Part 392 ~ Ujian (5)
Part 392 ~ Ujian (5)
Istri yang baik adalah istri yang bisa menjaga aib suaminya. Istri adalah pakaian bagi suami. Tak boleh seorang istri harus membongkar aib suaminya pada orang lain. Selagi masih bisa ditutupi harus ditutupi.
Dila tahu jika cerita soal Bara pada keluarganya, maka akan ada perpecahan dua keluarga. Keluarganya akan bertindak di luar dugaan. Dila sangat mengenal Defri dan Iqbal dengan baik.
Defri, ayah yang sangat tegas dan tak suka dibantah. Ucapannya adalah titah yang harus dipatuhi semua anggota keluarga.
Iqbal pun seperti itu. Sifatnya menurun dari Defri. Sikapnya keras dan tidak mau dibantah. Jika iya berarti iya. Jika tidak maka artinya tidak.
Tidak ada kompromi dalam hidup Iqbal. Dila bisa mengambil contoh kasus Ria. Wanita itu memang bersalah karena telah menyakiti Naura dan berniat membunuhnya. Ia juga menjadikan Iqbal sebagai ATM berjalan untuk membiayainya bermain judi. Dia juga yang merencanakan tipu daya hingga Naura menyetujuinya menikah dengan Iqbal.
Semenjak kejadian itu terungkap dan kebusukan Ria terbongkar, Iqbal tak mau memberi maaf dan ampun pada Ria. Kejadian itu sudah lama berlalu, namun Iqbal masih saja tak acuh padanya. Pria itu bahkan menggantung status Ria.
Ria punya suami tapi rasa janda. Iqbal bahkan bersikeras akan menceraikan Ria jika Dila tak mencegahnya. Melihat kerasnya hati Iqbal dan Defri, makanya Dila enggan cerita. Dila lebih percaya pada Naura karena kakak iparnya bisa menjaga rahasia. Iqbal dan Defri tak bisa memaafkan kesalahan orang lain.
Dila sudah memaafkan Bara dan mencintai pria itu. Manusia tak lepas dari salah dan khilaf. Jika di masa lalu Bara bergelimang dosa kini pria itu telah bertobat dan kembali ke kodrat.
Laki-laki itu benar-benar berjuang dan membuktikan pada Dila bahwa ia benar-benar berubah dan ingin membangun kehidupan baru bersama Dila.
Dila sempat khawatir ketika membaca artikel yang menuliskan Bara mantan gay di internet. Walaupun berita itu telah hilang, namun beberapa orang masih bisa mengaksesnya bahkan menscreenshot berita itu dan mencetaknya.
Firasat Dila tak pernah salah. Apa yang dia takutkan terjadi juga. Keluarganya tidak menerima masa lalu Bara.
Dila memegangi kepalanya yang berdenyut sakit. Mengusap wajah dengan kasar lalu menurunkan tangan dari wajahnya. Dila meringis. Melihat tatapan kasihan dari keluarga membuatnya miris. Begitu menderitakah dia hingga keluarganya bersikap seperti itu?
Dila mendongak menarik nafas dalam. Mengatur oksigen yang masuk ke dalam tubuhnya, lalu melepaskannya. Ada kesalahpahaman disini. Dila harus meluruskan kesalahpahaman ini. Dila tak mau keluarganya berpikiran buruk tentang Bara. Bagaimana pun masa lalu Bara itu hanyalah masa lalu. Pria itu sudah berubah.
"Aku sepertinya harus meluruskan sesuatu pada kalian," ucap Dila tenang dengan sikap tegas.
Dila meremas tangannya, menguatkan diri untuk bicara pada keluarganya.
"Dulunya Bara memang seorang gay. Tapi itu hanya masa lalu. Sekarang….."
Dila berhenti. Sengaja menjeda ucapannya. Mau melihat reaksi keluarganya.
"Awalnya aku shock dan kaget mengetahui kenyataan jika Bara gay," ucap Dila lebih tenang dari sebelumnya.
Ketenangan Dila malah membuat Defri dan Iqbal meradang. Setelah cobaan berat yang dilaluinya, Dila masih bisa tenang. Iqbal tak mengerti dengan perilaku adiknya.
