Part 369 ~ Zico Sadar
Part 369 ~ Zico Sadar
Dian turun mendorong brankar Zico. Matanya sembab karena menangis. Dengan cemas, ia menunggu. Para dokter yang berusaha menyelamatkan Zico. Dokter dan perawat mondar-mandir mengambil alat untuk menyelamatkan Zico. Alat bantu pernapasan dipasang di hidung Zico.
Perawat menutup tirai. Mereka menggantikan pakaian Zico yang basah. Dokter shock dan kaget melihat bekas tusukan di perut Zico dan penganiayaan pada alat vitalnya. Dokter memutuskan segera melakukan operasi besar. Kebetulan Zico di bawa ke rumah sakit Harapan Indah, rumah sakit milik pria itu sendiri.
Para dokter berkejaran dengan waktu untuk menyelamatkan sang CEO. Insiden penculikan dan penusukan Zico cepat beredar ke penjuru rumah sakit. Para karyawan Harapan Indah gempar. Mereka bertanya-tanya apa yang telah terjadi terjadi dengan sang CEO.
"Bagaimana keadaan Zico?" Bara datang bersama Dila dan Alvin.
Dian menatap sang anak namun Alvin bersikap acuh padanya.
"Mami sudah menyelamatkan papimu." Dian memegang pundak Alvin.
"Apa yang terjadi pada Zico?"
"Zico ditusuk dan menganiayanya. Dia disiksa seperti napi kasus pelecehan," ucap Dian dengan napas berat.
Disiksa seperti napi kasus pelecehan. Bara dan Dila saling berpandangan. Mereka histeris, tahu penyiksaan apa yang di dapat Zico. Dila sampai menutup mulutnya dengan tangan karena shock.
"Katakan dengan jelas mi. Jangan menggunakan bahasa yang tidak aku mengerti." Alvin membentak Dian seolah sang ibu tak menganggap keberadaannya, menyembunyikan peristiwa yang dialami Zico.
"Alvin." Dila geleng-geleng kepala.
"Tidak boleh membentak mamimu."Dila mengingatkan dengan lembut bak seorang ibu.
Lima jam mereka menunggu Zico di operasi. Dokter keluar dari ruangan operasi.
"Bagaimana keadaan papiku dokter?" Tanya Alvin pada dokter Anwar.
"Kamu siapanya Pak Zico?" Tanya dokter Anwar memandang Alvin dengan takjub. Tanpa ditanya pun dokter Anwar tahu jika Alvin anaknya Zico. Mereka berdua seperti anak kembar.
"Aku anaknya papi," jawab Alvin cepat.
"Kami berhasil mengoperasinya. Masa kritis telah lewat namun Pak Zico koma.
Alvin menangis terisak-isak. Dia tumbang tak sadarkan diri.
"Alvin!"
*****
Dian membelai wajah Alvin dengan kasih sayang. Ia menggenggam tangan Alvin, tak rela melepaskannya
"Jangan tinggalin aku," ucap Alvin menggigau. Dian membangunkan Alvin namun anak itu tidak bangun, malah menangis terisak-isak. Sepertinya Alvin sedang bermimpi.
"Jangan tinggalin aku Pi. Aku udah sayang sama papi. Aku bangga dengan papi yang telah bertobat dan menyadari kesalahan papi. Maafin mami udah ngelukain papi. Bikin papi sampai kayak gini. Andaikan papi pergi, aku nggak mau hidup lagi. Pi bawa aku bersama papi. Seharusnya aku nggak lahir ke dunia pi sehingga aku enggak bikin mami menderita. Mami kehilangan masa depan karena melahirkan aku. Bawa aku pergi papi. Seharusnya aku tidak pernah tahu jika aku adalah anaknya mami. Lebih baik aku kenal mami hanya sebagai kakakku, mungkin aku tidak akan sesakit ini." Alvin menangis bombay dalam gigauannya.
Dian sangat sedih dan terguncang. Hati Dian perih mendengar curhatan Alvin. Anak itu mengatakannya dari lubuk hati yang paling dalam. Jika ada pedang yang tajam mungkin ketajamannya kalah dengan kata-kata Alvin yang baru saja ia ucapkan.
Hati Dian sangat sakit dan perih mendengar ucapan Alvin. Dia seperti dihunus sebilah tombak di dadanya. Alvin memilih tidak ingin tahu jika dia adalah anak Dian.
Remaja itu merasa sakit setelah mengetahui semuanya. Pertahanan Dian runtuh, dia menangis terisak-isak disamping Alvin yang kembali tertidur setelah menggigau.
