Part 250 ~ Kemurkaan Dila
Part 250 ~ Kemurkaan Dila
Dila menghapus air matanya dan bersikap tak tahu apa-apa.
"Papa, Bara." Dila memanggil keduanya. Saking kesal dan marahnya Dila tidak mau memanggil Bara dengan sebutan sayang atau suamiku. Bara memaklumi panggilan Dila mungkin malu dengan Herman.
"Para tamu mencari kalian." Dila menangis di dalam senyuman.
Takdir macam apa ini Tuhan? Kenapa kemalangan demi kemalangan selalu menimpanya. Tak hanya di bohongi suaminya. Dila juga dibohongi Herman dan Dian. Mereka sudah mengetahui kondisi Bara namun berkomplot untuk menjebaknya menikah dengan Bara. Apa salah dan dosanya mendapatkan cobaan seperti ini. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk bicara dengan Bara dan Herman.
Setelah acara tahlilan selesai Dila merenung di taman belakang. Dinginnya angin seolah tak mengusiknya. Bara sudah terlelap dalam kamar. Dila seorang diri di taman belakang, tak ada rasa takut akan apa pun.
"Dila kenapa duduk disini?" Pak Bowo security rumah berkeliling mengecek keamanan rumah. Dila tak mau dipanggil dengan embel-embel neng atau gimana karena ia seusia dengan anak Pak Bowo. Dila pun lebih suka dipanggil dengan nama saja. Dila sangat menghormati orang yang lebih tua darinya. Didikan dalam kelaurganya membuatnya menjadi anak yang memiliki rasa hormat dan sopan santun pada yang lebih tua.
"Aku masih belum bisa tidur Pak."
"Kenapa Dila?" Pak Bowo penasaran. "Masih kepikiran Ibuk?"
"Terlalu cepat dan mendadak mama meninggalkan kita." Dila mulai bercerita seraya menatap bintang-bintang di langit. "Apakah mama bisa melihat kita dari atas?"
"Ibuk orang baik. Orang baik akan cepat diambil Tuhan Dila."
"Pak jika aku boleh tahu. Ketika kalian menemukan mama pingsan apakah ada seseorang yang menemui mama sebelumnya?"
Pak Bowo mencoba mengingat. Usianya sudah lanjut, ingatannya kurang bagus. Lama berpikir Pak Bowo ingat sesuatu.
"Bapak ingat Dila. Ada teman Bara dari Jakarta bertamu ke rumah. Ibuk mengajaknya bertamu, disuguhkan makan dan minum. Lalu mereka cerita. Tak lama setelah dia pergi Ibuk kami temukan pingsan. Atau dia yang bikin jantung Ibuk kumat?" Pak Bowo menaruh curiga.
"Entahlah Pak." Dila berusaha menutupi fakta. "Pertanyaan aku barusan lupakan ya Pak. Monitor CCTV dimana di rumah ini?"
"Dila mau cek CCTV rumah?"
"Iya Pak."
"Mari Bapak antar." Pak Bowo dengan senang hati mengantar ke ruangan monitor CCTV.
"Brengsek lo Egi. Jangan harap lo bisa lolos kali ini." Dian memaki Egi ketika menatap layar CCTV. Dian dan Alvin berada di ruangan monitor CCTV
"Mami bisa tidak bahasanya disaring? Malu mi punya anak soleh dan calon hafiz tapi mami belum bisa jaga omongan." Alvin mengingatkan sang ibu.
Dian meringis seraya mengulas senyum. Alvin benar juga jika sikapnya seperti ini akan mempermalukan anaknya. Sekali lagi Dian malu atas sikapnya. Kebarbarannya belum bisa diubah. Alvin menoleh dan kaget melihat Dila.
"Tante Dila." Alvin memanggil Dila.
Dian menoleh dan kaget. "Kok kamu datang kesini?"
"Aku ingin membuktikan siapa yang membunuh mama. Ternyata kamu sudah duluan mengeceknya." Dila mendekati Dian dan memutar kembali CCTV saat kedatangan Egi. Dila menggeram kesal melihat kelakuan Egi. Benar-benar gay sialan dan kurang ajar. Dila mengotak atik pengaturan CCTV.
Ternyata CCTV rumah Bara sudah canggih bisa merekam suara. Mereka bertiga mendengarkan percakapan Ranti dan Bara.
