Part 216 ~ Kado Manis ( 2 )
Part 216 ~ Kado Manis ( 2 )
"Ajaib banget itu anggota lo yang satu itu."
"Ajaib sekali malah."
"Terus ceritanya gimana dia dilabrak istri Pak Ilman?"
"Istrinya cemburu gara-gara Pak Ilman simpan foto Vinta. Diam-diam Pak Ilman foto tanpa sepengetahuan Vinta. Hapenya disita nyonya dan ketahuanlah. Nah bininya dia nyangka lakinya selingkuh sama Vinta. Dia labrak Vinta kesini. Untung jam layanan sudah berakhir kalo tidak malulah kita. Reputasi bank kita bisa jelek."
"Gue yakin nyai badas enggak diam aja pasti dia ngebalas bininya Pak Ilman."
"Balas pastilah Dil. Bukan Vinta namanya jika tidak ngebalas."
"Apa balasannya?" Dila tergelak tawa.
"Makanya Ibuk intropeksi kenapa laki bisa simpan foto wanita lain. Liat aja penampilan ibu bukan cerminan istri pemimpin bagian. Malah kayak pembantu. Makanya Bapak cari yang bening. Gimana enggak genit kalo tampilan ibu kayak nenek-nenek." Renata menirukan ucapan Vinta sampai gaya bicaranya.
"Hahahahahhahahaa." Dila memegang perutnya. "Berani banget dia."
"Kayak enggak tahu aja Dil. Mulutnya Vinta mana ada saringannya. Langsung stroke istrinya Pak Ilman dibilang kayak pembantu. Abis kejadian itu penampilannya berubah 180 derajat. Jadi cakep dan lebih muda dari kemaren."
"Ada hikmahnya juga mulut pedes si Vinta. Kerjaan gimana? Kredit aman?"
"Sebaiknya lo cek balik dech kredit selama lo enggak ada. Gue agak gimana gitu sama Adrian. Selama lo enggak ada dia enggak kasih rekomendasi kredit sama gue. Dia langsung ke Pak Ilman. Abis Pak Ilman baru ke gue minta tanda tangan. Kalo si tua-tua keladi itu dah tanda tangan gue bisa apa? Gue tahu sich kalo kredit kepala capem yang tanggung jawab dan gue hanya tanggung jawab di dana. Mentang-mentang senior dan tua dari gue anggap remeh aja."
"Baiklah gue cek. Gue ke ruangan dulu yach." Pamit Dila pada Renata.
Dila naik ke lantai dua. Ruangannya berada di lantai dua. Saat masuk dalam ruangannya Dila kaget ada sebuket bunga mawar dan minuman susu kurma kesukaan Dila. Ia tersenyum malu-malu entah siapa yang mengirimkannya bunga. Dila mengambil kertas yang diselipkan dalam bunga, ada puisi untuknya.
Kau datang dengan senyuman
Kau bagai bintang di malam yang gelap
Menerangi jiwaku yang hitam
Wajahmu yang lugu membuatku terbayang akan eloknya wajahmu
Matamu menenangkan jiwaku yang galau akan sesuatu
Ku merasakan ada getaran cinta saat menatapmu
Ooh Tuhan satukan aku dengan dia
Biarkan aku menatapnya sepanjang waktu
Tak akan kukecewakan dia
Akan ku buat dia bahagia jika dia menjadi milikku
Aku butuh kamu istriku
Aku ingin menghabiskan waktu bersama kamu. ( Anonim )
From : Bapak Ketua...
Dila tertawa tersipu malu membaca puisi yang ditulis Bara. Dila sangat tahu jika ini tulisan suaminya bukan tulisan penjual bunga. Dila mengambil smartphone dan menghubungi Bara.
"Assalamualaikum istriku sayang," sapa Bara ramah ketika telepon tersambung.
"Walaikumsalam suami. Aku dapat kiriman bunga dan juga puisi. Pengiriman Bapak ketua. Apakah ini benar kiriman bunga dari Bapak ketua DPRD?" tanya Dila sekaligus mencibir.
"Hmmmmm. Bilang gak ya?"
"Kalo enggak bilang juga enggak apa-apa sich. Kalo bukan Bapak ketua DPRD mungkin Bapak ketua yang lain."
"Kamu suka Dil bunganya?"
"Jawab enggak ya?"
"Lo kok gitu?"
