Part 270 ~ Penembakan di Supermarket
Part 270 ~ Penembakan di Supermarket
Keadaan supermarket menjadi kacau tak terkendali. Suara tangisan anak-anak, perempuan dan orang tua terdengar nyaring. Fatih merinding melihat keadaan yang sangat mencekam. Ia masih trauma pernah terjebak demonstrasi rakyat Mesir untuk menggulingkan kekuasaan presiden Mesir pada tahun 2013. Fatih menjadi sandera para demonstran yang ingin Husni Mubarak lengser. Peristiwa itu tak bisa dilupakan Fatih begitu saja. Rasa trauma itu masih membekas sampai sekarang.
Nyawa yang tak bersalah berlimpangan di lantai supermarket. Si tentara membabi buta menembaki orang, tak mengenal anak kecil, perempuan atau orang tua. Dian bisa melihat dengan jelas apa yang dilakukan si tentara. Pengunjung restoran tak ada yang berani keluar karena si tentara menembaki pengunjung dari depan restoran. Pengunjung bersembunyi di bawah meja karena tak ingin jadi korban selanjutnya. Dian mengikat rambutnya dan beranjak dari restoran untuk menghentikan si tentara.
"Dian apa yang kamu lakukan?" Fatih gemetar seraya berzikir agar diberi perlindungan oleh Tuhan.
"Aku akan menghentikan dia kak, jika tidak semakin banyak korban berjatuhan," kata Dian berlari mendekati si tentara.
"Dian jangan! Berhenti!" Fatih melarang Dian karena sangat berbahaya.
Fatih memberanikan diri keluar dari persembunyiannya. Ia melihat Dian menendang si tentara hingga terpelanting. Pistol dalam genggamannya pun terlepas. Tentara berusaha mengambil pistol namun sebelum ia mendapatkannya Dian sudah menendang pistol hingga jaraknya semakin jauh dengan si tentara.
"Kau," desisnya menatap Dian dengan kemarahan yang membara.
"Hentikan tindakan bodohmu." Dian histeris mengingatkan si tentara. Setelah berkomunikasi dengan si tentara ia sadar jika si tentara ini mengalami ganggungan kejiwaan alias stress.
Sibuk melamun Dian tak sadar jika si tentara telah bangkit dan menendang perutnya. Dian terpelanting hingga tubuhnya membentur lantai.
"Dian," pekik Fatih histeris. Fatih tak punya keberanian untuk membantu karena lawannya tidak seimbang.
Pria penguntit Dian pun merasa kesal dan marah karena wanitanya dihajar hingga bibirnya berdarah. Pria itu mendekat untuk menolong Dian namun sang wanita telah bangkit dan memberikan perlawanan yang sengit.
"Hiya…." Pekik Dian memberikan tendangan di perut si tentara. Dian memukul wajah si tentara walau pukulannya mental di wajah si tentara yang berbadan tegap dan besar. Dian kaget pukulan tak membuat si tentara roboh. Biasanya pukulan Dian seperti ini akan membuat lawannya keok.
Dian terus memukul si tentara namun pukulannya tak berarti apa-apa.
"Brengsek dia kuat sekali," gumam Dian tetap berkonsentrasi.
Pria itu menarik kerah baju Dian hingga wanita itu terangkat ke atas. Si tentara melemparkan tubuh Dian.
"Aww..." Dian merasa kesakitan. Dian bangkit lalu melompat dan memukul kepala si tentara.
Tentara itu merasa pusing akibat pukulan Dian. Kepalnya nyut-nyutan dan pemandangan berkunang-kunang.
Tentara itu mengambil pistolnya dan mengarahkannya pada Dian. Fatih berteriak frustasi dan keluar dari restoran. Tak ingin sesuatu buruk terjadi pada Dian.
"Dian," pekik Fatih shock.
"Kak," panggil Dian.
Si tentara berbalik dan mengarahkan pistolnya pada Fatih dan menembaknya pada Fatih. Dian mengambil belati yang selalu terselip di pinggangnya. Dian mengambilnya dan melemparnya pada si tentara.
