Jodoh Tak Pernah Salah

Part 347 ~ Rencana Dian



Part 347 ~ Rencana Dian

Dian meninggalkan Bara dan Alvin begitu saja. Tak memberitahu dia akan pergi.     

"Mami pergi kemana?" Tanya Alvin panik melihat kepergian Dian.     

"Biarkan saja dia pergi Alvin. Dian ingin tenang lebih dahulu. Lebih baik kamu pulang ke rumah om. Mami kamu belum bisa terima keputusan kita untuk memaafkan papi kamu. Maafkan Om karena telah membongkar kedekatan kamu dengan Zico."     

"Om tidak salah apa-apa. Lebih cepat lebih baik mami tahu om. Tidak mungkin selamanya aku tutupi kedekatanku dengan papi. Bagaimanapun mami dan papi harus berbaikkan. Aku tidak ingin kedua orang tuaku bermusuhan. Om please bantu aku om. Maafkan papiku. Beliau rela bersujud di kaki om agar memaafkan perbuatan papi."     

"Tidak perlu. Om akan berusaha memaafkan papi kamu, tapi untuk saat sekarang Om belum bisa bertemu dengan Zico. Dihati om masih ada kebencian padanya. Tapi untuk kedepannya Om akan berdamai dengan dia."     

"Terima kasih telah membuka hati om memaafkan papi. Semoga Allah merahmati om dan tante Dila. Sebenarnya aku lelah dengan semua ini om tapi mau bagaimana lagi. Mungkin ini takdir Tuhan untukku om."     

"Kamu anak yang kuat Alvin. Om bangga pada kamu. Tak sia-sia Om dulu memperjuangkan kamu ketika masih dalam kandungan mamimu. Ternyata anak yang lahir dari rahim Dian anak soleh seperti kamu. Tak ada yang lebih membahagiakan kedua orang tua memiliki anak soleh dan seorang hafidz Quran seperti kamu. Mungkin kamulah cahaya bagi Dian dan Zico di akhirat nanti."     

Alvin memegang tangan Bara lalu meletakkan tangan Bara di pipinya. Alvin menangis terisak-isak. Entah kenapa dia menjadi cengeng beberapa hari belakangan ini. Masalahnya cukup pelik untuk anak remaja seumurannya.     

"Mari Alvin kita pulang ke rumah Om. Berikan Dian waktu untuk sendiri. Om sangat kenal dengan mami kamu. Jika Dian seperti ini dia hanya ingin waktu untuk sendiri, merenung dan berpikir apa yang akan dia lakukan ke depannya."     

"Om apakah mami akan mengurungkan niatnya untuk membalas dendam pada papi?" Tanya Alvin harap-harap cemas     

"Semoga saja. Om berharap apa yang kita katakan tadi Dian merenunginya dan mulai terbuka pikirannya. Banyaklah berdoa Alvin semoga pikiran mami kamu terbuka."     

"Aku selalu mendoakan mami om. Dalam setiap sujudku om, aku selalu mendoakan papi dan mami. Aku berdoa agar mereka berbaikan demi aku. Aku tidak berharap mereka menikah tapi setidaknya mereka berdamai dengan masa lalu dan bisa menunjukkan kekompakan ketika bersamaku. Hanya itu yang aku inginkan Om tidak lebih."     

"Baiklah. Kita pergi ke rumah Om dulu ya nak." Bara menggandeng Alvin lalu membawanya pulang ke rumah Danau Teduh.     

*****     

Dian mengalami pergolakan batin. Dia merasa terombang-ambing di atas gelombang laut. Perasaannya sakit, terluka dan kecewa. Kenapa Bara dan Alvin memaafka Zico.     

Baginya Zico layak mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Sampai sekarang Dian tidak terima jika Zico melenggang bebas tanpa menjalani hukuman dalam penjara.     

Dian berusaha tegar, membawa mobil tak tentu arah. Tanpa dia sadari seseorang mengikutinya dari belakang. Ya itulah mata-mata G yang sedang mengikutinya. Mata-mata itu memastikan keadaan Dian baik-baik saja pasca pertengkarannya dengan Bara dan Alvin.     

Menyayangkan Bara dan Alvin memilih berdamai dengan masa lalu.     

"Brengsek," maki Dian memukul setir mobil.     

