Part 278 ~ Aku Akan Belajar Mencintaimu
Part 278 ~ Aku Akan Belajar Mencintaimu
Dila terbangun dari tidurnya. Ia melihat jam dinding telah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Efek bercinta membuat tidurnya nyenyak.
Dila bangkit namun tubuhnya ditahan oleh Bara.
"Mau kemana?" Tanya Bara dengan suara serak.
"Aku mandi. Lengket semuanya." Dila menutup dadanya dengan kedua tangan.
Bara tertawa terkekeh-kekeh melihat sikap konyol istrinya.
"Kenapa tertawa?" Dila tak suka Bara mentertawainya.
"Kenapa ditutup segala. Udah liat semuanya juga."
"Bara," cebik Dila kesal.
"Mau kena hukum?" Bara kembali menebarkan ancaman. "Berapa kali kubilang jangan panggil nama sama suami."
"Iya," gerutu Dila kesal. "Aku mau mandi."
"Janganlah. Tangggung." Bara bangkit dari sofa.
"Enggak ada ronde kedua. Aku capek dan lapar," tolak Dila mentah-mentah.
"Mandi berdua?"
"Tidak mau."
"Kenapa?"
"Mandinya akan lama karena kamu minta ronde kedua," balas Dila memungut pakaiannya di lantai.
Setelah mengambil semua pakaiannya Dila berlari cepat menuju kamar. Bara tertawa terkikik melihat kelakuan istrinya. Ia pun bangkit dari sofa dan memungut pakaian dan menyusul Dila ke kamar.
Bara mau masuk kamar mandi namun pintu di kunci dari dalam. Mungkin Dila tahu jika Bara akan menyusul sehingga ia menutup pintu kamar mandi.
Tiga puluh menit Bara menunggu Dila. Akhirnya Dila keluar dari kamar mandi berbalut kimono handuk.
"Mandi lagi dan sholat," ucap Dila berpapasan dengan Bara.
"Iya sayang." Bara akan menyentuh dagu istrinya namun Dila menghindar.
"Aku sudah wudhu. Jangan macam-macam." Dila mewanti-wanti.
"Maaf sayang," balas Bara menenteng handuk.
Dila segera menunaikan sholat magrib sebelum waktunya habis. Bara pun sholat setelah mandi. Dila mengganti pakaian dengan daster.
"Yuk makan sayang," ajak Dila menarik tangan suaminya.
"Dasteran aja cantik apalagi enggak pakai daster," goda Bara sekali lagi.
"Jangan gombal. Mari makan," kata Dila ketika mereka sampai di meja makan. ART sudah membuatkan masakan untuk mereka dan terhidang di meja makan.
Makan malam kali ini sambel cumi asin, dendeng balado, capcay, kerupuk emping dan ikan tuna.
Dila berperan sebagai istri yang baik untuk suaminya. Ia melayani Bara makan. Ia bahkan menyendokkan nasi ke piring Bara.
"Terima kasih istriku sayang," ucapnya masih menggombal.
"Hmmmmm," jawab Dila singkat.
Mereka berdua cuci tangan di kobokan dan mulai makan. Kebiasaan orang Minang kalo makan lebih suka pakai tangan daripada sendoh. Nikmatnya makan lebih berasa dan nikmat.
"Hmm enak sekali," kata Bara menambah nasi. Entah makanannya yang enak atau perutnya sangat lapar karena energinya terkuras saat bercinta.
"Masakan mbak Tuti memang enak," ucap Dila memuji masakan ART Bara.
"Iya sangat enak."
"Kapan-kapan aku akan masak buat kamu biar kamu tahu gimana masakan aku," ucap Dila menatap Bara yang lahap makan.
"Terima kasih sayangku. Aku enggak maksa kamu buat masak. Aku tahu kamu juga sibuk kerja."
Setelah makan Dila dan Bara bersantai menonton TV di ruang tengah.
"Dila kita udah pisah rumah selama seminggu. Jujur aku enggak kuat lama-lama berpisah dari kamu. Aku sangat mencintaimu," ucap Bara membelai wajah Dila. Bara menjelajahi setiap lekuk wajah istrinya. Terakhir tangannya mengusap bibir Dila yang bengkak karena ciumannya.
"Kamu terlalu sering mengucapkannya."
"Dila aku sudah beri kamu waktu. Apakah keputusan kamu?"
"Kamu mau dengar sekarang?"
"Iya aku mau dengar."
"Aku tahu tadi kamu memprovokasi Fatih agar kamu tahu reaksi aku bukan?"