"Jangan pernah menyesal lahir dari rahim mami nak. Jika dengan memaafkan Zico membuat kamu bahagia Vin. Mami akan memaafkan Zico. Mulai hari ini mami akan menjaga Zico sampai dia sadar dan kondisinya kembali stabil." Dian mengelus kepala Alvin seraya mengucapkan janjinya.
Flashback End
*****
Dian memencet bel untuk memanggil dokter. Beberapa saat kemudian perawat datang tergesa-gesa.
"Ada apa Bu?" Tanya si perawat pada Dian.
"Zico menggerakkan jarinya."
"Benarkah?" Perawat merasa takjub. Akhirnya setelah tiga bulan Zico menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
"Saya akan menghubungi dokter," ucap si perawat.
Dokter Anwar kembali datang ke kamar Zico. Untung saja sang dokter belum pulang dan masih praktek di rumah sakit sehingga dia bisa mengecek kondisi Zico.
Dokter Anwar memeriksa detak jantung Zico. Dokter Anwar menyentuh tubuh Zico untuk memastikan keadaannya. Perlahan-lahan Zico membuka matanya. Pria itu takjub dan kaget ketika membuka mata, orang yang pertama kali dia lihat adalah Dian.
Zico merasa berada di alam mimpi, menepis keberadaan Dian. Tak mungkin Dian berada di sampingnya, bukankah perempuan itu sangat membencinya?
"A-air," ucap Zico lirih dengan suara pelan.
Dian mengambil segelas air dan menyendokkannya ke mulut Zico.
Zico ternyata tak bermimpi. Pria itu meneteskan air mata. Zico masih mengingat dengan jelas bagaimana Dian menyelamatkannya dan membawanya ke darat. Meski pingsan, samar-samar Zico mendengar suara Dian. Bagaimana histeris dan khawatirnya Dian melihat kondisinya.
Zico terharu sekaligus bahagia. Dian benar-benar menemaninya. Hadirnya Dian seakan menyiratkannya telah mendapatkan maaf. Alvin baru saja selesai mandi dan dia kaget melihat banyak dokter mengelilingi Zico.
Anak itu mendekat. Wajahnya sumringah melihat Zico telah membuka mata. Alvin mencium telapak tangan Zico. Dia menangis bahagia.
"Papi akhirnya sadar." Alvin tersenyum lebar. Penantiannya telah berakhir.
"Papi bangun demi kamu nak," jawab Zico dengan suara terbata-bata.
"Pak Zico kondisi Bapak sudah menunjukkan perkembangan yang bagus. Coba gerakan tangan dan kaki anda?" Pinta dokter Anwar.
Zico melakukan instruksi dokter Anwar. Pria itu mengangkat tangannya ke atas dan mencoba menggerakkan kakinya.
"Syukurlah tak ada traumatik dengan tubuh anda. Saya akan mengetes ingatan Bapak. Nama lengkap dan tanggal lahir."
"Arzico Aditia. Lahir di Singapura, 17 Juni 1980," ucap Zico mantap.
"Aku mempunyai seorang anak yang soleh bernama Alvin yang sebentar lagi akan berulang tahun ke lima belas," lanjut Zico tersenyum pada Alvin.
"Syukurlah Bapak bisa melewati masa kritisnya."
"Bisakah kita bicara empat mata dokter Anwar?" Zico melirik sang dokter.
"Bisakah kalian pergi sebentar? Setelah kami selesai bicara kalian boleh masuk lagi." Zico menatap Dian dan Alvin bergantian.
Dian mengajak Alvin ke luar. Dia tahu jika ada pembicaraan rahasia antara Zico dan dokter Anwar.
"Apa yang ingin Bapak tanyakan?" Dokter Anwar buka suara.
"Sudah berapa lama aku tertidur?"
"Sudah tiga bulan."
"Selama itu?" Zico terperanjat dan kaget.
"Iya selama itu."
"Bagaimana dengan alat vitalku. Malam itu mereka menganiayaku. Memberikan balsem hingga aku kepanasan dan kebas. Apakah kejantananku akan berfungsi dengan baik? Apakah aku akan impoten?"
"Kita bisa memeriksanya dengan dokter Dodi."
"Panggilkan dokter Dodi kesini nanti."
"Untuk tahap awal membuktikan kejantanan Bapak bisa dengan ibunya Alvin."
"Jangan bercanda dokter Anwar. Dian bukan istriku."