Part 206 ~ Kejadian Memilukan ( 1 )
Part 206 ~ Kejadian Memilukan ( 1 )
Aku mematikan telepon dari Bara secara sepihak. Aku tahu jika terus melanjutkan pembicaraan dengannya dia akan melarang aku untuk mencari si brengsek. Lima belas tahun yang lalu si brengsek itu bisa menindasku namun kali ini tidak akan bisa melakukannya padaku. Aku bukan gadis remaja yang lemah dan tak tahu apa-apa. Aku wanita dewasa, mandiri dan tangguh. Bukannya aku menyombong bahkan aku bisa menaklukkan lima orang laki-laki dalam satu pukulan.
Flashback
Bandung, Tahun 2005
Lima belas tahun yang lalu. Hari yang terberat bagiku. Aku ikut diculik ketika berusaha menyelamatkan Bara. Teriakan Bara membuat aku kasihan. Dia diculik beberapa pria berpakaian hitam dan bertopeng. Mereka terlihat mengerikan ketika menyeret Bara dan mengikatnya. Mereka menggendong Bara bak menggendong beras.
Mereka ikut menculikku karena aku membuat keributan dan memancing orang-orang untuk datang. Mereka menyumpal mulutku dengan sapu tangan yang sudah diberi obat bius. Aku tertidur setelah menghirupnya. Ketika aku sadar, kami berada di sebuah gedung kosong yang sudah lama tidak ditempati. Mataku menangkap Bara terikat dengan kondisi babak belur. Wajahnya bermandikan darah bahkan darahnya sudah mengering.
Keadaan Bara sangat memilukan. Entah apa yang diperbuat Bara hingga mendapatkan perlakuan seperti ini. Aku tidak tahu yang aku inginkan saat ini lepas dari tempat ini membawa pergi. Ayah dan ibu akan mencariku. Papa dan mama Bara juga akan mencari. Orang tuaku bekerja sebagai ART di keluarga Bara. Walau aku anak ART, Bara dan kedua orang tuanya memperlakukan kami sangat baik. Keluarga kami diperlakukan tak seperti bawahan, tapi layaknya keluarga. Mama Bara telah menganggap ibuku seperti adiknya.
Aku ingin berteriak saat itu. Namun teriakanku terbungkam sumpalan pada mulutku. Mereka mengikat tangan dan kakiku. Aku menangis mengiba meminta belas kasihan si penculik. Seorang laki-laki berambut cepak dengan tato di bahunya mendekatiku. Penampilannya seperti anak-anak gaul jaman sekarang. Dia menatapku dengan tatapan yang tak dapat aku mengerti. Aku masih kecil dan tak mengerti apa-apa. Dia melepaskan kain yang menyumpal mulutku.
"Lepaskan kami!" Aku membentaknya ketika sumpalan pada mulutku di lepasnya.
"Hai bocoh berani sekali kamu membentakku," balasnya mencibirku seakan aku kecil di matanya.
Aku gemetar ketakutan melihat tatapannya. Entah kenapa aku begitu takut dilihat seperti itu. Ini pertama kali bagiku ditatap seperti itu. Ya Tuhan bantu kami lepas dari sini. Aku takut, dia seperti monster bagiku. Aku bicara pada diriku sendiri.
"Lepaskan kami. Kenapa kamu menculik kami? Kami hanya anak remaja yang tidak tahu apa-apa," kataku dihadiahi tawa laki-laki itu.
Dia terus tertawa terbahak-bahak sampai memegang perutnya. Entah apa yang lucu, aku tak tahu sehingga dia menyemburkan tawanya. Aku melirik Bara yang menggelengkan kepalanya padaku. Aku sangat dekat dengannya sehingga aku paham apa maksudnya. Bara tak ingin aku melayani laki-laki itu. Dia tak mau terjadi sesuatu padaku seperti dia.
"Kenapa kamu menculik kami dan memukul kak Bara hingga berdarah-darah?" Aku mengumpulkan keberanian untuk bertanya padanya.
"Apa dia tidak cerita padamu?," katanya menunjuk Bara dipukul-pukul bertubi-tubi oleh anak buahnya yang menculiknya.
"Hentikan! Jangan pukul kak Bara kasihan dia. Dia sudah terluka kenapa masih dipukuli," tangisku pecah tak tega melihat keadaan Bara yang begitu mengenaskan.
"Biarkan saja dia mati!" Jawabannya membuat jantungku berhenti berdetak.
