Jodoh Tak Pernah Salah

Part 198~ Pertemuan Fatih dan Bara ( 4 )



Part 198~ Pertemuan Fatih dan Bara ( 4 )

"Aku kelahiran 84. Aku dan Iqbal sepantaran," jawab Fatih meneguk minumannya. Sebelum melahap mie, mulut Fatih berkomat-kamit membaca doa akan makan.     

Dian semakin terkesan dengan Fatih. Jaman sekarang sangat langka menemukan pemuda seperti Fatih. Udah ganteng, pintar, sopan dan agamanya bagus. Pria seperti Fatih ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. Dari seribu pria di Indonesia hanya satu yang seperti Fatih. Dian pun berpikiran usil, bertemu cowok langka seperti Fatih harus dijaga dengan baik dan dilestarikan. Jika tidak akan punah.     

"Aku kelahiran 89. Jadi aku manggil apa ini? Mas, uda, abang, kakak?"     

"Terserah kamu aja. Senyamannya aja."     

"Ok baik. Panggil kakak saja dech."     

"Terserah aja. Kalo kamu panggil nama ntar dibilang enggak tahu kato nan ampek," celetuk Fatih berkelakar.     

"Iya itu. Orang Minang kalo komunikasi terkesan keras gitu. Sebagai orang Sunda nich merasa ada jarak gitu etika bicara dalam Minang. Mungkin beda budaya beda kali ya."     

"Orang sunda toch. Neng geulis…."     

"Hmmmmmmm," jawabnya singkat. "Jelas, cewek Sunda cantik-cantik dan badas."     

"Ya Allah baru kali ini ketemu cewek pedenya tingkat dewa." Fatih tertawa ngakak.     

"Pede itu harus kak," balas Dian membiasakan panggil Fatih 'kak'.     

"Tadi keliatan dongkol gitu sama om Defri," ujar Fatih memancing Dian.     

Fatih ingin menggali informasi tentang Bara. Mau tak mau ia harus sedikit lebih akrab dengan Dian, walau hal ini tidak pernah ia lakukan sebelumnya, mendekati perempuan. Selama ini ketika tinggal di Cairo para wanitalah yang mendekatinya. Fatih bak magnet bagi kaum hawa. Kata fangirl K-pop rahim merasa terasa hangat melihat idola mereka. Begitu pula cewek-cewek disana ketika melihat Fatih.     

Dian menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, "Gimana ya kak. Dongkol pastilah dituduh tapi sadar diri itu mertua bos."     

"Bos. Siapa bos?"     

"Bara. Aku manggil dia bos."     

"Oh gitu." Fatih manggut-manggut. Ia melanjutkan makan. Tak baik makan sambil bicara. Setelah mie rebusnya habis Fatih melanjutkan pembicaraannya.     

"Udah lama kerja sama dia?"     

"Udah lama kak. Aku aja ikut sama dia udah lima belas tahun."     

"Lima belas tahun? Wowwwww." Fatih takjub.     

"Kebetulan aku anak ART yang kerja di rumah keluarga bos. Dulu mereka tinggal di Bandung."     

"Kok kita samaan ya?" Fatih tersenyum manis.     

"Samaan apa kak?" Dian pura-pura tak tahu padahal tahu jika Fatih juga anak ART yang kerja di keluarga Dila.     

"Aku juga anak ART yang kerja di rumah om Defri."     

"So...Kita jodoh gitu kak?" Canda Dian menyeruput minumannya. Mereka berdua tertawa ngakak. "Receh banget aku ya kak."     

"Enggak apa-apalah."     

"Darimana kakak tahu aku dongkol sama om Defri?"     

"Mulut kamu komat-kamit gimana aku enggak tahu. Lucu aja liat kamu kayak gitu."     

"Gimana enggak dongkol kak. Beliau pikir aku pelakor. Kalo aku ngelakor bakal ada season dua The World Of The Married."     

"Gapapa. Bukannya filmnya laris di berbagai belahan dunia."     

"Wah Pak ustad tahu juga rupanya. Cowok suka nonton film Korea."     

"Enggak. Jangan panggil aku pak ustad." Fatih mengelak.     

"Aku enggak suka film Korea. Viral banget sich dibicarakan dimana-mana. Jadi aku tahu dech. Kalo nonton sich enggak. Aku terlalu sibuk buat nonton yang gituan. Selesaikan disertasi sambil ngajar aja rempong boro-boro mau nonton."     

