Part 213 ~ Pesan Untuk Naima
Part 213 ~ Pesan Untuk Naima
"Bagaimana umi tidak tahu, ketika kamu sakit. Kamu menggigau memanggil namanya." Umi Farida mentertawai Fatih. "Tentang Naima tolong kamu balas surat dia. Kirim pesan untuk dia setelah teleponan dengan umi. Jika kamu menolak katakan padanya, jika kamu terima maka Abi akan mengontak Kyai Abdul untuk melamar Naima."
"Tidak umi. Aku menolaknya. Aku belum bisa move on dari Dila. Cinta Dila terlalu mendarah daging dalam tubuhku. Aku butuh waktu untuk menata hati lagi. Untuk saat ini aku tak mau memikirkan cinta atau rumah tangga."
"Baiklah jika begitu. Jangan berlama-lama nak. Kamu sudah saatnya berumah tangga. Usiamu sudah tua sebaiknya menikah. Nanti kamu udah tua dan sakit-sakitan anakmu malah masih kecil. Kasihan mereka masih kecil tapi sudah tidak punya ayah."
Fatih tertawa terbahak-bahak, "Umi bisa saja."
"Jangan tertawa Fatih. Umi bicara fakta. Usia kamu sudah 36 tahun. Sudah sepantasnya kamu nikah dan punya anak. Jika kamu udah nikah saat umur 25 tahun mungkin anak kamu sudah kelas 4 sekolah dasar sekarang."
"Iya umi. Laki-laki enggak apa-apa nikah telat beda sama perempuan umi."
"Iya enggak apa-apa. 14 tahun lagi kamu setengah abad namun anak kamu SMP. Jika umur kamu tidak panjang belum tentu bisa liat anak kamu kuliah. Masih nunda buat nikah? Saran umi terima saja Naima. Cinta sejati hadir setelah akad nikah Fatih. Cinta kamu pada Dila hanya cinta semu dan dia sudah menikah. Naima gadis yang baik, agamanya juga bagus. Kamu bukan tidak cinta dia tapi belum membuka hati saja."
Jleb…..Fatih terdiam mendengar kata-kata umi Farida. Ia dibuat tak berkutik dengan kata-kata uminya. Sementara itu Cyra mencuri dengar percakapan umi Farida dan Fatih. Gadis itu menangis tersedu-sedu mengetahui sang pujaan hati mencintai wanita lain. Lebih menyedihkan lagi umi Farida mendukung Fatih dengan Naima yang terang-terangan mencintai Fatih. Cyra sangat mengenal Naima karena mereka satu kampus dan sering bertemu dalam kegiatan kampus. Walau tidak akrab Cyra tahu jika Naima bukan gadis sembarangan. Banyak laki-laki yang menyukainya dan berlomba-lomba menjadi suaminya.
Fatih mengakhiri VC dengan umi Farida. Ia menghela napas mengingat pesan-pesan umi Farida untuknya. Ia merasa tertohok dengan nasehat umi Farida. Ia tak menyalahkan umi Farida tapi menyalahkan dirinya sendiri yang tak kunjung move on.
"Fatih kamu sudah siapkan barang-barangmu?" Tanya Rudi ketika masuk ke dalam kamar.
Fatih tak memberi jawaban. Rudi mendekatinya seraya melambaikan tangan di depan wajah Fatih namun tak ada reaksi. Rudi pun mengguncang bahu Fatih.
"Fatih ngapain bengong?"
Fatih kaget dengan kedatangan Rudi dan ia tersadar dari lamunannya.
"Ngapain kamu melamun? Jangan bilang jika kamu sedang melamunkan Dila," Cibir Rudi menaikkan salah satu sudut bibirnya.
"Tidak." Fatih membantah.
"Lantas?"
"Aku barusan video call dengan umi Farida."
"Lalu kenapa kamu melamun?" Tanya Rudi kepo memotong pembicaraan Fatih.
"Naima menemui umi Farida."
"Apa?" Rudi menutup mulutnya karena kaget mendengar berita dari Fatih. "Jangan bilang…"
"Dia mengatakan pada umi Farida menyukaiku. Dia juga cerita aku tidak membalas suratnya seakan menggantung perasaannya."
"Jadi kamu belum balas surat cinta dari Naima?"
"Belum. Aku lupa."
"Kenapa kamu lupa?"
