Jodoh Tak Pernah Salah

Part 275 ~ Pelantikan Rektor Baru ( 4 )



Part 275 ~ Pelantikan Rektor Baru ( 4 )

"Apa ada kemungkinan bro dan Dian akan taaruf?" Tanya Bara lancang hingga membuat Dian menendang kakinya.     

"Dian apa-apaan sich kamu?" Bara bicara dengan pelan agar tak di dengar Fatih dan Dila. Bara memarahi Dian karena kakinya sangat sakit. Dian menendang enggak kira-kira pake kekuatan super.     

"Bos apa-apaan sih?" Dian juga berbicara dengan pelan. Dian tak suka dengan pertanyaan Bara. Dia dan Fatih tidak punya hubungan apa-apa. Mereka hanya berteman.     

"Orang kalo liat kalian pasti mikirnya kalian pacaran."     

"Pak ketua ngomong apa sich?" Dila menginterupsi pembicaraan suaminya dan Dian.     

"Tidak ada," balas Bara memberikan senyum palsu.     

Kening Fatih berlipat tiga mendengar Dila memanggil suaminya Pak ketua. "Kok manggil suami Pak ketua Dil?"     

"Maklum bro. Malu manggil sayang atau suamiku depan orang ramai," balas Bara cengengesan.     

"Oooooo. Kirain," ujar Fatih ambigu.     

"Kirain apa?" Bara mendelik pada Fatih.     

"Kirain kalian lagi berantem gitu," ucap Fatih sekenanya.     

"Enggak kok. Kami baik-baik saja," jawab Dila tergagap. Fatih tahu aja jika ia dan Bara sedang bertengkar. Andai Fatih tahu jika dia dan Bara telah pisah rumah pasti bakal kena ceramah panjang.     

"Aman kok bro." Bara mengulas senyum di bibirnya seraya mengambil kesempatan untuk merangkul sang istri walau Dila tak nyaman. Dila tak enak pada Fatih. Laki-laki itu menatapnya mimic sedih.     

"Makan dulu baru kita ngobrol." Dian memberikan usul.     

Smartphone Dila berdering. Panggilan masuk dari Niken.     

"Kep masih lama ngobrol ma rektor UIA?"     

"Kenapa Niken?"     

"Nasabah aku mau pencairan kredit kep dan mau take over ke bank lain. Janjinya jam satu abis makan siang."     

"Ya udah kamu balik aja ke kantor selesaikan kerjaan kamu. Tinggalkan aja kep disini. Kalo udah selesai nanti kep telpon Bobi buat jemput."     

Klik! Panggilan telepon terputus.     

"Kep itu apa Dil?" Fatih bertanya karena penasaran. Kenapa Dila memanggil dirinya kep.     

"Kep itu artinya atasan bro. Panggilan atasan di kantor Dila kep. Biasanya atasan yang dipanggil kep masih muda." Bara yang malah menjelaskan pada Fatih.     

Fatih manggut-manggut tanda mengerti. Ia sudah selesai makan dan sedang memakan buah segar.     

"Bro pertanyaan tadi belum dijawab lo. Dian ini enggak hanya asisten bagi aku, tapi udah kayak adik. Bro mau taarufan sama Dian?"     

"Bos," cebik Dian kesal. Dian kembali menendang kaki Bara.     

"Dian kamu apa-apaan sich? Kalo sekali lagi tendang kaki aku bonus kamu dipotong." Sungut Bara kesal.     

"Bos menyebalkan sekali. Aku dan kak Fatih hanya teman dan enggak ada hubungan apa-apa. Kok enggak percaya sich."     

"Mana tahu kalian jodoh," balas Bara seenaknya menatap istrinya. Menguji Dila apakah masih ada rasa pada Fatih atau tidak. Bara tak ingin posisinya sebagai suami terancam dengan kehadiran Fatih. Apalagi rumah tangga mereka dalam masalah sekarang.     

Dila semakin tidak nyaman dengan suasana sekarang. Dian dan Fatih?? Kenapa mereka bisa dekat, sedekat ini? Satu hal disadari oleh Dila jika ia dan Fatih memang tak ditakdirkan bersama. Hubungan mereka hanya sebatas kakak dan adik. Dila mengerti jika dia harus mencintai Bara karena laki-laki itulah yang Tuhan kirimkan sebagai jodohnya. Pelengkap hidupnya.     

Dila memberi senyuman pada Bara bahkan ia menggenggam tangan sang suami. Bara pun kaget dengan sikap Dila namun bahagia. Sang istri telah mencair dan menerimanya.     

