Part 295 ~ Merasa Tertipu
Part 295 ~ Merasa Tertipu
"Ada apa Dian?"
"Kita ditipu bos," ucap Dian berapi-api.
"Ditipu bagaimana?"
"Aku barusan mendapatkan info dari Jimmy tentang Giovani kakak angkat Samir yang menculik Dila."
"Katakan ada apa!" Bara ikutan histeris. Bara masih dendam dengan penculik Dila. Walau polisi Perth menyatakan Giovani, kakak angkat Samir tidak terlibat namun Bara tidak mempercayainya.
"G yang kerja sama dengan kita sekarang adalah kakak angkat Samir," ucap Dian dengan suara lemah. Tenggorokannya pahit tak menyangka jika G adalah dalang dibalik penculikan istrinya.
"Apa?" Lutut Bara lemas dan wajahnya pias.
"Be-beraninya dia menipu kita bos?" Dian menatap Bara dengan bibir gemetar dan marah.
"Keparat itu telah mempermainkan kita." Tangan Bara mengepal kuat. Sakit rasanya tertipu seperti ini. Bisa-bisanya G melakukan ini padanya.
"Apa maksud dia kerja sama dengan kita? Apakah dia tak berniat menghancurkan kita bos?"
"Aku pun berpikiran sama. Kerja sama kita dan dia tak mungkin bisa dibatalkan apalagi sudah disahkan secara hukum. Bajingan itu benar-benar membuatku muak dan merasa dipecundangi. Aku tidak terima diperlakukan seperti ini. Cara dia mendekatiku pasti juga sandiwara agar aku tidak menaruh rasa curiga padanya. Kenapa aku sangat bodoh kali ini. Aku kecolongan bos."
"Jangan salahkan diri kamu Dian. G terlalu pintar menyembunyikan identitasnya pada kita sehingga kita berdua tertipu. Aku akan membuat perhitungan dengan dia." Dian beranjak pergi dan Bara menyusulnya.
Bara menahan tangan Dian sehingga langkah perempuan itu terhenti.
"Apa yang akan kamu lakukan?"
"Memberi sedikit pelajaran untuk dia."
"Dian jangan mcam-macam. Dia berbahaya."
"Aku berada di negaraku bos dan aku bisa bertindak semauku. Biarkan aku yang menyelesaikannya karena kerja sama kita dimulai karena aku. Si brengsek itu berani sekali menipu kita seperti ini. Pasti dia punya tujuan buruk sama kita. Samir sudah di penjara. Bisa jadi dia akan balas dendam dengan menghancurkan perusahaan bos."
"Kenapa kamu sampai berpikiran seperti itu?"
"Aku memiliki keyakinan seperti itu. Aku pergi bos." Dian beranjak pergi namun tangannya kembali ditarik Bara.
"Bos kenapa menarik tanganku?" Dian memprotes tindakan Bara. "Aku seperti sedang melakoni adegan menari dalam film India jika bos tarik aku seperti ini."
"Aku ikut," kata Bara pelan.
Mereka berdua menuju hotel tempat G menginap selama di Padang. Dian yakin jika laki-laki itu tidak kemana-mana.
Dian menekan bel kamar G berkali-kali namun tidak mendapatkan sahutan. Dian bahkan sampai menendang pintu agar G mendengar suara bel.
"Dian tahan diri kamu." Bara memperingatkan. "Kamu bisa memancing petugas hotel untuk kesini."
"Kemana si brengsek itu bos? Tanganku sudah gatal ingin memukulnya."
"Kenapa kamu semarah ini Dian? Jangan bilang kamu sudah mulai menyukai dia?"
"Tidak!��� Dian menyangkal dengan keras. "Aku benci cara dia menipu kita bos. Menggunakan cinta untuk menipuku dan ini tidak bisa aku maafkan. Untung saja aku tidak tertarik padanya."
Dian dan Bara menenangkan pikiran mereka. Mereka menunggu G di depan kamarnya. Dari jauh Dian melihat G dan Mike datang. Badan G masih basah, kemungkinan bule itu habis berenang.
"Dia." Dian mau beranjak namun ditahan Bara.
"Jangan memukulnya sekarang. Ada CCTV di setiap sudut." Bara menunjukkan CCTV pada Dian.
G sumringah melihat kedatangan Dian dan Bara. Ia begitu senang dan terharu dikunjungi pujaan hatinya.
"Kenapa kalian tak bilang kalo datang?" Sapa G dengan ramah.
Mike membuka pintu kamar dan mempersilakan mereka masuk. G meminta keduanya duduk. Mike menyuguhkan minuman. G pergi ke kamar mandi berganti pakaian. Beberapa menit kemudian G datang menyambut Dian dan Bara. G menganggukkan kepalanya meminta Mike untuk menjauh dari mereka. Mike keluar dan menunggu di depan pintu.
"Aku sangat senang kalian berkunjung. Ada apa?" G memberikan senyuman manis. Melihat wajah Dian hatinya merasa tentram.
Dian mengepalkan tangannya dan malas menanggapi sikap sok manis G. Dia benar-benar jijik dan muak melihat pria yang penuh kebohongan seperti G.
