Part 262 ~ Kedatangan Bara
Part 262 ~ Kedatangan Bara
Clara mempengaruhi psikologis Egi, "Pada akhirnya keluargalah tempat kita kembali. Keluarga adalah orang-orang yang paling mencintai dan dengan rela hati memberikan kehangatan bagi kita. Keluarga akan selalu membantu dan menerima kita saat sedang merasa sepi, gagal atau terpuruk di kehidupan kita. Keluarga akan selalu ada di lini terdepan dalam kehidupan kita. Mereka siap untuk menjaga kita ketika sakit, menolong dan membantu kita ketika sedang lemah dan memiliki beban berat."
Hati Egi teremas dan tercabik mendengar ucapan Clara. Egi merasa telah berdosa karena telah menyakiti hati tante Ira. Egi kembali menangis terisak-isak bak anak remaja yang sedang patah hati. Clara mendekati Egi dan mengelus punggung pria itu dan memberikannya semangat.
"Kenapa Gi?"
"Gue takut berakhir seperti film itu?"
"Kenapa?"
"Gue tidak mau kena HIV. Komunitas akan membuang gue jika terjangkit penyakit itu. Film itu realita Clara."
"Jika itu fakta maka hindari jangan sampai kamu bernasib seperti film itu."
"Apa aku bisa?"
"Tergantung pikiran kamu. Jika kamu berpikir bisa maka kamu akan bisa straight."
"Bantu aku Clara."
"Aku akan membantu kamu."
Suara bel menghentikan tangis Egi. Clara pergi membukakan pintu apartemen. Clara melongo ketika melihat siapa yang datang.
"Egi ada disini?" Bara bertanya dengan amarah.
Clara tidak membuka pintu seluruhnya hanya membuka pintu sebatas tubuhnya. Bara mendorong pintu agar Clara tak bisa menutupnya.
"Gue tahu Egi ada di dalam. Jangan pernah menghalangi gue." Bara menerobos dan masuk ke dalam apartemen mencari Egi.
"Jangan cari keributan Bara." Clara melarang Bara masuk rumah. Ia menghalangi Bara mengelilingi rumah mencari Egi.
"Lo enggak berhak geledah rumah gue." Clara memperingatkan.
"Peduli setan. Gue mau Egi." Bara acuh dan mengabaikan Clara.
"Egi dimana lo?" Suara bariton Bara memanggil Egi. Bara terus melangkahkan kakinya menuju ruang tengah. Ia melihat Egi tertunduk lesu duduk di sebuah sofa.
Amarah Bara meledak-ledek ketika melihat Egi. Ia mendekati dan menarik kerah baju Egi.
"Bara," panggil Egi kaget.
Bara mencengkram leher Egi dengan emosi yang sudah memuncak. Ia menonjok wajah Egi hingga bibirnya berdarah. Meski Bara melihat wajah Egi babak belur, ia tak peduli. Baginya memberikan pembalasan pada Egi lebih penting. Tak ada rasa kasihan dan cinta seperti dulu. Bara sangat membenci Egi dengan segenap jiwa raganya.
"Bara hentikan!" Teriak Clara melindungi Egi. Ia menjadi tameng agar Egi tidak dipukuli. Sudah cukup pukulan yang diterima Egi dari semalam.
"Jangan hentikan gue. Laki-laki yang lo cintai ini telah membunuh mama gue. Nyawa harus dibayar nyawa."
"Apa gunanya lo taubat jika kelakuan masih sama seperti dulu? Membunuh orang kayak bunuh semut. Dila pasti kecewa jika tahu lo enggak berubah." Terpaksa Clara menggunakan Dila sebagai senjata. Dugaannya benar, Bara menurunkan tangannya tak jadi memukul Egi.
Bara tertegun dan melamun. Mendengar nama Dila ia teringat sesuatu. Sikap istrinya berubah sejak mamanya meninggal. Dila tak hangat dan bersahabat seperti biasanya. Bara duduk di sofa sambil mengusap wajah dengan kedua tangannya. Clara bangkit mengambilkan segelas air dan memberikannya.
"Minumlah agar perasaan lo tenang."
Bara meneguk minumannya hingga habis. Ia menatap Egi penuh intimidasi. Egi menunduk tak berani memandang wajah Bara. Rasa bersalah membayanginya.