"Aku dan Dian hanya berteman saja. Kalo jodoh ya kami tidak tahu. Rumor di media sosial jangan didengarlah. Mereka hanya bikin berita itu biar trending dan banyak yang baca."     

"Nah benar." Dian menjentikkan jari mendukung Fatih.     

Dian memang tak memiliki perasaan apa-apa pada Fatih. Orang seperti dia tak bermimpi mendapatkan pasangan sesempurna Fatih. Dian cukup tahu diri. Ia gadis yang tak lagi suci dan sudah punya anak. Lagian dia juga bukan wanita muslimah yang berhijab. Laki-laki seperti Fatih pasti mencari istri yang sama taatnya dengan dia. Sekelas anak Kyai saja ditolak apalagi Dian?     

"Dila kamu katanya mau ajak kerja sama. Kerja sama dibidang apa?" Fatih mengajak Dila bicara.     

"Gini lo uda. Kami mau ajak kerja sama pengelolaan pembayaran SPP UIA ( Universitas Islam Alabdy). Jadi pembayaran SPP mereka bayar di bank aja. Kami yang menerima pembayaran itu. Pihak kampus tenang aja tunggu uangnya masuk rekening. Data mahasiswa kami tarik dari server UIA. Pihak kampus pun bisa mengecek berapa mahasiswa yang bayar karena server kita terkoneksi. Keuntungan dari pihak UIA bendahara tidak kerepotan dan kesulitan dalam menerima uang SPP mahasiswa. Jika bendahara kampus yang terima rentan akan kehilangan, selisih dan kurangnya tenaga. Jika membludak bendahara enggak bisa terima."     

"Menarik." Fatih manggut-manggut. "Lalu?"     

"Pihak bank saja yang mengelola dana itu uda. Kami juga menawarkan pembuatan kartu mahasiswa istilah KTM yang bisa digunakan sebagai kartu ATM. Pihak UIA bisa menghemat biaya pembuatan kartu mahasiswa. Biar kami saja yang membuatkan."     

"Prosedur mahasiswa dapat KTM gimana?"     

"Mahasiswa tinggal buka tabungan sama kami dan nanti dibikinkan KTM. KTMnya akan memuat informasi nama mahasiswa, nomor induk mahasiwa, jurusannya, fakultasnya dan nama kampus. Logo UIA dan MBC ada di KTM itu. Pembuatan rekeningnya secara massal sehingga pengerjaannya lebih cepat." Dila menjelaskan.     

"Hmmm menarik." Fatih berkomentar. "Selain itu apa keuntungan lain jika UIA kerja sama dengan bank MBC. Itu Syariah nggak?"     

"Bank MBC juga punya unit usaha syariah ( UUS ). Kalo uda maunya syariah kami akan kasih syariah. Kalo bisa sekalian gaji pegawai UIA pindah ke kami. Pegawai pun dapat keuntungan banyak. Jika kita sepakat untuk PKS ( Perjanjian Kerja Sama ) bagi pegawai yang butuh dana bisa melakukan pinjaman dan pembayarannya bisa dipotong dari gaji."     

"Penawarannya hampir sama dengan bank sebelah. Baiklah Dila mungkin aku diskusikan dulu dengan bagian keuangan baiknya seperti apa. Setelah kami mendiskusikannya nanti kami akan kasih tahu."     

"Uda kerja sama sama kami saja ya," pinta Dila memelas. "Tak ada pelayanan yang lebih baik seperti pelayanan bank kami. Untuk teknologi kami nomor satu dan tak akan mengecewakan. Kalo bisa semua dana UIA pindahkan saja ke kami dan akan kami kelola."     

Fatih tersenyum manis menatap Dila, "Gini banget ya persaingan antar bank."     

"Ya iyalah. Siapa cepat itu dapat, apalagi sekelas UIA yang sedang naik daun. Uda jadi rektor UIA saja sudah menjual. Tamatan Universitas Al-Azhar."     

"Hmmmmmm." Bara bergumam karena cemburu. Dila kalo muji Fatih tidak kira-kira. Masa muji laki-laki lain di depan suami sendiri.     

"Kayaknya AC kurang dingin," sarkas Dian memandang Bara. "Ada yang kepanasan ini."     

"Masa AC kurang dingin?" Fatih memicingkan mata melihat sekeliling. "Auditorium ini AC sentral lo. Enggak mungkin panas."     

"Berarti aku salah kak. Bukan AC yang panas berarti." Dian melotot pada Bara. Dian bahagia karena Bara terbakar cemburu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.