"Aku rasa tidak perlu berbasa basi. Apa tujuan kamu sebenarnya?"
"Tujuan apa?" G tak mengerti maksud perkataan Dian.
"Tidak usah basa basi. Aku muak melihat tampang innocent kamu." Dian bangkit dan mendekati G. Ia menarik kerah baju G.
Mata G membulat tak percaya Dian memperlakukannya dengan kasar. G tak mengerti kenapa Dian melakukannya.
"Cepat katakan!" Titah Dian menarik G dan menyandarkan pria itu ke dinding. G bukannya tak bisa melawan namun ia mengalah dan ingin tahu apa maksud perkataan Dian. "Cepat katakan brengsek!" Dian memaksa G untuk bicara namun pria itu tetap saja diam. Dian menendang perut G hingga pria itu berteriak kesakitan.
Mike masuk ke dalam menyelamatkan sang bos namun ia ditahan Bara.
Bara menghajar Mike dan mengunci pergerakan hingga si pria bertubuh besar itu tak berkutik.
Dian dengan cepat menotok G hingga laki-laki itu tak bisa bergerak dan tubuhnya kaku seperti patung.
"Aku menotokmu tapi kamu masih bisa bicara." Dian meremas wajah G.
G tertawa terbahak-bahak. Tawanya yang begitu keras membuat Dian emosi dan menamparnya hingga pipi si bule berdarah.
"Sepertinya aku harus melakukan kekerasan baru kau akan bicara. Baiklah aku tidak akan membuang waktuku. Apa tujuan kamu berbisnis dengan kami? Aku sudah tahu jika kau kakak angkat Samir. Kau berkomplot dengan Samir menculik istri Bara di Australia beberapa waktu yang lalu."
G tertawa terbahak-bahak. Wajahnya datar seolah tak terjadi apa-apa.
"Jadi karena ini kamu memukulku sayang?"
"Jangan panggil aku sayang. Kau bajingan!"
"Sekarang kau boleh memanggilku bajingan besok kau akan memanggilku dengan sayang. Cinta berawal dari kebencian Dian. Jangan terlalu membenci sesuatu."
"Jangan banyak bicara! Kau datang untuk membalas dendam bukan karena kami telah menjebloskan adikmu?"
"Jika aku bicara kau juga tak akan percaya."
"Dian totok Mike biar aku bisa memberikan dia pelajaran."
Dian mendatangi Bara dan Mike. Jari jemarinya terampil menotok Mike. Sang pria bertubuh bongsor itu tak berkutik. Ia ingin berteriak meminta bantuan namun suara keburu hilang akibat totokan Dian.
"Aku ingin memberikan tepuk tangan untukmu." G menatap Dian.
"Tepuk tangan?" Dian menghampiri G dan meremas dagu G.
"Kau luar biasa sayang pantas saja aku jatuh cinta padamu. Kau lebih bahaya dari dugaanku."
"Persetan dengan kata-kata cintamu. Jangan pikir kau bisa melemahkan aku dengan pernyataan cintamu itu."
"G jika kau ingin selamat pulang dari sini. Katakan pada kami kenapa kau menculik Dila?" Bara mencekik G hingga laki-laki itu kesulitan bernapas. "Kau sengaja menipuku dengan kerja sama kita."
G menggeleng. "Aku tidak pernah berniat menipu kalian. Aku akui jika aku adalah kakak angkat Samir, tapi aku tidak tahu soal penculikan itu. Samir hanya meminjam mansionku untuk menginap. Aku tidak tahu jika dia akan menculik istrimu."
"Omong kosong. Aku tidak percaya padamu." Dian membantah pernyataan G.
"Terserah padamu. Aku tidak memaksamu untuk percaya."
"Apa niatmu sebenarnya?" Bara menarik kerah baju G.
"Niat apa?"
"Aku tidak berniat apa-apa kecuali ingin mendekati asistenmu."
"Jangan bicara omong kosong lagi. Nyawamu ada ditangan kami G. Kami bisa membunuh kamu saat ini juga."
"Aku tidak takut mati Bara, tapi istrimu pasti kecewa padamu. Suaminya yang mantan gay kembali ke sifatnya yang dulu. Pembunuh berdarah dingin," ucap G mencibir dan merendahkan.
"Brengsek lo." Bara melayangkan pukulan ke wajah G hingga wajahnya memar dan bibir kanannya berdarah.
G bahkan tidak berteriak kesakitan ketika Bara melayangkan pukulan ke wajahnya.
"Silakan kau pukul jika itu membuatmu senang."
"Brengsek lo.��� Bara kembali menendang perut G dengan lututnya.
"Aku tidak pernah punya niat untuk membalas dendam. Aku datang ke Padang karena aku jatuh cinta pada pandangan pertama pada Dian."
"Omong kosong." Dian semakin geram pada G. Dian melepaskan totokan G.
"Kau bisa memakai alat pendeteksi kebohongan." G memberikan usul.
"Aku bukannya orang bodoh. Kau pikir alat pendeteksi kebohongan tidak bisa dimanipulasi."