Jodoh Tak Pernah Salah

Part 353 ~ Penculikan Zico



Part 353 ~ Penculikan Zico

"Bro apa sebenarnya yang telah terjadi?" tanya Egi di dalam ruangan Zico.     

Acara launching telah selesai dan acara telah dibubarkan. Sementara itu Clara pergi ke salon untuk perawatan badannya. Clara merasa pegal dan badannya lengket. Dia mau pijit dan luluran di salon.     

"Apa benar yang gue dengar tadi?" Egi butuh penegasan.     

"Iya benar," ujar Zico lirih. Ia bisa melihat kekecewaan di mata Egi.     

"Gue enggak nyangka bro." Egi terduduk lemah di sofa.     

"Gue merasa dipermainkan oleh takdir. Ternyata kita saling berhubungan satu sama lain."     

"Kenapa lo melakukan itu pada mereka lima belas tahun yang lalu?"     

Tak ada keraguan dan ketakutan di wajah Zico. Dengan gamblang ia menceritakan peristiwa yang terjadi di masa lalu. Peristiwa itulah yang menimbulkan kebencian Dian dan Bara padanya.     

Egi menghembuskan napas berat setelah mendengar cerita Zico. Egi tahu sekali bagaimana kebencian Bara dan Dian, pada pelaku pemerkosaan mereka. Potongan puzzle demi puzzle telah Egi dapatkan. Apa yang dilakukan Zico sangat kejam dan tak manusiawi.     

"Gue tahu siapa Dian dan Bara. Gue yakin nyai badas tidak akan tinggal diam. Dia pasti akan melakukan sesuatu sama lo. Asal lo tahu dialah yang membuat gue tergeletak di rumah sakit. Dian mematahkan kaki dan tangan gue karena tidak mau menjauhi Bara."     

"Gue pasrah jika Dian melakukannya sama gue. Asal dia bisa memaafkan gue."     

"Kenapa lo senaif ini?" Egi tak suka dengan sikap Zico yang pasrah dengan keadaan.     

"Dian yang paling terluka dari kejadian ini."     

"Kenapa?"     

"Dia hamil anak gue gara-gara pemerkosaan itu."     

"Apa?"     

"Anak itu sudah berumur empat belas tahun. Mau ulang tahun ke lima belas."     

"Lo sudah ketemu anak itu?"     

"Sudah."     

"Berarti lo enggak mandul."     

"Syukurlah tidak. Buktinya Alvin lahir."     

"Lo yakin itu anak lo?"     

"Tanpa tes DNA anak itu sudah ketahuan sebagai anakku. Wajahnya sangat mirip denganku. Aku juga sudah melakukan tes DNA."     

"Gue tahu siapa Dian. Gue melihat Bara bertengkar dengan Dian. Sepertinya Dian melakukan sesuatu di belakang Bara. Lo harus hati-hati bro. Gue yakin Dian enggak bakal lepasin lo."     

"Terima kasih atas perhatiannya."     

"Sudah sewajarnya sahabat saling mengingatkan."     

Mata Egi menerawang melihat langit-langit kantor Zico. Mendadak perasaannya tidak enak. Egi jadi mencurigai Dian. Takut wanita itu melakukan sesuatu yang buruk pada Zico.     

Egi sudah menganggap Zico seperti kakaknya sendiri.     

"Gue khawatir sama lo." Egi menepuk pundak Zico.     

"Sudahlah. Buang rasa khawatirmu. Aku baik-baik saja. Mami lo mana? Kenapa gue enggak liat pas acara tadi?"     

"Beliau sudah kembali ke Jakarta."     

"Gue masih sulit percaya jika Bara dan Dian korban di masa lalu lo. Apa yang akan lo lakukan?"     

"Gue mau minta maaf dan memperbaiki semuanya. Gue berdosa banget sama Bara dan Dian."     

"Apa lo berniat menikahi Dian?"     

"Gila lo." Zico mengelak.     

"Lo bakal gila jika menikahi wanita kayak Dian."     

"Kenapa?"     

"Dia terlalu tangguh dan mandiri sebagai perempuan. Mungkin karena masa lalunya kali. Lo jangan tersinggung dengan apa yang gue katakan."     

"Tidak. Gue enggak tersinggung."     

*****     

Zico berjalan sendirian menuju parkir bawah rumah sakit. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Semenjak di Padang Zico menghabiskan waktunya dengan bekerja. Dia tak ingin menyia-nyiakan waktu yang ia punya. Pada malam hari parkir bawah sangat sepi cenderung seram. Tak banyak yang berani parkir disana.     