"Lo tahu apa akibat perbuatan lo?" Bara menatap Egi seakan memakannya bulat-bulat.
"Maaf." Hanya kata itu yang bisa terucap dari bibir Egi. Ia tak sanggup memandang wajah Bara yang dipenuhi amarah.
"Maaf lo tidak akan mengembalikan mama gue. Bangsat!" Bara geram hingga mengeluarkan kata-kata kotor
"Gue tahu jika perbuatan gue salah. Gue lakukan agar lo kembali sama gue."
"Gue udah belajar buat straight Gi. Gue mau menjalani hidup normal sama istri gue. Gara-gara penyimpangan gue mama meninggal. Lo puas sudah membunuh mama gue?"
"Gue kena karma Bara. Tante Ira sudah tahu jika gue gay dan bunuh mama lo. Tante usir gue dan tak mau mengakui gue lagi. Gue akan dapat maaf jika kembali ke kodrat." Egi malah curhat.
Bara memicingkan matanya tak percaya dengan ucapan mantan kekasihnya.
"Lo pantas mendapatkannya." Bara malah menyumpahi Egi. "Gimana rasanya kehilangan keluarga yang sangat kita cintai?"
"Sakit Bara."
"Lo masih enak, tante Ira masih hidup sementara gue? Gara-gara lo papa gue jadi duda. Beliau gamang ditinggal pasangannya. Mama gue membawa kesedihannya sampai ke liang lahat. Gue mengecewakan mama sebelum sempat meminta maaf. Puas lo?"
"Maaf."
"Maaf…maaf. Hanya itu yang bisa lo ucapkan kampret? Hubungan gue dan Dila memburuk semenjak mama gue meninggal. Gue jadi tahu kenapa Dila mau membimbing gue karena dia memandang mama dan tak ingin beliau bersedih. Dila menjaga perasaan mama gue. Setelah mama gue meninggal Dila memberikan isyarat akan meninggalkan gue. Puas lo merusak kehidupan gue? Salah jika gue ingin taubat dan kembali ke kodrat? Salah gue ingin sembuh dari penyimpangan ini? Apa gue salah ingin taubat? Salah gue ingin bahagia dengan Dila?"
"Lo enggak salah. Gue yang salah. Gue enggak pantas mendapatkan maaf dari lo. Gue melakukan semua itu karena tidak mau kehilangan lo. Gue sangat mencintai lo. Bagaimana gue bisa terima jika lo tiba-tiba meninggalkan gue disaat kita sedang cinta-cintanya? Sebelumnya hubungan kita baik-baik saja sebelum lo menikah. Jangankan pasangan gay. Pasangan normal pada umumnya jika ditinggal nikah sama pacar gimana perasaannya? Sakit dan kecewa Bara. Lo berjanji tidak akan berubah tapi nyatanya lo berubah. Mencampakkan gue seakan tidak pernah ada kehidupan lo."
"Tapi apa lo enggak mikir jika hubungan kita salah dan terlarang?" Bara berteriak hingga Clara menutup kedua telinganya. Clara memberikan mereka waktu untuk bicara.
"Lo bisa ngomong kayak gitu karena lo udah straight beda dengan gue yang masih menyimpang. Jangan menilai sesuatu dalam sudut pandang lo. Coba lo masih gay mungkin kata-kata ini tidak akan pernah keluar dari mulut lo."
"Bangsat!" Bara bangkit mencengkram leher Egi.
"Bara hentikan!" Clara melerainya.
"Jangan kotori hijrah lo dengan membunuh Egi. Pada akhirnya lo akan membuat Dila semakin jauh. Buktikan pada Dila jika lo telah berubah menjadi manusia yang lebih baik. Tuhan tak pernah menjadikan sesuatu dengan sia-sia. Percayalah sama gue. Egi telah mendapatkan karma dari perbuatannya. Perihal balas membalas biarlah menjadi urusan Tuhan. Sebagai manusia kita hanya melihat dan menyaksikan tangan Tuhan bekerja."
Bara meredam kemarahan. Ia bangkit dan meninggalkan apartemen dengan rasa sakit hati yang membuncah. Bara galau dengan sikap dingin sang istri. Pagi itu Bara langsung memutuskan pulang ke Padang menyelesaikan masalahnya dan Dila.