Jodoh Tak Pernah Salah

Part 254 ~ Terbongkarnya Rahasia Egi ( 2 )



Part 254 ~ Terbongkarnya Rahasia Egi ( 2 )

"Ini enggak mudah sama gue Gi. Tidak mudah. Gue terjebak dalam pernikahan ini. Gue lebih sakit dari pada lo." Tangis Dila semakin keras dan pertahanan Egi runtuh.     

Egi melihat ketulusan di balik air mata Dila. Mendadak Egi menjadi kasihan dengan Dila. Benar….Dila hanya korban dari Herman dan Bara.     

"Menikah dengannya adalah suatu kesalahan. Andai saja waktu itu gue tak termakan omongan orang-orang yang mengatakan gue perawan tua dan membuat kedua orang tua gue malu, mungkin pernikahan kami tak pernah terjadi. Menyesal sekarang sudah tak ada gunanya. Waktu sudah tidak bisa diputar kembali. Gue merasa sebagai wanita malang di dunia ini. Menikah di usia matang karena perjodohan. Tak ada rasa cinta. Namun sekalinya tahu siapa suami gue membuat dada gue sesak."     

"Cobaan apalagi ini? Kenapa cobaan ini datang bertubi-tubi sama gue? Gue tidak pernah bisa bersatu dengan pria yang gue cintai. Bara tak hanya cobaan bagi gue, tapi juga lo. Asal lo tahu gue kabur ke Australia untuk melarikan diri. Lo tahu kenapa gue bisa hamil? Karena Bara memperkosa gue. Bagaimana gue bisa melawan dia? Gue enggak berdaya Gi."     

"Gue enggak akan pernah menghakimi, apalagi menceramahi lo soal keputusan yang sudah lo buat menjadi gay dan cinta buta pada suami gue. Gue tahu lo sudah mengalami banyak pergolakan batin akibat rasa bersalah. Karena mempunyai orientasi seksual yang masih belum bisa diterima banyak orang dan cenderung dianggap menyimpang. Kalian mendapat sanksi sosial dan perasaan ditolak dalam masyarakat. Gue tahu jika gay jatuh cinta tak pernah menggunakan logika dan akal sehat."     

"Ketahuilah jika disini kaum gay tidak mendapatkan tempat. Ini untuk terakhir kalinya gue bicara sama lo. Berhentilah mengganggu Bara, jika lo benar mencintai dia maka lo akan melepaskan dia agar bahagia. Tak selamanya cinta bisa memiliki Gi. Biarkan dia kembali ke jalan yang benar. Apakah perjuangan lo selama ini membuahkan hasil? Bukannya Bara makin dekat sama lo tapi makin menjauh dan dia semakin membenci lo."     

"Gue juga harus bersabar karena kasih tak sampai. Pujaan hati gue telah kembali tapi kami tak bisa bersama karena gue sudah menikah. Lebih nyesek mana Gi? Kami saling mencintai tapi tak bisa bersama?"     

"Maafkan gue Dila." Egi menangis tersedu-sedu merasa bersalah telah menjahati Dila dan Ranti. "Gue enggak benar-benar ingin tante Ranti meninggal. Waktu itu gue hanya menggertak dan emosi. Gue menyesal Dil telah menzalimi tante Ranti. Enggak menyangka jika beliau akan meninggal karena mendengarkan cerita gue."     

"Gi untuk ke depannya. Berpikirlah sebelum bicara bukan berpikir setelah bicara. Liat akibat perbuatan lo. Mertua gue kehilangan pasangannya dan beliau gamang. Lo udah jadi pembunuh. Mati itu pasti Gi karena itu takdir manusia, tapi tak seharusnya lo jadi perantara kematian seseorang. Seumur hidup lo akan dihantui rasa bersalah. Jika posisi dibalik, andai mama atau tante lo diperlakukan seperti mama Ranti apa lo akan terima?" Dila terus mempengaruhi psikologis Egi. Cara terbaik menasehati orang LGBT dengan cara pendekatan, tak menghakimi dan berusaha memahami. Setelah ia merasa nyaman barulah kita selipkan pesan secara tersirat dan ini lebih efektif menyentil hatinya daripada memberikan nasehat yang cenderung menghakimi.     

Egi skakmat tak bisa membalas kata-kata Dila. Kaum gay sudah biasa ditolak dan menerima sanksi sosial dari masyarakat sehingga mereka tahan banting ketika dihujat malah ketika mereka dinasehati gay sebuah penyakit para pelaku akan menggubrisnya dan cenderung abai.     

