Jodoh Tak Pernah Salah

Part 372 ~ Bara Melihat Zico



Part 372 ~ Bara Melihat Zico

Rutinitas Bara setiap sore menyebut sang istri pulang kerja. Bara berdiam diri di dalam mobil sembari menunggu kedatangan Dila. Bara sibuk memainkan handphonenya sesekali mengirimkan pesan buat Dian, menggoda wanita itu.     

Bara sering meledek Dian karena lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit daripada bekerja. Dian terlihat seperti istrinya Zico. Bara tak dapat menahan tawanya ketika membayangkan Dian dan Zico menikah. Entah kenapa akhir-akhir ini Bara sering memikirkannya.     

Mata Bara memicing ketika melihat Vinta keluar dari kantor. Kebetulan Bara parkir di dekat parkiran motor. Terlihat si nyai badas lagi happy, bernyanyi sepanjang jalan. Hampir tiap hari ganti mobil sehingga mobil Bara tak dikenali pegawai MBC.     

Vinta tanpa tahu malu. Bercermin di kaca mobil Bara. Nyai badas mau jalan sama gebetan baru.     

Bara tertawa geli melihat Vinta berdandan. Kaca mobil Bara hitam sehingga tidak terlihat dari luar namun yang di dalam mobil bisa melihat keluar.     

Ketika Vinta sedang sibuk merapikan rambutnya. Bara menurunkan kaca mobil sehingga Vinta kaget.     

"Ya ampun ayam," ucap Vinta bak orang latah.     

"Dandan itu di kamar mandi bukan di kaca mobil orang." Bara berkomentar.     

"Eh Pak ketua," sapa Vinta memasang senyum manis walau ia sendiri malu. Vinta mengetok kepalanya sendiri. Merasa malu karena perbuatannya.     

"Pasti kamu pergi pacaran bukan?" Bara meledek.     

"Enggak kok Pak."     

"Nggak usah bohong deh. Keliatan dari mukanya. Kalo pergi pacaran dandan tu di kamar mandi."     

"Ada apa ini?" Dila tiba-tiba datang.     

"Ini anggota kamu yang. Masa dandan di kaca mobil kita." Tawa Bara pecah sementara Vinta menutup wajahnya karena malu.     

"Benaran Vin?" Dila melirik nyai badas.     

"Enggak kok kep." Vinta berbohong karena malu.     

"Enggak mungkin laki kep bohong."     

"Aku pergi dulu ya kep. Hati-hati di jalan kep dan Pak ketua." Vinta lari terbirit-birit.     

Dila masuk ke dalam mobil dan memasang sabuk pengaman.     

"Anggota kamu yang satu itu aneh dan absurd banget." Bara mengomentari Vinta.     

"Emang gitu dia." Dila menimpali.     

"Kita ke toko buah dulu ya sayang. Zico udah siuman. Kita tengok Zico dulu."     

"Benarkah? Alhamdulilah. Pasti Alvin bahagia banget." Dila ikutan senang. Akhirnya Zico siuman dari koma.     

Bara membanting stir menuju toko buah terkenal di Padang. Dalam perjalanan Bara mengajak istrinya mengobrol.     

"Tadi ada kejadian lucu. Aku aku bilang sama Dian mau nengok Zico, terus reaksi Dian aneh. Dia bilang nggak usah jenguk dulu karena Zico baru aja sadar dan butuh istirahat. Sikapnya kayak gitu kayak istrinya Zico." Bara bergelak tawa.     

"Doain aja mereka jodoh." Dila mendoakan.     

"Tadi Fatih datang ke kantor?"     

"Kenapa?" Intonasi bicara Bara kayak orang cemburu.     

"Jangan cemburu gitu ah." Dila menanggapi Bara.     

"Aku enggak cemburu." Bara mengelak karena ketahuan.     

"Fatih datang untuk kasih undangan pernikahan dia. Akhirnya dia nikah sama Naima."     

"Serius? Fatih mau nikah?" Bara tersenyum sumringah.     

"Kok kamu yang senang sayang? Aku jadi curiga."     

"Setidaknya dengan Fatih menikah aku tidak takut lagi. Maaf ya sayang kalau aku sangat posesif sama kamu."     

"Segitunya banget bang. Istrinya ga bakal kemana-mana kok." Dila seperti bicara dengan abang tukang bakso mari-mari sini.     

"Saya sangat cinta sama istri saya kak. Dia hebat mengimbangi saya di ranjang," balas Bara absurd. Ucapannya mendapat cubitan dari Dila. Bara geli sendiri dengan ucapannya. Kalo abang tukang bakso kayak gini ngomongnya kudu kena tabok pelanggan.     