Dooorrrr...suara tembakan menggema. Belati Dian menembus telapak tangan si tentara. Tembakannya pun melenceng hingga hanya mengenai kulit lengan Fatih. Lengan baju Fatih robek kena peluru. Si tentara tumbang bersimbah darah. Para polisi, tentara, petugas rumah sakit pun berdatangan. Para polisi dan tentara langsung mengamankan si tentara. Petugas rumah sakit mengevakuasi korban penembakan si tentara.
"Kamu luar biasa sayang. Aku tak akan percaya kamu sehebat ini jika tak melihatnya langung." Puji si penguntit dari jauh.
Dian mendekati Fatih, "Kak tidak apa-apa? Maaf sebelumnya kak." Dian meminta ijin merobek lengan baju Fatih lalu memeriksa luka tembakannya.
"Syukurlah hanya kena tergores peluru. Luka kakak butuh perawatan juga."
"Aku tidak apa-apa Dian. Kamu membuatku takut. Tentara itu gila. Aku tidak ingin kamu jadi korban. Jika bertindak berhati-hatilah. Ingat Alvin." Fatih mengomeli Dian.
"Jika aku tidak melakukannya akan banyak korban jiwa kak." Dian membela diri.
"Bagaimana luka anda Pak?" Seorang petugas rumah sakit mendekati Fatih.
"Tidak apa-apa." Fatih melambaikan tangan ke udara.
"Hanya tergores sedikit. Tidak butuh perawatan rumah sakit." Dian melanjutkan. Ia lalu pergi ke gerai penjualan alat-alat kesehatan. Dian kembali dengan membawa obat merah, plester dan perban. Dengan telaten Dian membersihkan luka Fatih lalu memberikan obat merah ditutup dengan perban dan plester.
"Sudah lebih baik," kata Dian tersenyum manis. "Seharusnya kakak didalam saja. Aku bisa mengatasinya."
"Aku laki-laki Dian. Tak mungkin membiarkan kamu ditembak tentara stress itu."
"Jika kakak tidak menghalangiku mungkin belatiku telah menembus jantungnya." Dian terkikik.
"Kamu mengerikan Dian," cebik Fatih.
Salah seorang polisi mendekati Fatih dan Dian. "Bagaimana keadaan Bapak?"
"Aku baik-baik saja."
"Uda dan Uni bisa ikut kami ke kantor polisi untuk dimintai keterangan?"
Dian menunjuk dirinya sendiri, "Aku dan dia?" Dian menunjuk Fatih.
"Iya uni. Kami ingin meminta kesaksian kalian. Terima kasih telah membantu tugas kepolisian. Jika uni tidak menghentikan dia, mungkin korban akan jatuh lebih banyak."
Dian memberikan senyum terbaiknya, "Tidak apa-apa Pak. Sesama manusia harus tolong menolong."
"Aku akan temani." Fatih menawarkan diri tanpa Dian minta.
Si penguntit Dian menggeram kesal melihat kedekatan Dian dan Fatih. Darahnya mendidih melihat Dian menyentuh Fatih dan membersihkan luka pria itu.
"Brengsek!"Makinya dengan rasa cemburu yang membuncah. "Kenapa kamu menyentuhnya Dian? Harusnya aku yang kamu sentuh bukan dia."
Si penguntit menelpon orang suruhannya. "Apa sudah dapat informasi?"
"Belum bos. Sedang mengumpulkan informasi."
"Kenapa lambat sekali? Aku butuh cepat!"
"Maaf bos."
"Jika besok pagi tidak ada informasi maka kau aku pecat!"
"Tidak bos. Jangan!"
Selama tiga jam Dian dan Fatih dimintai keterangan oleh polisi. Ketika mereka keluar dari kantor polisi para wartawan menghampiri mereka dan minta wawancara. Dian tak mau diwawancara dan meminta wartawan tanya pada polisi bagaimana kejadian penembakan itu terjadi. Dian terlalu capek dan ingin istirahat. Tubuhnya terasa sakit efek pukulan si tentara.
Setelah ditelusuri si tentara stress dipecat karena kasus narkoba. Ketika dia dipecat sang istri meninggalkannya. Si tentara pun stress dan menembak orang-orang. Alam bawah sadarnya mensugesti tembakan yang dia lakukan sama seperti dia sedang bermain PUBG. Tentara itu merasa bermain game bukan membunuh.