Part 289 ~ Menikahlah Dengan Dian!
Part 289 ~ Menikahlah Dengan Dian!
Tanganku bergetar memegang kertas laporan hasil tes DNA. Aku seakan tak percaya dengan hasilnya. Aku dan Alvin adalah ayah dan anak. Tanpa aku sadari air mataku keluar, aku menangis bukan karena sedih tapi terharu. Aku menatap mami menyakinkan apa yang aku liat tidak salah. Mami mengangguk dan menangis terharu. Beliau bahagia akhirnya memiliki cucu.
Ada kebahagiaan yang membuncah dalam hatiku. Satu sisi aku lega jika aku tidak mandul bahkan aku punya anak tanpa aku ketahui kehadirannya. Satu sisi aku merasa kasihan dengan anakku yang besar tanpa kehadiran seorang ayah bahkan dia tidak mengenal ayahnya.
Untung saja anakku laki-laki jika perempuan pasti dia akan menderita ketika dewasa. Jika anakku perempuan aku tak bisa menikahkan dia nanti ketika dewasa karena hubungan nasab di antara kami tidak ada, hanya ada hubungan biologis. Aku ayah biologis dari Alvin. Aku ucapankan dan aku renungkan nama Alvin dalam kalbuku.
"Bagaimana Zi? Masih tidak percaya dengan mami?" Mamiku bertanya menatapku dengan senyum penuh kemenangan. Kali ini aku harus berterima kasih pada mami karena telah menemukan anakku.
Aku mendekati mami dan aku bersimpuh di hadapannya. Aku mencium kedua tangannya. Ada setitik air di pelupuk matanya namun mami berusaha menutupinya.
"Dokter Casandra anda bisa pergi. Aku akan kirim pembayarannya via rekening. Beritahu mamiku nomor rekeningmu." Aku meminta dokter Casandra pergi.
Aku melihat dokter Casandra tersenyum dengan wajahnya berbinar-binar. Bagaimana dokter itu tidak senang jika uang yang akan aku berikan sangat besar. Dia bisa pergunakan untuk DP beli rumah minimalis.
"Baik Pak Zico. Terima kasih." Dokter Casandra undur diri dari hadapan kami.
Mami menghapus air mataku dan menuntunku untuk duduk disampingnya.
"Setelah kamu tahu semuanya apa yang ingin kamu lakukan Zi?" Mami menatapku nanar. Aku melihat mata mami berkaca-kaca. Beliau bahagia karena telah memiliki cucu.
Aku mengangkat bahu tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku saja masih tak percaya jika telah menjadi seorang ayah bahkan sejak lima belas tahun yang lalu. Kasihan nasib anakku, apakah selama ini dia baik-baik saja? Apakah dia pernah dicap sebagai anak haram karena lahir di luar nikah?
"Kenapa kamu tidak tahu Zi. Dia anakmu dan kita harus menemuinya." Mami bersikeras membawaku bertemu dengan Alvin.
"Tidak semudah itu mami."
"Walau tidak mudah kita harus dekat dengan Alvin. Ingatlah hanya dia satu-satunya pewaris keluarga kita. Hanya Alvin." Mami menekanku.
"Tapi mi, Dian tidak akan tinggal diam. Dia pasti tidak akan mengijinkan kita untuk menemui Alvin."
"Temui tanpa sepengetahuan Dian."
"Jangan gila mi." Aku mencebik kesal. Sikap egois mami kembali muncul.
"Mami tidak gila Zico. Kalo perlu kamu nikahi ibunya Alvin biar kalian bertiga tidak berpisah."
"Jangan bicara sembarangan mami."
"Mami tidak bicara sembarangan. Kamu perbaiki dirimu menjadi orang yang lebih baik. Datang pada Dian dan nikahi dia demi anak kalian." Mami berteriak keras. Aku melihat urat di leher mami menonjol keluar. Jika mami emosi urat lehernya akan menonjol.
Aku mendelik kesal pada mami. Seenaknya saja bicara agar aku menikahi Dian. Jangankan menikahinya, mendekatinya pun aku pasti tidak bisa. Dia sangat membenciku dan aku yakin dia akan membawa kebenciannya hingga ke liang lahat. Aku maklum, jika Dian sangat membenciku. Apa yang aku lakukan dengannya di masa lalu sangatlah kejam.