"Jadi sambil kuliah kakak ngajar gitu?"     

"Aku ambil S3 nyambi sambil ngajar."     

"Wow…Hebat sekali. Coba aku punya anak perempuan dah dijodohin sama kamu. Apa udah ada ibu-ibu yang ngomong gitu ke kamu kak?"     

"Ya Allah Dian." Fatih tutup mulut mendengar celotehan Dian. Real life banget apa yang Dian katakan.     

"Alah samo kamu jo induak-induak Minang." ( Sudah kayak ibu-ibu Minang kamu).     

"Minang itu pulo kalabiahannyo. Nan cari minantu indak anaknyo doh, tapi amaknyo. Namuah lo induak jo induak bacakak mamparabuik an minantu. Nan anak alun tantu katuju tapi nan induak-induak ko alah bacakak." Dian menimpali.     

(Itulah kelebihan orang Minang. Yang cari menantu bukan anaknya, tapi ibunya. Bisa juga ibu sama ibu bertengkar memperebutkan menantu. Yang anak belum tentu suka tapi ibu- ibu mereka sudah bertengkar ).     

"Lancar banget bahasa Minangnya Dian."     

"Udah lama bergaul sama bos dan keluarganya tu lancar kayak jalan tol."     

"Ampe logatnya Minang banget."     

"Yoy…yoy." Entah kenapa Dian tak pernah seakrab ini ngomong sama orang. Ia kira Fatih bakal kaku dan ngebosenin ternyata enggak. Benar juga kata orang jangan liat buku dari covernya tapi lihatlah dari isinya.     

"Masalah om Defri tadi harap maklumin aja. Beliau mulutnya emang rada pedes tapi hatinya baik kok. Kalo orang enggak kenal beliau bakal dongkol sama beliau."     

"Mulutnya emang enggak bisa direm. Dila aja kena omongan pedes beliau. Bilang payah enggak bisa cari jodoh sendiri terus dia bilang secara enggak langsung Dila mandul karena belum juga hamil padahal udah nikah tiga bulan. Namanya anak mana ada yang tahu kak. Itu kuasa Tuhan bukan manusia. Buktinya Dila enggak mandul. Hamil juga kan? Yang ngebetein itu dia malah mau nampar Dila di depan suaminya. Untung aja si bos melerai. Efeknya si bos bertengkar sama mertuanya dan ujung-ujungnya mereka angkat kaki dari rumah."     

"Berantem gimana?" Fatih semakin tertarik mendengar cerita Dian.     

Aku tahu kamu lagi cari tahu tentang Dila dan Bara sama aku kan Fatih. Tenang aja aku bakal cerita sama kamu tapi siap-siap nyesal, kamu bakal panas. Aku enggak bakal kasih peluang kamu buat dekatin Dila. Aku enggak mau Bara kembali gay jika kehilangan Dila. Kita sama-sama mencintai orang yang telah menikah tapi kamu harus bisa ikhlas seperti aku. Cinta tak harus memilki Fatih, tapi kita tidak bisa melawan takdir jika Dila dan Bara berjodoh. Jika Bara memang jodohku mungkin sudah dari dulu dia straight! Batin Dian bicara sembari menatap wajah tampan Fatih.     

"Bos berantem sama Pak Defri gara-gara mau nampar Dila. Bos tentu marah jika istrinya ditampar di depan matanya. Bos tangkis tu tangan Pak Defri. Abis tu mereka berantem hebat. Ujung-ujungnya bos bawa Dila pindah ke rumahnya di danau teduh karena mereka di usir. Dilanya sedih harus keluar dari rumahnya dihibur sama bos di ajak pergi honeymoon kedua ke Pulau Rottnest, Australia. Honeymoon pertama mereka gagal makanya mereka honeymoon kedua kesana mereka mau program bikin dedek bayi. Sekalinya jadi malah keguguran."     

Dusta kamu Dian sangat menarik sekali. Dila saja mengatakan jika dia pergi ke Australia menemui Mira. Dia ingin menata hati dan perasaannya. Dila dan Bara tidak baik-baik saja. Dila hanya mencintaiku dan dia tidak mencintai Bara. Dila hamil anak Bara itu karena dia ingin jadi istri yang baik, makanya dia melayani suaminya! Batin Fatih berbisik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.