"Sakit ini kakak."     

"Mulutnya lain kali di filter ya bang. Baksonya satu porsi bang."     

"Kok nggak kayak Suzanna ngomongnya? Mas satenya seratus tusuk." Bara menirukan reka adegan Suzanna beli sate di salah satu filmnya.     

"Wow cocok jadi Suzanna versi cowok." Dila malah meledek suaminya.     

"Mana ada sayang." Bara dalam mode serius. "Kecakepan aku jadi hantu. Entar yang ada cinta dua dunia lagi. Menikah dengan hantu. Hahahahahaha."     

Dila tergelak tawa mendengar candaan sang suami. Mobil Bara berhenti di toko buah. Keduanya turun memilih buah yang akan dibawa ke rumah sakit.     

Mereka hanya sebentar disana lalu tancap gas menuju rumah sakit Harapan Indah. Zico sudah pindah ruangan bukan lagi di ruangan ICU. Pria itu sudah dirawat di kamar perawatan biasa.     

Dila mengetuk pintu dari luar. Dia dan Bara masuk ke dalam. Ada Alvin, Dian dan Lona disana. Zico merasa terharu dan tersanjung dikunjungi oleh Bara.     

"Welcome back Pak Zico," sapa Dila tersenyum ramah, bicara dengan formal. Dila menaruh buah di atas meja.     

"Terima kasih Dila."     

"Sama-sama Pak."     

"Gimana kabar lo?" Bara menyapa Zico lebih dahulu.     

Ada kehangatan ketika Bara menanyakan kondisinya. "Sudah lebih baikan."     

"Tapi Dian sempat larang kami kesini lo." Bara melirik Dian, melihat reaksi wanita itu. Wajah Dian auto cemberut.     

"Bos," cebik Dian kesal.     

"Dia larang kami gara-gara lo baru bangun dan butuh istirahat."     

"Benarkah?" Zico berbunga-bunga. Lona pun ikut senang mendengarnya.     

"Gue mana pernah hoax. Kenyataannya memang begitu."     

"Bos," panggil Dian kesal. Dian tahu jika Bara sedang menggodanya.     

"Bisa tinggalkan aku dan Bara sebentar? Ada yang ingin aku bicarakan." Pinta Zico memelas.     

Dian, Alvin, Dila dan Lona keluar dari ruangan itu. Mereka duduk di kursi tunggu depan kamar Zico.     

"Apa yang mau lo bicarakan?" Tanya Bara ketika semuanya sudah pergi.     

"Gue mau minta maaf sama lo. Gue menyesal telah melakukan kejahatan sama. Gue sudah mendapatkan balasan atas perbuatan gue." Zico menangis haru.     

Bara menepuk pundak Zico. "Sudahlah. Lupakan. Gue sudah memaafkan lo. Yang penting lo sudah sadar dan bertaubat."     

"Terhina dan harga diri dicabik-cabik. Pasti itu yang lo rasakan kala itu bukan?"     

Bara menganggukkan kepala.     

"Itu juga yang gue rasakan ketika G menghukum gue. Memaki dan menyumpahi gue. Dia menyeret dan menarik gue bak binatang. Dia bajingan." Zico mengepalkan tangan.     

"Sudahlah jangan lo ingat lagi. Setidaknya lo sudah sadar dan menyadari kesalahan lo. Gue sudah memaafkan lo. Beruntungnya lo punya anak se-sholeh Alvin. Anak itu berhasil melunakkan hati gue sehingga maafin lo."     

"Bar bisakah kita saling melupakan masa lalu kita dan berteman?"     

"Tentu," balas Bara cepat.     

"Gue merasa berdosa dan bersalah samo lo dan Dian. Terutama lo Bar."     

"Kenapa dengan gue?"     

"Gue tahu hubungan lo dan Egi di masa lalu."     

"Sudahlah jangan diingat lagi. Kalo gue enggak bengkok tidak mungkin punya istri sebaik dan pengertian kayak Dila. Semua peristiwa yang terjadi ada hikmahnya. Ada hukum sebab akibat."     

"Syukurlah lo dan Egi sudah kembali ke kodrat masing-masing. Jika lo masih bengkok rasa bersalah akan menghantui gue sampai mati."     

"Alhamdulilah semuanya baik-baik saja     

Mari kita berdamai dengan masa lalu. Tak ada untungnya gue menyimpan dendam dan tak ada ruginya gue memberikan lo maaf. Setelah memaafkan lo hidup gue lebih indah dan tak tertekan," ujar Bara bijaksana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.