Zico bersiul dan bernyanyi pelan menghibur dirinya. Ketika Zico akan membuka kunci mobil, seseorang membekapnya dari belakang. Zico sempat melawan dan memberi pukulan namun efek bius membuatnya pingsan..     

Pria itu memasukkan Zico ke dalam karung dan membawanya masuk ke dalam mobilnya.     

Tiga orang teman pria itu telah menunggu di dalam mobil. Pria itu membanting tubuh Zico ke dalam bagasi untuk dibawa ke markas.     

Mobil penculik Zico meninggalkan rumah sakit Harapan Indah. Tak ada yang tahu jika CEO mereka baru saja di culik. Para penculik bersikap biasa seolah tak ada kejadian apa-apa.     

Mereka membawa mobil menuju batas kota. Jalanan sangat sepi karena penduduk batas kota sudah berada di dalam rumah. Penduduk disana tidur lebih cepat karena tak ada hiburan dan tempatnya jauh dari pusat kota.     

"Apa bos sudah menunggu kita di markas?"     

"Sepertinya sudah."     

"Dia sangat tak sabaran untuk menghabisi pria itu."     

"Apa yang dilakukan pria itu hingga bos begitu membencinya."     

"Entahlah. Aku tidak tahu. Kita tidak perlu tahu motif bos melakukannya. Yang penting bayaran yang dia berikan sangat besar."     

Tiba-tiba mobil yang mereka tumpangi di tabrak dari belakang. Mobil mereka terseok-seok karena dihantam begitu keras.     

"Brengsek. Siapa yang melakukan ini?"     

"Apakah orang-orang dari pria ini?"     

"Aku tidak tahu. Sepertinya kita harus bertempur dengan mereka."     

Keempat pria itu mempersiapkan senjata mereka. Salah satu dari mereka menurunkan kaca mobil dan menembak ban mobil yang menabrak mereka. Pria itu menembak kedua ban hingga mobil yang menghantam mereka terseok-seok ke tepi dan tak bisa jalan.     

"Mereka ingin bermain-main dengan kita."     

"Mereka terlalu mudah untuk kita hadapi," ucap pria itu sombong.     

Sekali lagi mobil mereka ditabrak dari belakang. Malah ada dua mobil yang mengepung mereka.     

"Sial. Siapa mereka sebenarnya?"     

"Entahlah. Sepertinya orang-orang Zico. Mereka menyelamatkan bos mereka."     

"Kita tidak boleh gagal jika tidak kita tidak akan mendapatkan bayaran. Aku butuh biaya untuk istriku melahirkan."     

"Kita tidak boleh kalah. Kita harus pertahankan Zico hingga sampai di tangan bos."     

Pintu belakang mobil si penculik rusak dan lepas karena ditabrak dari belakang. Si penabrak melihat karung berisikan orang.     

"Gue yakin itu Zico," kata sang sopir.     

"Kita harus mengambilnya dari mereka."     

Si sopir menekan gas dan menghantam mobil si penculik hingga menabrak jembatan layang.     

Mobil itu segera berhenti dan tak bisa digunakan lagi.     

Terjadilah aksi kejar-kejaran dan perebutan karung yang berisikan Zico.     

Perang senjata pun tak terelakkan. Terjadi baku hantam dan pertumpahan darah. Para penculik Zico orang-orang yang sangat terlatih dan memiliki persiapan matang ketika beraksi. Mereka menggunakan pelindung sehingga ketika ditembak dan ditusuk tak melukai tubuh mereka.     

Orang-orang yang menabrak mereka malah banyak yang tewas terkena tembakan si penculik.     

Para penculik Zico merasa di atas angin karena berhasil membasmi kuman yang telah mengganggu pekerjaan mereka.     

Tiba-tiba mobil truk datang menghampiri mereka. Mata para penculik silau terkena cahaya lampu. Mata mereka membola ketika melihat orang-orang turun dari truk. Mereka mengenalinya. Para pria yang turun dari truk adalah para preman sebuah organisasi di kota mereka.     

Keempat penculik Zico gemetar. Bukannya mereka takut. Lawan sudah tak seimbang. Jika mereka memaksakan diri untuk berduel itu sama saja cari mati. Para preman itu sangat brutal dan haus dengan darah.     

"Serahkan Zico pada kami jika kalian ingin selamat."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.