Jodoh Tak Pernah Salah

Part 293 ~ Perbincangan Egi dan Zico



Part 293 ~ Perbincangan Egi dan Zico

Setelah mengantarkan Lona ke rumah, Zico langsung pergi ke kantor Egi. Pria itu telah mengirimkan lokasi kantornya melalui pesan WA. Zico mempercepat laju kendaraannya agar tak terjebak macet. Perjalanan dari Bandung ke Jakarta tak membuatnya lelah walau menyetir sendiri. Tenaganya masih kuat untuk menyetir dalam perjalanan jarak jauh.     

Satu jam dalam perjalanan Zico akhirnya sampai di kantor Egi. Kantor Egi berada di Jakarta Pusat di sebuah gedung pencakar langit. Egi menunggunya di lantai bawah. Mereka naik lift ke lantai atas. Kantor Egi berada di lantai tiga puluh.     

Seorang wanita cantik berhijab menyambut Zico dan Egi. Wanita itu masih terlihat muda padahal umur sudah lebih dari setengah abad. Wanita itu mempersilakan Zico untuk duduk. Dialah CEO tempat Egi bekerja.     

"Perkenalkan nama saya Nurbaiti, Bapak bisa memanggil saya Bet," ucapnya memperkenalkan diri.     

"Nama saya Zico."     

"Pak Zico mau minum apa? Teh hijau atau kopi? Pembicaraan kita akan panjang. Jadi jangan menolak minum," ucap Bet pura-pura galak.     

"Humor anda bagus juga Bu." Zico tertawa kecil.     

"Kami yang bekerja disini memiliki selera humor yang tinggi Pak. Jadi mau minuman apa?"     

"Kopi saja," jawab Zico.     

"Kamu apa Gi?"     

"Saya ditawari juga Bu?" Egi menunjuk dirinya sendiri.     

"Masa kamu enggak ditawari." Bet tergelak tawa.     

"Sama aja Bu."     

Bet mengambil telepon dan menelpon bagian pantry.     

"Kopi tiga gelas dan tolong antarkan ke ruang rapat," ucapnya memesan minuman lalu menaruh kembali telepon ke tempat semula.     

"Baiklah Pak Zico. Egi sudah menyampaikan jika Bapak ingin bekerja sama dengan kami memberikan training service excellent untuk karyawan Bapak. Apakah itu benar?"     

"Ya benar sekali. Cuma perusahaan anda selama ini memberikan training untuk perbankan apakah perusahaan anda bisa memberikan training untuk karyawan rumah sakit khususnya bagian frontliner dalam menerima pasien? Saya ingin pasien yang datang, puas dan senang dengan pelayanan rumah sakit kami dan petugas administrasi kami pun bagus berkomunikasi."     

Bet mengulas senyum mencerna maksud Zico. Seorang office boy masuk mengantarkan minuman untuk mereka. Setelah itu dia segera pergi.     

Bet mengambil secangkir kopi dan meniupnya sebelum meminum.     

"Standar pelayanan yang Pak Zico mau seperti apa? Bisakah kami mendapatkan secara ringkas bagaimana SOP rumah sakit dalam menerima pasien?"     

Zico pun menjelaskan bagaimana standar rumah sakit dalam memberikan pelayanan. Zico menjelaskan secara detail training apa yang ia inginkan. Bet manggut-manggut, mengerti keinginan Zico.     

"Rumah sakit Harapan akan berganti nama. Tim kami sedang mengurus pergantian nama rumah sakit. Rumah sakit akan launching satu bulan lagi. Saya ingin perusahaan anda bisa memberikan training secara kilat untuk karyawan kami. Saya mau dalam dua hari materi sudah selesai diberikan dan mereka bisa mempraktikkannya dalam bekerja. Karyawan rumah sakit ada 1.500 orang. Saya ingin anda bisa secara bergilir memberikan training. Jika perlu dalam satu hari ada lima kelas. Andai satu kelas terdiri dari 30 orang. Jika ada lima kelas dalam sehari maka anda sudah memberikan training untuk 150 orang. Kita bagi angkatan training dalam 10 batch. Dalam dua puluh hari ke depan sebelum rumah sakit launching anda sudah menyelesaikan pekerjaan anda. Apakah sanggup? Apakah trainer tersedia?"     

Bet mengulas senyum. "Tentu saja bisa Pak. Perusahaan kami memiliki trainer terlatih dan jumlah mereka sangat banyak. Jika ada yang kurang saya yang akan terjun langsung memberikan training."     

Zico puas dengan jawaban Bet. Pria itu meminta kontrak kerja sama segera dilakukan. Sebelumnya Zico tawar menawar harga untuk training. Setelah menemukan harga yang cocok mereka akan menandatangani kontrak besok.     

Setelah kesepakatan telah dilakukan Zico dan Egi pergi ke klub minum-minum. Kali ini Zico ingin mentraktir Egi. Mereka berdua mulai bercerita.     

"Lo belum selesai cerita sama gue. Kenapa lo jalani terapi?" Zico menoleh pada Egi seraya meminum bir. Zico ingin menghilangkan kebiasaan minum namun tetap saja susah untuk ia jalani.     

"Tante gue udah tahu bro," jawab Egi menunduk melihat ujung sepatunya.     

"Tahu apa?"     

"Tahu jika gue gay."     

