
"Gue akan kirim lagi permohonan cerai kalian. Jika lo enggak tanda tangan dengan terpaksa gue akan membongkar kejahatan lo." Iqbal menebarkan ancaman.
"Gue enggak takut dengan ancaman lo. Gue enggak akan mempertaruhkan rumah tangga gue. Silakan lo bongkar. Bagaimana pun kondisi gue, Dila akan tetap berada disamping gue."
"Jangan banyak bacot lo."
"Gue hanya bicara fakta. Lo terlalu egois sebagai seorang kakak. Kalian sudah berdosa dan zalim karena telah merencanakan perceraian kami. Sampai kapan pun kami tidak akan bercerai. Cukup kematian yang memisahkan kami."
"Pak satpam usir dia dari sini." Defri memberikan titah pada satpam kompleks.
Kelimanya mendekati Bara lalu menarik Bara agar pergi. Bara terpaksa mengalah dan pergi.