"Aku tanya sama kamu malah enggak dijawab. Aku jadi malas menjawabnya."
"Iya sayang. Bunga, puisi dan susu kurma aku yang kirimkan. Kamu suka?"
"Suka."
"Susu kurmanya enak gak?"
"Belum aku minum," jawab Dila tertawa.
"Minum dong biar kamu sehat dan kuat. Bagus lo buat kesehatan."
"Iya nanti aku bereskan Pak ketua. Makasih ya."
"Kok cuma makasih?"
"Kamu mau balasan? Berarti enggak ikhlas ngasih sama aku. Gagal romantis nich."
"Siapa bilang enggak ikhlas. Aku ikhlas kok cuma tetap aja mau balasan. Balasannya enggak sulit kok," kata Bara berbisik.
"Lalu balasannya apa?"
"Nanti malam di rumah kita di danau teduh aku minta balasan," ucap Bara genit.
"Apaan sich?"
"Tunggu di rumah aja ya. Nanti aku enggak jemput. Nanti sopir aku yang jemput kamu. Aku ada rapat mendadak."
"Baik Pak ketua. Aku nanti pulang telat ada rapat komite kredit juga di kantor cabang."
"Ok sip. Kabari aja Abi ya sayang. Aku tutup ya sayang."
"Ok."
Dila tersenyum malu-malu mengingat interaksinya dengan Bara. Semenjak keguguran sikap Bara semakin baik dan menyayanginya. Bara juga sudah fasih membaca Alquran dan sudah bisa memimpinnya sholat. Mereka selalu sholat subuh dan isya berjamaah di rumah. Kadang mereka tidur di rumah orang tua Dila kadang mereka tidur di Danau Teduh.
Dila memulai pekerjaannya. Memeriksa berkas permohonan kredit yang sudah terletak di atas mejanya. Kebetulan rekomendasi kredit punya Adrian. Dila mengecek segala persyaratan mulai ijin usaha, kelayakan usaha dan agunan yang diberikan nasabah.
"Pinjaman 500 juta agunannya semua mobil. Ini enggak bisa. Harus ada benda tak bergerak," kata Dila bicara sendiri.
Dila menghubungi Adrian, "Bang Ad ke ruangan bentar."
Tak lama setelah itu Adrian datang ke ruangan Dila.
"Ya kep ada apa?" Tanya Adrian duduk di depan Dila.
"Aku habis baca rekomendasi kreditnya Citra Amelia. Pinjaman 500 juta."
"Iya kep. Itu nasabah exciting yang udah pernah kredit sama kita. Dia mau memperpanjang kreditnya."
"Ini agunannya mobil semua?"
"Iya kep. Kenapa? Agunannya sama nilainya dengan kreditnya."
"Minta agunannya sertifikat tanah dech bang. Kalo mobil semuanya agak riskan." Dila tidak mau memberikan persetujuan untuk pencairan kredit.
"Kok jadi dipersulit begini kep?" Adrian naik pitam. "Ini nasabah perpanjangan lo dan dia selalu ini lancar."
"Aku enggak persulit kok bang. Mau kejadian sama kayak capem Stevi? Agunan nasabah mobil semua. Satu bulan angsuran langsung kabur. Pinjaman 500 juta enggak kecil lo. Kita boleh mencari target tapi amankan kerjaan kita. Apa gunanya tingginya pencapain kredit tapi NPL kita juga naik. Sama aja bohongkan?"
"Pak Ilman di ACC aja kredit aku enggak ada dibikin ribet," ucap Adrian pelan namun masih bisa didengar Dila.
"Apa abang bilang?" Dila emosi karena dibandingkan dengan Pak Ilman.
"Enggak ada." Adrian mengelak.
"Aku dengar lo apa yang abang omongin barusan. Aku tahu abang lebih tua dari aku tapi tolong hargai keputusan aku sebagai pimpinan disini. Jangan samakan kepemimpinan orang. Kepala boleh sama hitam tapi isinya enggak sama. Kalo abang enggak bisa minta agunan sertifikat tanah sama nasabah kredit yang 500 juta ini aku tolak. Dan aku minta file kredit yang cair selama aku cuti kirim ke meja aku. Aku mau kroscek lagi."
"Apa?" Mendadak wajah Adrian pucat, telapak tangannya basah karena keringat.
Gawat! Pekik Adrian dalam hati.