"Istri mana yang tidak terluka dan sakit hati mengetahui suaminya seorang gay. Kala itu aku merasa miris dengan kehidupanku. Merasa kehidupanku dirampas dan menjadi orang paling sial di atas muka bumi. Namun kembali pada iman yang ada di dalam dada. Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar kemampuan hamba-Nya."
Dila menghela napas melihat Lusi, Iqbal dan Defri. Dila ingin memberi tahu keluarganya jika ia baik-baik saja.
"Bunda pernah mengajarkan aku. Sebagai seorang istri kita harus menutup aib suami. Istri ibarat pakaian bagi suaminya, sehingga jika istri berkelakuan tidak baik maka akan mencoreng nama baik suami. Begitu juga sebaliknya. Jika suami berkelakuan buruk maka akan mencoreng nama baik istri. Aku hanya mengikuti ajaran bunda dan ajaran agama. Jika kita harus menutupi aib rumah tangga kita. Selagi kita bisa menyelesaikannya, lebih baik kita selesaikan tanpa melibatkan pihak ketiga. Kadang orang ketiga yang kita minta pendapat bisa memperkeruh suasana. Bukannya meredam pertengkaran suami istri, malah mereka mengompori. Saat itu aku merasa, aku bisa menyelesaikannya. Aku tidak perlu melibatkan keluarga. Aku yakin karena aku wanita yang mandiri. Sudah terbiasa apa-apa sendiri, meski aku hidup bergelimangan harta dan dimanja keluarga sejak kecil. Namun seorang Dila tetaplah wanita yang mandiri dan tak ingin bantuan orang lain. Aku diam kala itu. Aku selesaikan sendiri. Menurutku belum saatnya keluarga ikut campur. Aku tidak ingin ayah menyesali keputusannya yang telah menjodohkan dan menikahkan kami. Selama Bara tidak main tangan aku bakalan diam. Dan memang dia tidak pernah melayangkan tangannya padaku. Dia tidak pernah kasar meski kelakuannya sangat memalukan."
Hening tak ada yang membantah ucapan Dila. Mereka ingin mendengar suara hati Dila. Memberikan Dila kesempatan untuk bicara dan mencurahkan isi hatinya.
"Kala itu aku nggak mau menyalahkan siapa-siapa. Aku tahu jika pernikahan ini tidak akan terjadi jika tak ada campur Tuhan di dalamnya. Sebagai hamba Tuhan yang beriman, aku harus meyakini ada qadar baik dan qadar buruk. Kadang manusia diuji dengan berbagai macam ujian agar Tuhan tahu kualitas keimanan seseorang. Satu hal yang aku pahami, Jodoh Tak pernah Salah. Tuhan akan menjodohkan dua makhluk sesuai dengan kadarnya masing-masing. Aku menyadari jika aku adalah wanita yang dikirimkan Tuhan untuk Bara. Agar pria itu kembali kodrat dan menjadi laki-laki normal. Kenapa Tuhan menjodohkan kita dengan orang yang berbeda latar belakang dengan kita? Karena Tuhan ingin kita saling belajar, saling menerima kekurangan dan kelebihan pasangan. Aku kabur ke Perth hanya ingin menenangkan diri. Mencari jawaban langkah apa yang harus aku lakukan. Apakah aku harus bercerai dengan Bara atau aku bertahan dengan konsekuensi, membantu perjuangan Bara kembali straight. Awalnya aku ingin bercerai dari Bara, tapi setelah aku melakukan sholat istiqarah aku mendapat jawaban. Tuhan ingin aku membantu dia kembali ke jalan yang benar. Bara memiliki keinginan untuk normal. Aku pun menyetujui permintaan Bara. Aku bantu dia untuk meraih jalan Tuhan dan juga membantunya untuk bertobat. Aku tidak bisa meninggalkan Bara kala itu karena dia baru saja bertaubat. Jika aku tinggalkan dia saat itu, dia akan terombang-ambing dan kembali tergoda untuk kembali dalam dunia itu. Aku bukannya bodoh atau naif mendiamkan apa yang terjadi padaku. Melihat perubahan dan keseriusan Bara, aku harus mengapresiasinya. Aku berusaha berdamai dengan kenyataan. Aku juga tahu bagaimana Bara di masa lalu. Betapa kejam dan menakutkan dia, tapi itu hanya masa lalu." Berderai air mata Dila menceritakan semuanya.