Jodoh Tak Pernah Salah

Part 288~ Hasil Tes DNA



Part 288~ Hasil Tes DNA

Zico menyunggingkan senyum pada sang Ibu. Entah kenapa ia sangat percaya dengan ucapan ibunya kali ini. Bukankah firasat seorang ibu rasanya tidak pernah salah? Zico pun berpikir keras. Kenapa dia bisa punya anak dengan Dian? Apakah ini hukuman yang telah diberikan Tuhan padanya? Sehingga dia tidak pernah memiliki anak dari mantan istrinya? Atau kutukan Dian tengah berlaku untuknya.     

"Jadi apa kamu tidak berterima kasih sama mami?" Lona menatap tajam pada sang putra.     

"Belum saatnya aku berterima kasih sama mami. Hasil tes DNA belum keluar. Jadi aku belum yakin itu anakku." Sikap Zico masih angkuh pada sang ibu.     

"Percayalah sama mami. Alvin itu anak kandungmu. Sepertinya takdir sedang mempermainkan kalian," kata Lona mengolok-olok. Tawanya membahana.      

"Kenapa mami begitu yakin?" Zico menantang Lona.     

"Berani taruhan anakku."     

Zico tersenyum sinis. Ia sendiri juga yakin jika Alvin adalah putranya, namun hitam dan putihnya belum jelas sehingga Zico belum berani mengklaim. Perasaannya campur aduk antara sedih, shock, bahagia, tak menyangka. Zico bersyukur ternyata ia tidak mandul. Buktinya Dian melahirkan putranya. Masih tak percaya karena gadis itu mau melahirkan anaknya dan membesarkannya.     

"Perlu diketahui jika gadis yang kamu perkosa sangat membenci anakmu karena wajah kalian sangat mirip. Dian trauma melihat Alvin. Ketika melihat anak itu ia jadi teringat pemerkosaan yang pernah kamu lakukan. Mami tidak pernah menyesali pemerkosaan yang kamu lakukan. Jika kamu tidak memperkosa Dian mungkin sampai sekarang keluarga kita tidak punya penerus."     

"Aku sudah menghancurkan hidup Dian mi. Beberapa bulan belakangan ini aku mengawasinya namun orang-orangku tidak mengetahui keberadaan anak itu."     

"Tentu saja orang-orang suruhanmu tidak tahu Zi. Dian terlalu pintar menyembunyikan anak kalian. Dia telah menjelma jadi wanita yang sangat hebat. Aku tidak sangka. Videonya viral karena telah menyelamatkan pengunjung supermarket dari tentara gila itu. Apa kamu sudah melihat videonya?"     

"Sudah," jawab Zico menunduk tak mau menatap wajah Lona.     

"Pria yang bersama Dian apakah dia kekasihnya?" Lona bicara dengan nada angkuh.     

"Mana aku tahu mami," jawab Zico sedikit membentak.     

"Apa rencana kamu jika Alvin benar-benar anakmu?"     

"Aku tidak tahu," balas Zico meremas rambutnya.     

Seorang pelayan datang menghampiri keduanya, "Nyonya makan malam sudah siap."     

"Baiklah aku akan datang."     

Pelayan segera pergi setelah memberi tahu Lona. Sang nyonya rumah segera bangkit dan menoleh pada Zico.     

"Sudah lama kita tidak makan malam bersama Zi. Temani mami makan."     

"Baiklah," ucap Zico bangkit menuju ruang makan.     

Lona merangkul Zico dengan mesra seolah anaknya masih kecil. Di atas meja sudah terhidang aneka makanan. Masakan Western dan Asia terhidang di atas meja. Steak daging, mushroom ayam, tomyam, spicy tuna roll. Meja makan mereka terlalu besar untuk makan dua orang. Ibu dan anak itu duduk saling berhadapan. Lona meminta para pelayan untuk pergi karena ia akan bicara secara pribadi dengan Zico. Lona tidak ingin para pelayan tahu apa yang mereka bicarakan.     

Lona menatap sang putra dengan bangga. Sesekali Lona memperhatikan anaknya makan.     

"Kenapa mami memperhatikan aku seperti itu?" Zico tak suka cara Lona menatapnya.     

"Kau mewarisi ketampanan papimu," jawab Lona tersenyum manis.     

"Jangan bilang mami merindukan si tua bangka itu?" Balas Zico menohok. Zico sangat membenci papinya karena meninggalkan keluarganya demi wanita lain.      

Untung saja Lona yang kaya. Wanita itu melempar suaminya ke jalanan dan tak memberi sedikit pun harta gono gini ketika mereka bercerai.     

"Tidak Zi. Aku tidak merindukan dia. Kau tahu jika mami tidak pernah mencintainya walau sudah melahirkan tiga anaknya." Lona tertawa terbahak-bahak mentertawakan nasibnya. Ketika cinta sudah tumbuh sang suami malah selingkuh dengan wanita lain.     