"Kami manusia bukan binatang yang bisa kau biarkan mati begitu saja," tatapku garang seolah menantangnya. Aku berani melawannya. Entah darimana aku memiliki keberanian.
"Itu kau tahu bocah."
"Aku bukan bocah," bantahku tak terima dibilang. Bocah bukankah panggilan untuk anak TK dan SD sementara aku sudah SMA. Bisa dikatakan aku remaja dan dua tahun aku akan sweet seventeen. Saat itulah aku menjelma jadi wanita dewasa.
Dia mendekatiku dan memegang pipiku. Aku jijik dia menyentuh wajahku. Aku tahu dia menatapku penuh nafsu. Sentuhan pria pada wanita.
"Kau cantik juga anak kecil," katanya tersenyum evil. Senyumnya sangat menakutkan bagiku.
"Cepat lepaskan kami sebelum polisi menangkapmu," pekikku dengan amarah. Aku bosan dipermainkan seperti ini apalagi melihat anak buahnya terus-terusan memukul Bara. Aku melihat Bara sampai muntah darah karena dipukuli. Mereka bukan manusia tapi iblis berwajah manusia. Taka da belas kasihan di mata mereka. Bara sudah terluka tapi mereka tetap saja menganiayanya.
"Lepaskan Bara. Jangan pukul dia," pintaku terisak tangis. "Kenapa kau begitu tega menyakitinya. Kami masih remaja dan tak kenal kamu. Kenapa menganiaya kami seperti ini."
"Bersyukurlah kamu perempuan jika tidak aku akan memukul kamu seperti dia." Tatapnya dengan mata melotot. Dia benar-benar seperti penculik yang aku tonton dalam sinetron. Dia benar-benar menyeramkan.
"Le-lepaskan Dian," pinta Bara terbata-bata. "Kau bebas memukul aku asalkan lepaskan dia."
"Tidak kak Bara. Kita harus keluar sama-sama dari sini. Aku tidak akan meninggalkan kakak sendiri. Kakak terluka." Aku menangis kencang layaknya anak kecil yang tak diberi permen oleh orang tuanya.
"Wow saling melindungi rupanya." Cibirnya pada kami.
Begitulah aku dan kak Bara. Kami saling melindungi satu sama lain. Dia memperlakukan aku seperti adiknya walau dia sering berbuat jahil padaku. Walau aku sering dijahili namun aku betah juga bermain dengannya. Hanya dia anak majikan yang tak menjaga jarak dengan pembantunya.Aku patah hati karena dia hanya menganggap aku adik. Aku kira perhatiannya selama ini karena menyukaiku tapi aku salah. Tidak apa-apa kak Bara tak suka padaku asal kami bisa dekat.
"Tentu saja kami saling melindungi. Kak Bara kakakku."
"Apa kakakmu?" Dia memicingkan mata.
"Dia sudah menganggapku sebagai adik dan aku menganggapnya sebagai kakak."
"Begitu rupanya. Bara jika aku menyakiti adikmu seperti kau menyakiti adikku bagaimana?" Tanyanya melirik Bara yang terlonjak kaget mendengar ucapannya.
"Ja-jangan….Dia tidak tahu apa-apa dan tidak ada hubungannya dengan masalah kita."
"Kak ada apa sebenarnya?" Aku menatap Bara meminta jawaban. Aku hanya bisa merengek dan menangis untuk saat ini. Sejuta tanya berkecamuk dalam pikiranku. Kenapa kak Bara bisa bermasalah dengan orang ini.
"Dia tidak cerita padamu?"
"Tidak," jawabku lantang.
"Baiklah bocah kecil. Aku akan ceritakan padamu." Dia membelai rambutku. Aku menghindar tak mau disentuh. Aku ingat wejangan ibu. Tak boleh membiarkan laki-laki menyentuh aku karena itu sama saja dengan pelecehan.
"Jangan sentuh aku. Jauhkan tanganmu dari tubuhku."
"Wowww galak sekali," sarkasnya mencibirku. "Kamu ingin tahu kenapa kakak sialanmu itu harus mendapatkan semua ini? Kau mau tahu?"
Aku mengangguk cepat karena penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Aku tahu kak Bara orang baik dan tak mungkin menjahati orang lain. Kak Bara tidak jahat, dia hanya usil. Ada kesenangan tersendiri baginya jika mengerjai orang lain.