Gadis kecil itu telah aku renggut kesuciannya. Aku merusak masa depannya. Aku memang bajingan dan tak pantas dimaafkan. Aku telah memberi warna hitam dalam hidup Dian. Tak mudah bagi gadis lima belas tahun mendapatkan cobaan seberat itu. Diperkosa secara brutal, mengalami gangguan psikologis lalu hamil dan menjadi ibu di usia yang masih muda.
Jika gadis seumuran Dian kala itu sibuk main di mall dan baru mengenal cinta monyet, tidak dengan Dian. Dia telah memikul beban berat. Jika tidak kuat iman bisa saja bunuh diri.
Mami menarik kerah bajuku dan menatapku nanar. Aku melihat ada pergolakan batin dalam diri mami. Rasa ingin memiliki cucu sangat besar. Mami hidup kesepian tanpa ada kami disisinya. Kehadiran cucu akan membuat kesepiannya hilang.
Aku tetap tinggal seorang diri setelah bercerai dengan mantan istriku. Siska, adikku tinggal di Australia ikut suaminya dan mereka mengadopsi anak dari panti asuhan. Mami tidak mengakui anak angkat Siska sebagai cucunya karena bukan darah daging Siska. Anak itu tetap orang asing bagi mami walau anak itu berusaha mengambil hati neneknya.
"Dengarkan mami kali ini Zico." Aku melihat mata mami bak elang.
"Apa yang harus aku dengarkan mami?" Aku melepaskan diri dari cengkramannya mami. Sesak juga lama-lama.
Aku mengibaskan pakaianku dan mengambil segelas air. Aku duduk merenungkan apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Entahlah, aku bingung bagaimana menghadapi anakku nanti. Dari cerita mami, anakku sangat pintar bahkan dewasa sebelum waktunya. Dia tampan sama sepertiku dan juga berprestasi di sekolah.
Aku berteriak histeris dan bingung dengan keadaan yang aku alami sekarang. Jika Alvin tahu jika kelahirannya akibat dari pemerkosaan yang aku lakukan pada ibunya, pasti dia akan membenciku dan tak menganggap aku ada.
Tuhan apa yang harus aku lakukan?
"Zico. "Mami memanggilku. Aku melambaikan tangan tak ingin mendengar apa pun ucapan mami. Aku yakin mami akan mendesakku menemui Alvin dan membuat pengakuan atau memaksa Alvin untuk tinggal bersama kami.
"Jangan bicara lagi mami. Aku tahu apa yang akan mami bicarakan."
Mami menangis tersedu-sedu sampai tergugu. Tak menyangka responku diluar prediksinya. Mami pikir setelah aku tahu semuanya, aku akan egois mengambil Alvin dari sisi Dian. Tak semudah itu mi. Aku pun tak sejahat itu. Aku telah bertaubat dan tak ingin mengulangi kesalahan di masa lalu. Aku tak ingin merenggut sesuatu yang bukan milikku.
Aku memang ayah kandung dari Alvin, namun kelahirannya juga tak pernah aku inginkan. Aku hanya melampiaskan nafsu binatangku pada ibunya. Jika Alvin tahu aku pernah memperkosa ibunya dan juga Bara pasti dia akan jijik padaku dan tak mengakui aku sebagai ayah.
Kesalahanku di masa lalu memang sangat fatal. Bara memang salah karena telah memperolok Sisil. Adikku jatuh cinta Bara dan dia mengirim surat cinta padanya. Bara yang dasarnya usil memberi tahu teman-temannya soal surat Sisil dan bahkan Sisil mengatakan cinta.
Sisil menjadi bahan cemoohan dan hinaan di kampus. Tak kuat menghadapinya dia bunuh diri. Sisil meninggalkan surat wasiat. Dia menuliskan alasannya bunuh diri. Aku yang kala itu masih muda dan tak bisa meredam emosi mencari Bara sampai dapat. Dia harus membayar perbuatannya. Bara penyebab Sisil bunuh diri. Nyawa harus di bayar dengan nyawa.