"Waktu itu Zaki dan Reno membahas Cyra yang menyukaiku. Aku baru tahu dia menyukaiku ketika aku akan pulang ke Indonesia. Aku kaget dan lupa balas surat Naima."
"Jadi cowok peka sedikitlah Fatih. Masa peka cuma sama Dila?" Rudi menggeleng.
��Bukan kamu juga enggak peka sama Dila. Jika kamu peka dan tidak lupa janji sama anak orang enggak mungkin lost kontak selama delapan tahun. Belajar dari pengalaman Fatih."
"Ya aku akan belajar," jawab Fatih cepat karena tak mau di ceramahi.
"Lupakan Dila dan pilihlah Naima atau Cyra. Jika kamu pilih Naima pernikahan kalian akan gampang diurus karena kita satu negara enggak perlu urus sama kedubus jika kamu pilih Cyra…."
"Stop!" Fatih melambaikan tangan ke udara.
"Sudah bereskan barang-barang kamu buat ke Bandung? Kita akan berangkat malam ini." Kata Rudi mengalihkan topik pembicaraan.
"Sudah. Tinggalkan aku sendiri. Aku akan membalas surat Naima dan mengirimkan pesan padanya."
"Good," balas Rudi mengancungkan jempol. "Jangan gantung anak orang. Naima atau Cyra. Kalo gue ditaksir sama mereka berdua gue akan kawini keduanya." Rudi tertawa terbahak-bahak memegangi perutnya.
��Berisik," kata Fatih tertawa, melambaikan tangan mengusir Rudi dari kamarnya.
Fatih mengambil smartphone dan mencari kontak Naima dalam aplikasi WhatApps. Fatih segera mengetik pesan untuk Naima.
Assalamualaikum Naima,
Maaf jika aku baru membalas pesan kamu. Maafkan aku sebagai laki-laki telah membuat kamu menangis. Tak pernah terbersit dalam diriku untuk membuat kamu menangis. Maafkan aku jika menyakiti kamu tanpa aku sadari.
Naima…..
Aku sudah membaca surat kamu dari dua bulan yang lalu. Kesibukanku ketika pulang ke Indonesia dan banyaknya kegiatanku disini membuat aku lupa untuk membalas surat kamu. Sekali lagi maafkan aku tak tahu diri menyakiti hati gadis sebaik kamu.
Naima…Jujur aku kaget membaca surat yang kamu kirimkan padaku. Aku tak menyangka gadis hebat dan anak seorang Kyai besar menyukaiku dan ingin menjadi pendamping hidupku. Aku merasa kecil untuk bersanding dengan kamu.
Naima aku tak mau melukai menyakiti gadis sebaik kamu. Aku ingin bercerita padamu. Aku menyukai seorang gadis semenjak aku kecil namun strata sosial membuat jarak di antara kami. Aku hanyalah seorang anak ART dan dia anak majikan. Makanya aku bertekad menjadi pria yang sukses agar pantas mendampingi dia. Aku berusaha keras untuk mewujudkan mimpiku. Aku mengatakan perasaanku kala itu dan gayung pun bersambut. Dia juga menyukaiku dan bersedia menungguku hingga selesai mengenyam pendidikan di Mesir.
Sebagai laki-laki aku bodoh dan terlalu pengecut aku lupa mengikat pertunangan dengan dia dan menemui orang tuanya. Aku bahkan tidak berkomunikasi dengannya selama delapan tahun. Aku menggantung anak gadis orang, namun dia tetap setia menungguku bahkan dia tak memiliki kekasih di usia yang sudah tiga puluh tahun.
Jodoh tak bisa ditebak Naima. Wanita yang aku cintai dijodohkan kedua orang tuanya. Aku membuat dia dicap perawan tua dan gosip tak enak sehingga orang tuanya mencarikan dia suami. Dia telah menikah sebelum aku pulang ke Indonesia. Aku tidak bisa menyalahkan dia, sepenuhnya ini salahku tak berani menemui orang tuanya dan tidak menghubungi selama delapan tahun. Maksudku tidak menghubunginya karena aku menjaga kesucian cinta kami. Namun aku salah, aku membuat dia dalam ketidak pastian.
Naima saat ini aku patah hati dan aku sedang menata hatiku. Maafkan pria yang tak tahu diri ini tidak bisa membalas perasaan kamu. Aku belum move on dari wanita yang aku puja. Wanita baik dan solehah seperti kamu layak mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari pada aku. Semoga Allah mengirimkan jodoh yang terbaik untuk kamu.