Plakkkkkkk!!!! Ranti menampar Egi.
"Menantuku bernama Dila. Jangan seenaknya memanggilnya wanita sialan." Ranti tak terima perkataan Egi. "Kamu yang sialan."
"Tante." Emosi Egi terpancing, memperlihatkan sifat aslinya. Tak ada keramahan dan kesopanan seperti tadi.
"Jika tante bilang aku sialan apa bedanya dengan Bara? Dia juga sialan tante. Dan dia lebih sialan daripada aku. Dia mencampakkan aku. Setelah dia menikah dengan wanita sialan itu dia membuangku. Habis manis sepah dibuang. Aku kekasih dari anak tante. Kami gay tante. Kami pasangan gay yang saling mencintai."
Selanjutnya mereka adu mulut dan Egi pergi dengan senyum kemenangan. Dila melihat Ranti mengaduh kesakitan seraya memegang dadanya.
"Ya Tuhan jika umurku singkat. Setidaknya kembalikan anakku ke jalan yang benar. Semoga menantuku bisa menyembuhkan sakit Bara. Dila maafkan jika mama tidak bisa mendidik suami kamu dengan benar. Mama telah gagal menjadi seorang Ibu. Mama ibu yang gagal membesarkan dan mendidik anak. Ya Allah aku mohon lembutkan dan lunakkan hati Dila jangan pernah tinggalkan Bara. Dia masih butuh bimbingan. Ijinkan aku bicara dengan menantuku untuk terakhir kalinya." Dengan wajah menahan rasa sakit Ranti mengucapkannya sebelum pingsan.
Dila membanting kursi karena kesal. Dian dan Alvin sampai kaget melihat kemarahan Dila. Hati Dila sangat terluka dan sakit hati.
"Dian cari tahu dimana keberadaan Eg!, Aku akan membuat perhitungan dengan dia. Jika dia tahu mama sakit jantung maka dia dengan sengaja melakukannya. Tak aku biarkan dia bisa hidup tenang setelah melakukan semua ini pada mama. Tak seharusnya dia melibatkan mama dalam masalah dia dan Bara. Karena dia seorang ibu harus berkecil hati merasa gagal mendidik seorang anak. Orang baik seperti mama pun tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti ini."
"Apa maksud kamu Dila?" Dian kebingungan dengan perintah Dila.
"Aku tidak akan mengulangi pertanyaanku Dian. Cari tahu dimana Egi dan aku akan menemuinya. Seminggu setelah mama meninggal kita akan mendatangi dia. Aku harap kamu tutup mulut dari Bara. Jika kamu buka mulut aku tidak ingin mengenalmu lagi." Dila mengancam Dian dengan wajah sarat akan kemarahan dan kekecewaan. Wajahnya gelap dan tak bersahabat.
"Apa yang akan kamu lakukan Dila?" Bibir Dian gemetar. Sikap Dila yang berubah total dari sebelumnya membuat bulu kuduknya merinding.
"Caraku membalas Egi tidak akan sama dengan kamu. Pukulan yang kamu berikan pada dia tidak akan membuat dia jera. Semakin kamu menyakitinya dia akan semakin nekat untuk memberi tahu dunia jika dia dan Bara memiliki hubungan."
"Beri tahu aku apa yang akan kamu lakukan."
"Kamu akan tahu ketika kami akan bertemu. Tutuplah mulutmu Dian dan jangan bicara pada Bara atau pun papa. Aku tahu kamu berkomplot dengan papa." Dila bicara dengan wajah gelap cenderung dingin. Mengingatkan Dian kembali agar tutup mulut.
"Aku tidak mengerti arah pembicaraan kamu Dila."
"Jika waktunya tiba, kamu akan tahu maksud dari ucapanku. Kamu dan papa berkomplot memanipulasi semuanya."
Dian masih belum ngeh alias belum mengerti ucapan Dila. Entah otaknya mendadak lambat berpikir atau Dila yang bicara dengan kiasannya. Dila meninggalkan Dian dan Alvin dengan sejuta tanya.
"Mami jangan bilang om Bara jeruk makan jeruk?��� Remaja zaman sekarang sangat pintar dan terlalu cepat dewasa.
"Diamlah Alvin. Jangan bicarakan rahasia om Bara pada siapa pun termasuk ayah dan ibu. Om Bara sudah bertaubat sejak menikah dengan tante Dila."