"Aku pernah membaca buku novel Tereliye yang mengatakan hakikat tertinggi dari mencintai adalah melepaskan. Cinta tapi kok melepaskan? Manusia bisa datang dan pergi, entah sekadar lewat, untuk memberimu pelajaran atau justru cobaan. Manusia sama sekali bukan tempat untuk lo bergantung sepenuhnya. Berharap dengan manusia hanya akan membuahkan hal-hal yang menyakitkan. Dan itu adalah sebuah keniscayaan. Tidak perlu menggantungkan harapan dan kebahagiaan pada manusia. Karena ketika akhirnya manusia yang fana itu pergi, hanya kehancuran yang tersisa. Mencintai itu harusnya saling menguatkan, bukan saling menghancurkan. Sebelum lo mencintai orang lain, lo harus berhasil mencintai diri lo sendiri."     

"Sebelum lo berbahagia dengan orang lain, lo harus berbahagia untuk diri lo sendiri. Mengamini dengan baik bahwa bahagia itu, hanya lo yang bisa menciptakan. Hanya diri lo yang seharusnya bisa mencintai diri sendiri sebelum orang lain melakukannya. Bagaimana cinta itu seharusnya, cinta harus saling menguatkan, bukan saling menghancurkan. Maka, berfokuslah pada diri lo. Carilah kebahagiaan lo sendiri. Sehingga ketika sosok yang sudah waktunya melengkapi hidup lo itu datang. Lo tahu betul, bahagia lo bukan cuma tentang dirinya. Pemahaman mendalam itu nantinya akan membuat lo siap untuk melepaskan, sebagaimana hakikat cinta itu sendiri."     

"Banyak orang menganggap hakikat melepaskan dalam mencintai itu hanya omong kosong. Tetapi setelah gue mencobanya, ternyata tidak. Sungguh melepaskan itu melegakan. Meski gue tahu tetap ada luka yang menganga, perih tak tertahankan. Seperti gue melepaskan cinta pujaan hati gue yang bersekolah di Mesir. Delapan tahun menantinya namun penantian gue sia-sia. Melepaskan ialah tentang membiarkan seseorang yang kita cintai bahagia, bahagia dengan cara dan pilihannya sendiri. Dia bahkan tak mengusik pernikah gue dan Bara. Setelah dia kembali bahkan bertemu dengan Bara, dia tak mengungkit hubungan kami. Dia melepaskan gue, seperti gue melepaskannya."     

"Melepaskan ialah tentang merelakan segala kepedihan, amarah, kekesalan, kebencian, dendam, dan segala luka hati untuk dibiarkan perlahan-lahan pergi. Melepaskan ialah tentang membiarkan rasa dan asa, rindu dan pilu, mengalir apa adanya. Melepaskan bukan berarti meninggalkan, melepaskan adalah membiarkan ia pergi, tanpa paksaan. Karena cinta itu membebaskan, tanpa harus ada beban. Melepaskan adalah sebuah bentuk perjuangan. Perjuangan menerima kepedihan dan berdamai dengan keadaan. Perjuangan untuk mencintainya dengan cara yang berbeda. Perjuangan untuk membuatnya bahagia, tanpa harus membiarkan diri terus terluka."     

"Begitu banyak proses dan fase yang harus dilalui dengan susah payah, hingga akhirnya melepaskan adalah jawaban terbaik sebagai sebuah bentuk perjuangan, berserah. Sebelum berhasil melepaskan, hari-hari seakan terlewati begitu berat. Hampa, seperti terombang-ambing di dunia. Antara ingin bahagia dengan apa adanya, tetapi tak bisa begitu saja menghapuskan luka. Melepaskan ialah tentang waktu. Tentang membiarkan Sangkala mengoyak perasaan dan keadaan. Tentang mempersilahkan Sangkala yang seakan-akan tak pernah berpihak pada kita. Hingga mungkin kita lupa, Ia lah yang membuat kita terbiasa, Ia lah yang membantu kita menyembuhkan luka.     

Egi tersentuh dan terharu mendengar setiap kata demi kata yang keluar dari mulut Dila. Muncul rasa kagum dalam hatinya pada sosok istri mantan kekasihnya. Berusaha tenang dan tak emosi dalam menghadapi masalah. Pantas saja Bara bisa berubah ingin kembali ke kodrat karena memiliki istri bak penyejuk seperti Dila.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.