Jodoh Tak Pernah Salah

Part 273 ~ Pelantikan Rektor Baru ( 2 )



Part 273 ~ Pelantikan Rektor Baru ( 2 )

Bara dan Dian bersama rombongan walikota dan gubernur menuju Universitas Islam Alabdy. Mereka juga diundang pihak universitas. Bara sibuk memainkan smartphone melihat berita Dian dan Fatih yang sangat viral di dunia maya. Kedekatan Fatih dan Dian membuat Bara bertanya-tanya. Selama dua hari ini Bara bungkam namun hari ini dia ingin mempertanyakannya pada Dian.     

"Ada hubungan apa kamu sama Fatih?" Tanya Bara dalam mobil. Dian duduk bersamanya di kursi belakang.     

Dian menoleh pada Bara dan berniat menggoda sang bos, "Kenapa bos tanya? Pasti mau kepo? Bos cemburu?"     

Bara mencebikkan bibirnya seakan memberi tahu Dian bukan dia yang ada dihatinya.     

"Jangan GR kamu. Aku penasaran saja. Masa kamu tipe ceweknya Fatih?"     

Gigi Dian bergemeletuk. Ucapan Bara secara tidak langsung menghinanya, "Maksud bos apa?" Dian berkacak pinggang.     

"Cowok model Fatih pasti tipenya bukan kamu. Pasti dari kalangan yang sama dengan dia. Minimal ceweknya berhijab. Biasanya cowok sealim dia punya cewek berhijab panjang yang menutupi dada."     

"Bos ngeselin deh." Gerutu Dian kesal. Andai saja Bara bukan bosnya pasti sudah digeplak.     

Akhirnya mobil rombongan mereka sampai di Universitas Islam Alabdy. Pihak universitas memberikan sambutan hangat untuk kedatangan mereka, bahkan disambut dengan tari pasambahan. Tari pasambahan adalah tarian tradisional Minangkabau dalam rangka penyambutan kedatangan tamu sebagai ucapan selamat datang dan penghormatan pada si tamu.     

Tari ini disajikan oleh 9 penari yang terbagi dalam tiga kelompok. Pertama, dua orang penari laki-laki membawakan gerak pencak silat. Kedua, empat orang penari perempuan yang menari lembut dan anggun. Dan ketiga, tiga perempuan dengan satu orang pembawa carano dan dua orang sebagai pendampingnya.     

Carano sendiri adalah sebuah wadah berbentuk dulang berkaki terbuat dari kuningan. Di dalamnya berisikan sirih, pinang, sadah dan gambir. Carano beserta isinya adalah simbol putih hati. Tamu yang disuguhi boleh mengambil, memakan atau hanya menyentuhnya saja sebagai isyarat bahwa sang tamu menghormati penghormatan.     

Pola lantai yang digunakan adalah penari laki-laki berada di depan sejajar agak berjarak, kemudian 4 penari dibelakang para penari laki-laki dengan dua berada di sisi kanan dan dua berada di sisi kiri. Sementara itu, pembawa carano beserta pendampingnya berada di belakang berdiri sejajar dan agak rapat.     

Para penari laki-laki memulai dengan gerakan silat. Setelahnya mereka mundur ke belakang dan para penari perempuan menari membawakan gerak tari yang lembut dan anggun. Selanjutnya, pembawa carano bersama pendampingnya berjalan maju ke depan dengan anggun untuk menghampiri tamu kehormatan.     

Di depan tamu, pendamping di sisi kiri membuka kain penutup carano dan pendamping di sisi kanan mempersilahkan tamu mengambil sirih dalam carano. Ketika prosesi tersebut selesai, mereka kembali menuju pentas. Setelah itu, penari laki-laki dan penari perempuan pun melanjutkan tarian hingga musik selesai.     

Tata busana untuk para penari laki-laki biasanya memakai celana galembong dengan baju taluak balango, sesamping, ikat pinggang dan destar. Empat penari perempuan mengenakan sarung atau kodek, baju kurung dan sunting rendah atau penutup kepala busana Minangkabau yang telah dimodifikasi.     

Untuk busana pembawa carano digunakan suntiang gadang dan para pendampingnya memakai tengkuluk tanduk. Sementara itu, alat musik yang digunakan untuk mengiringi Tari Pesembahan adalah seperangkat alat musik diatonis. Memadukan musik dari seperangkat talempong, gadang, bansi, dan sarunai.     