"Alvin, Bara kenapa kalian bisa terpengaruh dengan bajingan itu? Dia manusia kotor yang tak layak mendapatkan maaf. Dia harus mati. Aku akan membunuh kamu Zico. Beraninya kamu datang dan menghasut Alvin untuk melawanku. Seharusnya aku tidak memberikan kamu kesempatan untuk hidup. Seharusnya aku membunuh kamu saja waktu itu." Dian bicara sendiri seraya fokus menatap ke depan.     

"Tuhan kenapa takdir Engkau begitu kejam? Kenapa aku tidak mendapatkan keadilan? Dimana keadilan Engkau Tuhan? Bara mulai melunak. Sepertinya rencana kami untuk membalas Zico tidak akan terjadi." Dian menyeka air matanya.     

"Tidak. Aku harus tetap pada rencana awal. Jika Bara tidak bisa maka aku yang akan melakukannya sendiri. Kamu kuat Dian dan setrong. Tak ada yang bisa menghalangi kamu untuk menghabisi Zico. Bajingan itu harus mati." Dian mengepalkan tangannya.     

Sementara itu mata-mata G yang sedang mengikuti Dian melaporkan hasil pengamatannya pada G.     

"Bos. Dian telah tahu kedekatan Zico dan Alvin. Bara telah luluh karena Alvin. Bara sepertinya akan mengurungkan niatnya untuk menghabisi Zico. Hanya Dian yang masih berniat membunuh Zico. Dian ingin menuntut keadilan atas tindakan Zico."     

"Bagus. Jika Zico mati maka tidak akan ada lagi penghalang antara aku dan Dian. Zico bisa menjadi ancaman buatku. Alvin akan membuat mereka dekat dan aku tidak suka. Jika mereka tidak jadi menghabisi Zico maka kita yang akan melakukannya. Kau datanglah padaku dan kita atur strateginya."     

"Aku masih mengikuti Dian bos. Dia setir mobil enggak tentu arah. Dia habis bertengkar hebat dengan Alvin dan Bara."     

"Datang padaku jika Dian sudah kembali ke rumah. Pastikan calon istriku baik-baik saja. Jika dia sampai terluka akan aku patahkan tanganmu."     

"Baik bos."     

Dian melajukan mobilnya ke sebuah tempat sepi. Sepertinya dia bertemu dengan seseorang. Seorang laki-laki bertampang lusuh mendekatinya.     

"Ada apa kau mencariku?" Tanya laki-laki itu ketus dan tak bersahabat.     

"Tentu saja menawarkan pekerjaan padamu."     

"Pekerjaan apa yang kau berikan?"     

"Kau harus membunuh seseorang untukku."     

"Siapa yang aku bunuh dan apa jabatannya?"     

"Kenapa kau menanyakan itu?"     

"Jika orang yang aku bunuh orang terkenal dan berpengaruh resikonya tinggi. Bayaranku sangat mahal."     

"Dia hanya ayah dari anakku."     

"Kenapa kau membunuh suamimu?" Mata Pria itu melotot kaget. Teganya seorang istri membayar dia untuk membunuh suaminya.     

"Dia bukan suamiku. Dia memperkosaku sehingga aku melahirkan anaknya."     

"Bayarannya seratus juta. Apa kau sanggup membayarku?"     

"Aku sanggup. Aku rela mengeluarkan uang banyak asal kau bisa membunuhnya. Berikan aku nomor rekeningmu! Aku akan transfer uang mukanya."     

"Apa kamu tidak akan menyesal? Aku bisa membunuh orang dalam satu tembakan. Dia ayah dari anakmu." Pria itu mempengaruhi pikiran Dian. Semoga saja Dian mengurungkan niatnya.     

"Tidak. Tekadku sudah bulat untuk membunuh dia."     

"Baiklah jika tekadmu sudah bulat. Aku ingin uang tunai. Tidak transfer. Aku tak mau keberadaanku terlacak."     

"Baiklah jika itu maumu."     

"Kapan dan siapa yang akan aku bunuh?"     

Dian memberi tahu si pria untuk membunuh Zico. Waktunya eksekusi sudah ditetapkan. Dian tak mau ambil resiko membunuh Zico dengan tangannya sendiri. Dia harus punya alibi sehingga tak dicurigai.     

Pria yang ditemui Dian adalah seorang penembak jitu yang dipecat dari kesatuannya. Dulunya si pria seorang tentara yang memiliki keahlian menembak. Bahkan dia terdaftar sebagai penembak kelas dunia. Pekerjaan sampingan sebagai pembunuh bayaran terungkap hingga dia dipecat jadi tentara.     

Laki-laki itu hidup dalam penyamaran dan berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.