Zico menyemburkan minumannya, untung saja bartender segera menghindar sehingga minuman Zico tidak mengenainya.     

"Sorry gue enggak sengaja." Zico merasa tidak enak sama bartender.     

"Gapapa bos. Aman," ucap sang bartender.     

"Santai aja bro. Kevin udah biasa disembur," ucap Egi tergelak tawa.     

"Kejam banget sich bos," gerutu Kevin sambil meracik minuman.     

"Terus gimana reaksi tante lo?" Zico menatap Egi kasihan. Entah kenapa ia merasa senasib dengan Egi. Ditinggalkan orang-orang tercinta dan kesepian. Melewati malam dengan para jalang sudah bosan dan Zico mulai takut karena salah satu jalang yang pernah ia pakai kena penyakit HIV. Untung saja setelah diperiksa Zico dinyatakan bersih. Sejak saat itu Zico takut melakukan seks bebas.     

"Gue diusir bro." Egi mulai menangis terisak-isak.     

"Sudah gue duga." Zico berpangku tangan. "Dalam budaya Timur dan agama disini tak menerima kehadiran kaum pelangi. Kaum kalian tidak mendapatkan tempat di masyarakat dan dikucilkan."     

"Gue bakal di terima lagi jika gue straight dan taubat. Beliau ingin gue menikah dan punya anak."     

"Karena itu lo mau hipnoterapi? Tapi setahu gue jika keinginan lo straight bukan karena diri sendiri enggak bakal di hipnotis karena percuma juga. Gue tahu karena pernah juga hipnoterapi untuk menghilangkan gangguan emosi gue."     

"Gangguan emosi?" Egi memicingkan mata.     

"Gue mengalami gangguan emosi sehingga kalo marah meledak-ledak dan bisa menghancurkan segalanya. Jika gue emosi, gue akan melakukan seks kasar pada wanita. Banyak model yang sudah jadi korban kekasaran gue ketika kita ngeseks."     

"Terus sekarang gimana?"     

"Gue udah bisa mengendalikan emosi. Tidak meledak-ledak lagi. Gue harap keinginan lo sembuh dari diri sendiri bukan karena tante lo."     

"Kemarin gue udah pergi ke hipnoterapis. Dia tidak mau melakukan terapi jika keinginan sembuh bukan dari diri gue sendiri. Sekarang gue udah bertekad untuk sembuh."     

"Kenapa?"     

"Gue ingin hidup normal seperti pria lainnya. Gue mimpi kedua orang tua gue datang menemui gue. Mereka menangis mengatakan kecewa sama gue. Gue mau berubah bro biar mereka tenang di alam sana." Egi menangis tersedu-sedu seperti anak gadis.     

Zico memeluk Egi memberikan semangat dan dukungan. Kedekatan mereka menjadi buah bibir dari pengunjung klub. Mereka sudah kenal dengan Egi. Mereka beranggapan jika pria yang sedang memeluk Egi adalah kekasih baru Egi.     

"Keinginan lo buat straight sudah tepat. Walau gue orang enggak bener juga. Jalan lo salah. Gay menyimpang dan dilaknat dalam agama mana pun."     

"Makanya gue mau taubat. Gue udah bikin mama dan papa nangis di alam sana. Walau mereka meninggal saat usia gue masih tujuh tahun namun gue masih bisa mengingat wajah mereka dengan jelas. Gimana mama begitu menyayangi gue. Mama melindungi gue saat kecelakaan sehingga hanya gue yang selamat dari kecelakaan itu."     

"Semoga ini yang terbaik buat lo.Kasihan cewek yang ngaku pacar lo itu." Zico terkekeh.     

"Clara maksudnya?" Egi menghapus air matanya.     

"Iya siapa lagi. Bukankah dia anak Wira Setiawan pengusaha real estate itu? Pakai pelet apa lo bro hingga dia tergila-gila sama lo?"     

Egi angkat bahu karena tak mengerti. Zico menepuk bahunya memberikan semangat dan dorongan untuk sahabat barunya.     

"Gue baru kenal lo, tapi entah kenapa gue nyaman cerita sama lo."     

"Jangan bilang lo naksir gue?" Zico menaik turunkan alisnya.     

"Sialan lo." Egi mengumpat. Zico malah tertawa terbahak-bahak mendengar umpatan Egi.     

"Gue juga dilema bro. Lima belas tahun yang lalu gue memperkosa seorang wanita. Bukan wanita saja yang gue perkosa tapi juga pria."     

Mata Egi membulat tak percaya. Seorang Zico pernah memperkosa cowok dan cewek?     

"Lo biseksual?" Zico menggeleng.     

"Lantas?"     

"Gue mengalami gangguan emosi sehingga ketika marah gue bisa meledak-ledak dan melakukan tindakan diluar kendali gue."     

"Parah juga sakit lo."     

"Iya sangat parah. Cewek yang gue perkosa lima belas tahun yang lalu ternyata mengandung anak gue. Anak itu sekarang sudah remaja dan berumur empat belas tahun. Dia sangat mirip dengan gue. Apakah ini azab bro? Gue menikah sama mantan istri selama sepuluh tahun tapi tidak mendapatkan keturunan. Mantan istri gue langsung punya anak setelah menikah lagi. Sekarang gue mendapatkan fakta jika cewek yang gue perkosa melahirkan anak gue."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.