Part 230 ~ Sebuah Kebenaran
Part 230 ~ Sebuah Kebenaran
Kata-kata Vinta masih terngiang di telinganya. Dila berharap waktu cepat berlalu dan Vinta segera sadar. Setidaknya Dila harus mendapatkan titik terang kasus apa yang sedang diselidiki Vinta sampai ada orang yang ingin mencelakainya.
Ambulan sudah sampai di rumah sakit Harmoni. Mereka berhenti di depan pintu masuk IGD. Perawat dengan cekatan membawa Vinta ke ruang perawatan untuk diperiksa.
Bara dan beberapa polisi juga memarkirkan mobil depan IGD. Mereka mengikuti mobil ambulan. Bara tak mau meninggalkan Dila dalam kondisi seperti ini. Jika ucapan Vinta benar makan istrinya berada dalam bahaya. Bara membawa tas Vinta dan memberikannya pada Dila. Bara masuk ke dalam ruang IGD, kebetulan para direksi rumah sakit baru selesai melakukan apel dan mereka melewati IGD untuk sampai ke ruangan mereka.
Barli, direktur utama rumah sakit Harmoni menghampiri Bara karena mengenalnya sebagai ketua DPRD dan juga kontraktor yang membangun rumah sakit Harmoni.
"Pak Bara tumben ada disini?" Barli menyapa Bara dan menyalaminya.
"Pak Barli."
Karyawan rumah sakit mendadak kikuk ketika ada direktur di lingkungan kerja mereka. Apalagi ada Barli disini. Jika Barli menyapa pasien dipastikan bukan orang sembarangan.
"Kenapa Pak ketua sampai ada disini? Siapa yang sakit Pak?"
"Anggota istri saya kecelakaan tadi di pusat kota Pak. Kami melihat kecelakaannya tadi jadi langsung membawanya kesini. Kenalkan ini istri saya." Bara memperkenalkan Dila pada Bara.
Dila dan Barli berjabatan tangan.
"Dila Pak."
"Barli Bu. Siapa nama pasiennya Pak Ketua?"
"Davinta Sherly." Dila menjawab.
Barli masuk ke dalam ruangan perawatan dan mencari tahu pasien yang bertanya pada salah seorang perawat IGD. Perawat mengantarkan Barli ke tempat Vinta.
"Apa yang terjadi?" Barli bertanya pada perawat yang sedang membersihkan luka-luka Vinta di wajah, tangan dan kaki. Celana Vinta robek di bagian lutut efek terjatuh dari motor. Vinta menggunakan motor pergi ke kantor.
"Sepertinya patah kaki dan tangan Pak. Syukurlah dia pakai helm sehingga kepalanya tidak apa-apa."
"Mana dokter umum? Suruh dia cek sekarang! Dia anggota dari istri ketua DPRD Sumbar. Berikan pelayanan yang cepat dan baik. Ketua DPRD dan istrinya menunggu di luar. Baik-baik melayani pejabat!"
"Baik Pak."
Seorang dokter muda masih berusia 27 tahun datang ke ruang perawatan. Memeriksa pasien IGD yang barusan masuk.
"Firman, cepat periksa dia dan pastikan dia selamat!" Titah Barli tegas.
"Baik Pak."
Dokter muda nan tampan itu memeriksa Vinta dengan teliti. Dia memegang tangan dan kaki Vinta.
"Siapkan ruang ronsen!" Titah Firman pada perawat.
Barli keluar dari ruangan pemeriksaan dan kembali mendatangi Bara dan Dila.
"Pasiennya sudah di periksa dokter umum. Akan dilakukan ronsen memastikan patah tulang apa tidak. Kami akan merawatnya dengan baik."
"Terima kasih Pak Barli atas bantuannya." Dila mengucapkan terima kasih.
"Kami juga minta ijin Pak akan ada penjagaan dari kepolisian untuk memastikan keselamatan pasien karena dia sengaja ditabrak," kata Bara membuat Barli kaget.
"Baiklah Pak. Saya pamit dulu Pak ada pekerjaan yang tertunda." Barli berpamitan menuju ruangannya.
"Iya Pak. Terima kasih atas bantuannya."
"Sayang aku khawatir sama Vinta. Apakah dia baik-baik saja?" Tanya Vinta pada sang suami."