Walikota, gubernur dan Bara mendapatkan kesempatan untuk merobek daun sirih dari dalam carano. Setelah tari pasambahan selesai dilaksanakan pihak universitas menuntun mereka untuk masuk auditorium dan menunjukkan tempat duduk mereka.     

Hati Dila berdesir kali melihat sang suami berjalan beriringan bersama walikota dan gubernur. Ada setitik kerinduan untuk Bara namun perasaan itu ditepisnya. Dila tersenyum dari jauh melihat sang suami yang tak menyadari kehadirannya.     

Niken melihat ke arah pandangan Dila. Niken tersenyum melihat tingkah Dila. Pantas saja sang atasan bengong melihat rombongan walikota dan gubernur ternyata ada suami tercinta disana. Niken menyenggol lengan Dila.     

"Cie…cie…lagi mandangin suami tercinta. Pantes saja sampai ileran kayak gini," ucap Niken menggoda sang atasan.     

"Niken," gerutu Dila mengelap bibirnya. "Mana ada kep ileran?"     

"Habis kep mandangin Pak ketua kayak gitu banget. Kayak enggak ketemu beberapa hari aja."     

Niken asal kamu tahu kami berdua pisah rumah untuk sementara. Aku merindukannya tapi aku malu mengakui perasaanku. Apa dia baik-baik saja? Apa Bara makan dengan teratur? Bisik Dila dalam kalbu.     

Setelah rombongan walikota dan gubernur duduk. Dian menyusul dari belakang dan mencari tempat duduk. Matanya melihat Dila duduk dibarisan belakang. Dian segera menghubungi sang atasan.     

"Bos kangen istri nggak?" Goda Dian di telepon.     

"Ya kangenlah," balas Bara dengan nada kesal. Sudah tahu dia kangen dengan Dila masih saja diperolok.     

"Liat barisan keempat dari belakang. Di pojokan ada wanita memakai blazer dan jilbab biru, Itu istri tercinta bos," ucap Dian sebelum mematikan telepon.     

Bara melihat ke belakang sesuai dengan petunjuk Dian. Bara tersenyum manis melihat sang istri berbicara dengan Niken. Bara merasakan kesejukan dihatinya melihat Dila dalam balutan hijab. Bara mengagumi kecantikan rupa sang istri. Cinta Bara semakin dalam pada sang istri. Bara pun berjalan menuju kursi Dila. Kebetulan acara pelantikan belum dimulai apa salahnya menyapa sang istri. Mereka sudah pisah ranjang selama beberapa hari.     

"Selamat pagi menjelang siang istriku," sapa Bara tersenyum manis mengecup telapak tangan sang istri.     

Dila kaget dan shock ternyata Bara melihat kehadirannya. Ciuman di tangannya membuat darahnya berdesir-desir.     

"Pak ketua," balas Dila terbata-bata.     

Melihat kecanggungan sang atasan Niken menyenggol lengan Dila. "Kep segitunya kaget disapa Pak ketua. Balas dong kep. Masa panggil suami Pak ketua. Kaku banget."     

"Mungkin aku terlalu tampan sehingga Dila sampai bengong." Bara mencandai Dila.     

"Bisa jadi Pak," balas Niken tertawa cekikikan.     

"Kamu cantik banget sayang pake hijab. Coba bisa make tiap hari pasti makin cantik. Biar aku saja yang melihat kamu tanpa hijab." Goda Bara semakin membuat Dila merona. Malu apalagi ada Niken disini.     

Dila malah mencubit pinggang Bara hingga laki-laki itu teriak kesakitan.     

"Sakit sayang," rintih Bara mengusap pinggangnya.     

"Kamu sich enggak tahu tempat." Gigi Dila bergemeletuk menatap sang suami. Dila malu pada Niken.     

"Salah muji istri sendiri cantik?"     

"Hmmmmmm." Niken bergumam menarik perhatian Dila dan Bara. "Gini amat nasib jadi nyamuk. Liatin dua sejoli mesra-mesraan seakan dunia milik mereka berdua."     

"Bara kamu ah." Dila menutup wajahnya karena malu.     

"Ya udah aku ke depan dulu ya sayang. Jangan pulang dulu. Aku mau ngobrol sebentar." Bara mengedipkan mata dan lalu pergi ke depan menuju tempat duduknya.     

Dila pun mengangguk seakan memberikan jawaban iya atas ajakan Bara bertemu sebelum pulang nanti.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.