"Apa masakannya enak?" Lona mengalihkan pembicaraan.     

"Tentu saja enak. Jika masakan mereka tidak enak pecat saja chef-nya mami. Percuma bayar mahal jika masakannya tidak enak."      

Lona tergelak tawa menyindir Zico. Hubungan mereka sangat kaku sebagai ibu dan anak. Lona bangkit dari kursi, melangkah menuju meja bundar. Menuangkan teh hijau dari teko porselen dan menuangkannya dalam dua cangkir. Dengan anggunnya Lona membawa kedua cangkir itu dan meletakkannya di meja Zico dan mejanya.     

"Minumlah! Teh hijau ini sangat baik untuk kesehatan."     

Tanpa bertanya Zico meminum teh hijau yang sudah disajikan Lona. Rasanya sangat enak. Zico tahu teh hijau pemberian Lona teh dengan kualitas terbaik yang pernah ada.     

"Kamu harus membuat suatu rencana Zi jika hasil tes DNA itu telah keluar," ucap Lona setelah menghabiskan tehnya.     

"Mami jangan bersikap tidak tahu malu. Anak itu lahir karena pemerkosaan. Mami bahkan tahu jika ibunya trauma melihat anak itu karena mirip denganku. Jangan pernah berpikir akan mengambil anak itu dari ibunya." Zico bisa menebak isi pikiran Lona.     

"Jika tidak anak itu siapa lagi yang akan jadi pewaris kita Zico? Siska tidak pernah bisa punya anak. Dan kau memilikinya," ujar Lona emosional.     

"Dia belum tentu anakku." Zico bersikeras dengan pendapatnya walau ia yakin jika Alvin adalah anaknya.     

Lona bangkit dari kursi. Ia menggebrak meja hingga makanan di atas meja berserakan di lantai. Selalu terjadi keributan besar jika mereka sudah bertemu.     

"Dia anakmu dan dia cucuku," ucap Lona histeris. Lona merasakan ikatan batin ketika melihat anak itu untuk pertama kali.     

"Besok baru diketahui hasilnya mami."     

"Kehadiran anak itu akan membersihkan nama burukmu. Rekan bisnis dan teman sosialita mami tidak akan mencibirmu lagi sebagai laki-laki mandul. Masih berharap ada wanita yang mau menikah denganmu jika mereka masih menganggap kamu mandul?"     

"Peduli setan dengan semua itu." Zico bangkit dari kursi. Perlahan-lahan ia meninggalkan Lona yang tengah frustasi. Zico menghentikan langkahnya dan menoleh pada Lona.     

"Aku mau istirahat mami. Good night."     

Malam ini Zico tidak bisa tidur dengan nyenyak. Bayangan kelam masa lalu saat pemerkosaan Dian menghantuinya. Zico merasa sangat bersalah dan berdosa. Gara-gara dia, Dian terpaksa dirawat di rumah sakit jiwa. Kenyataan wanita itu mengandung anaknya membuat Zico semakin bersalah. Pasti tak mudah bagi Dian melewati semuanya. Diperkosa dan mengandung anak dari si pemerkosa.     

"Jika waktu bisa diulang kembali aku tidak akan melakukannya Dian. Aku tahu sampai kapanpun kamu tidak akan pernah memaafkan aku. Aku bersalah telah menyakiti kamu. Aku tak lebih baik dari Bara bahkan aku lebih gila daripada laki-laki itu. Mungkin aku tak pernah bahagia karena kutukan kamu Dian." Zico bicara sendiri.     

Keesokan harinya pintu kamar Zico diketuk dari luar. Seorang pelayan datang menyampaikan jika dokter Casandra telah datang. Zico membersihkan diri lalu menemui sang dokter di meja makan.     

Lona mengajak dokter Casandra untuk sarapan bersama. Wanita enam puluh tahunan itu sangat bahagia, wajahnya berseri-seri. Zico bisa membaca keadaan jika mood maminya sedang baik.     

"Selamat pagi dokter," sapa Zico dengan ramah.     

"Selamat pagi Pak Zico."     

Zico duduk di depan dokter Casandra dan menatapnya dengan tajam.     

"Langsung saja dokter. Aku tidak suka basa-basi," ucap Zico penuh penekanan.     

"Wow sabar Zi. Sudah tak sabaran ya." Lona menyindir sang putra. "Sarapan dulu."     

Zico melambaikan tangan ke udara isyarat untuk diam. Dokter Casandra segera mengambil amplop putih hasil tes DNA dan menyerahkannya pada Zico.     

Zico segera membuka segel amplop dan membaca isinya. Mata membelalak tak percaya. Lona menang, tebakannya benar. 99,9 persen DNA-nya dan Alvin sama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.