"Vinta akan baik-baik saja. Dila cuci tangan kamu dan lepas jas kamu yang berlumuran darah itu. Udah kering darah Vinta itu."
"Iya sayang."
Dila dan Bara ke kamar mandi. Bara menunggu sang istri diluar. Bisa kacau jika ikut ke kamar mandi, bakal digerebek massa. Bara tertawa miris membayangkan bercinta dengan Dila di tempat ini. Bara mengutuk diri sendiri karena berpikir mesum dalam kondisi seperti ini.
Dila keluar dari kamar mandi setelah membersihkan tangan dan bajunya dari bekas darah Vinta.
"Bara apa kamu tidak ke kantor?" Dila heran sang suami belum pergi ke kantor.
"Aku akan menemami kamu. Terlalu bahaya jika kamu sendirian sekarang."
"Tapi aku bisa sendirian mengurusnya Bara."
"Sebagai suami aku memiliki firasat buruk padamu. Biarkan aku menjagamu."
Dila dan Bara menuju ruang IGD menunggu tindakan apa yang dilakukan dokter pada Vinta. Dila dan Bara berpapasan dengan Naura di sebuah lorong rumah sakit. Naura bekerja di rumah sakit ini.
"Dila, Bara. Kenapa kalian ada disini?" Naura memicingkan mata melihat adik iparnya.
"Anggotaku mengalami kecelakaan uni. Kami tadi melihat dia kecelakaan di pusat kota dan sedang menunggu dia." Dila menjawab pertanyaan Naura.
"Apa dia baik-baik saja? Bagaimana ceritanya dia bisa kecelakaan?"
"Ceritanya panjang uni."
Dering telepon menghentikan percakapan Dila dan Naura.
Renata Wakil Calling...….
Tanpa menunggu lama Dila segera mengangkat panggilan telepon dari Renata,"Halo Re."
"Dila bagaimana keadaan Vinta?" Renata bertanya dengan bibir gemetar.
"Masih dalam pemeriksaan dokter."
"Dila apakah Vinta akan...."
"Dia akan baik-baik saja. Dia kuat, jika tidak mana mungkin dia mendapatkan gelar sebagai nyai badass."
"Tapi Dil….."
"Berpikirlah yang positif Re."
"Gue baru dapat cerita dari Emir jika Vinta menyelidiki kredit nasabah macet Adrian. Kreditnya berjumlah 10 milyar. Pelunasan kreditnya dibantu asuransi karena macet. Kreditnya baru berjalan enam bulan waktu itu."
"Jangan bilang...." Dila melongo tak menyangka jika Vinta sampai menyelidiki sedetail itu.
"Gue yakin bang Ad dibalik semua ini." Renata bicara berbisik-bisik.
"Kita tidak bisa menuduh tanpa bukti Re. Jaga bicara lo, fitnah jatuhnya."
"Apa lo udah hubungi keluarga Vinta?"
"Astagfirullah gue lupa Re." Dila menepuk jidat.
"Jangan kasih tahu dulu Dil, Biarkan Vinta masuk ruang perawatan dulu baru kasih tahu orang tuanya. Lo bisa ke kantor sebentar?"
"Kenapa?"
"Klus belum dibuka. Teller menunggu uang mereka. Nasabah sudah mulai rame Dil."
"Baik gue kembali." Dila memutuskan sambungan telepon.
"Bara aku kembali ke kantor dulu. Aku harus buka klus dulu." Dila berbalik menatap sang suami.
"Klus apaan Dil?" Naura tak mengerti apa yang Dila maksud.
"Brankas uang uni. Dia kuncinya dua. Satu sama aku satu lagi sama Renata. Aku mau ke kantor dulu dan balik lagi kesini."
"Ooooooo." Mulut Naura membuat membentuk huruf O.
"Mari aku antar." Bara merangkul sang istri.
"Hmmmmmm." Naura bergumam. "Sepertinya kalian sudah semakin dekat dan intim. Jangan bilang kalian sudah saling mencintainya?"
Dila dan Bara saling berpandangan dengan tatapan yang tak dapat dimengerti keduanya. Merek memang dekat tapi mereka belum merasakan apa itu cinta. Entahlah hanya waktu yang bisa menjawab jika mereka sebenarnya sudah saling mencintai.