Bara tertawa cengengesan dan tak bisa mengelak. "Kamu pegawai bank apa cenayang? Kok tahu aja?"
"Aku bukan orang yang bodoh yang tidak mengerti maksud kamu bertanya seperti itu pada Fatih."
"Istriku sangat pintar dan tak bisa dibohongi. Bangga memilikimu sayang."
"Bara jangan merayu lagi," cebik Dila kesal dengan kegombalan Bara.
Cup...Bara mencium bibir Dila sekilas.
"Lupa ya?" Bara mengingatkan.
"Pasti kamu berharap aku lupa agar kamu puas menciumku bukan?"
"Hahahahhahaha. Lagi-lagi tebakan kamu benar. Aku harap kita berdua tidak seperti orang asing lagi dan lebih intim."
"Lebih intim bagaimana?"
"Kita semakin dekat dan tak ada lagi rahasia di antara kita."
"Kamu yang banyak rahasia bukan aku." Dila mengultimatum.
"Bagaimana kelanjutan hubungan kita? Apa pun keputusannya kamu tetap akan jadi istriku seumur hidup. Cukup kematian yang memisahkan kita seperti papa dan mama. Biarlah aku dibilang egois. Aku terlalu mencintai kamu sehingga aku tidak mau kehilangan kamu."
"Dasar tuan egois." Dila mencibirkan bibirnya.
Bibirnya langsung dilumat oleh Bara. Dila mencubit puting payudara Bara hingga laki-laki itu melepaskan ciumannya.
"Dila sakit," cicit Bara mengelus dadanya.
"Kamu itu mesum terus. Enggak liat bibir aku udah bengkak. Kalo aku layani nafsu kamu mungkin aku enggak bisa jalan besoknya." Dila memarahi sang suami dengan memasang tampang judes.
Bara tertawa terpingkal-pingkal mendengarkan ucapan istrinya. Dila benar jika ia dibiarkan lepas kendali bisa jadi keesokan harinya Dila tak bisa berjalan.
"Jadi kamu mau kembali padaku dan menjalani pernikahan kita sampai akhir hayat?"
"Aku bersedia tapi dengan syarat."
"Syaratnya apa?"
"Jika kamu tergoda kembali ke pergaulan gay maka aku akan meninggalkan kamu. Aku akan pergi jauh hingga kamu tidak akan pernah menemukan aku."
Bara memeluk Dila dengan erat. Sesekali mencium pundak Dila.
"Tidak akan pernah. Aku benar-benar telah bertaubat. Aku tidak akan kembali ke dunia itu. Aku sudah meninggalkannya. Itu masa lalu bagiku. Masa depanku adalah kamu dan calon anak-anak kita," ucap Bara menangis bahagia mengelus perut Dila semoga Bara junior segera hadir. Umurnya sudah tiga puluh lima tahun dan sudah pantas memiliki anak.
"Amin," balas Dila tersenyum manis.
"Apa kamu mencintaiku?"
Dila tergagap dan terdiam, "Aku belum bisa menjawabnya. Jika kamu tanya aku menyayangimu ya aku sayang sama kamu. Jika kamu tanya apakah aku mencintaimu? Aku belum mencintaimu tapi akan belajar mencintaimu."
"Terima kasih telah menerima aku sayang." Bara mengecup kedua tangan Dila. Ia menangis karena terharu.
Dila bukannya tak tahu jika Bara sangat mencintainya. Pria itu benar-benar ingin bertaubat dan melupakan masa lalunya. Mengingat hakikat jodoh Dila pun memberikan kesempatan untuk Bara. Pernikahannya dengan Bara adalah ladang ibadah dan pelajaran hidup untuknya.
Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan agar saling melengkapi. Tuhan menyatukan dua orang berbeda karakter juga untuk saling menutupi kekurangan masing-masing. Dari kekurangan pasangan, kita bisa belajar untuk sabar.
"Tapi aku belum bisa memaafkan kebohongan papa," ucap Dila membuat Bara jadi sedih.
"Tidak bisakah kamu memaafkan papa. Jika kamu menerimaku berarti kamu juga harus memaafkan papa. Jika papa tidak ikut campur dalam hubungan kita belum tentu pernikahan kita akan terjadi. Mungkin sampai detik ini aku masih menjadi gay dan berpacaran dengan Egi. Papa hanya ingin yang terbaik untukku," ucap Bara dengan ekspresi sedih.
"Berikan aku waktu Bara."
Cuppp….."Satu ciuman lagi karena memanggil namaku."