BaraDila 1
BaraDila 1
Bara sedang berbincang dengan Dino. Pria bermata coklat itu terlihat sedih. Dino masih ingin bersama Leon, namun Rere tak mau meninggalkan anak itu bersamanya.
"Dia menolak gue Bar." Dino tertunduk lesu. Pria itu mengantarkan Bara dan keluarga ke bandara. Dino membawa Hanin dan Lala.
Bara tersenyum menatap Dino. Ia tepuk bahu Dini memberikan semangat. "Ditolak satu kali lamar berkali-kali. Gue tahu siapa adik gue. Rere keras kepala. Jika alasan lo menikahi dia hanya demi Leon, dia tidak akan mau. Apa lo mencintai dia?"
Dino terhenyak tak bisa memberikan jawaban. Dino tipe pria yang sulit jatuh cinta. Sekali jatuh cinta pria itu akan setia dan tak bisa berpaling ke lain hati. Dino sangat mencintai almarhumah istrinya, jatuh cinta pada Dila pun hanya baru-baru ini.
"Sebagai seorang ayah gue ingin memberikan perlindungan secara hukum pada Leon. Setidaknya dia memiliki nama belakang gue. Leon butuh kasih sayang ayahnya. Dia tidak bisa kehilangan sosok ayah. Sebagai ayah, gue tidak ingin melewatkan masa emas dia. Masa kecil Leon hanya sekali dan tidak akan terulang kembali. Gue tidak mau di kemudian hari Leon menyumpahi gue. Meski kelahiran dia dengan cara yang tidak baik, tapi pada hakikatnya bayi terlahir dalam keadaan suci."
"Gue mengerti perasaan lo. Cuma gue enggak bisa memaksa Rere untuk menikah sama lo meski niat lo baik. Rere masih 25 tahun. Lo udah 40 tahun. Usia kita sama. Rere belum se-dewasa Dila. Jarak usia kalian terlalu jauh. Rere masih terlalu muda dan belum dewasa. Ambil hatinya agar mau menikah sama lo. Cintai dia seperti lo mencintai Leon. Jangan samakan cara lo mendekati Ananya dengan Rere. Adik gue masih sangat muda dan menggebu-gebu. Ubah pola pedekate lo."
"Apa gue bisa Bar?"
"Jika lo ga yakin ya enggak bakalan bisa, tapi jika lo yakin menaklukkan Rere, maka dia akan takluk. Luruskan niat lo menikahi Rere. Bukan semata-mata demi anak tapi karena membutuhkan pendamping hidup."
"Entahlah Bar. Gue enggak yakin dengan perasaan ini." Dino menyentuh dadanya.
"Karena lo enggak yakin makanya Rere menolak lo. Gue bisa bantu comblangin kalian."
"Gue harus yakinkan hati gue Bar. Kadang kita harus menurunkan ego demi kebaikan bersama apalagi demi anak. Gue melamar Rere demi Leon."
"Ubah niat lo. Menikah dengan Rere karena mencintainya bukan karena Leon saja. Wanita ingin dicintai dan dimengerti. Jika Rere tidak memikirkan Leon bisa saja dia menerima cinta Angga karena pria itu mau menerima Rere dan Leon. Cinta telah membutakan Angga. Jangan kalah sama yang muda."
"Apa gue bisa?" Dino meragukan diri sendiri.
"Coba lo renungkan. Kita terlalu banyak bicara No." Bara melirik arloginya, lalu kembali melanjutkan ucapannya, "Dekati Leon dan ucapkan salam perpisahan. Usahakan mengunjungi Leon sekali sebulan."
"Jangankan sebulan kalo perlu tiap weekend gue ke Jakarta bawa Hanin menemui adiknya."
"Dekatkan Hanin dengan calon ibu sambungnya." Bara menggoda Dino.
"Maksudnya?"
"Pengaruhi Hanin. Minta anak itu dekati Rere seolah-olah Hanin butuh sosok seorang ibu. Kadang anak kecil lebih mudah menaklukkan hati orang dewasa."
"Akan gue coba Bar. Lo jaga Dila dan triplets baik-baik. Bagaimana pun mereka anak-anak gue juga."
"Lo enggak perlu khawatir pasti gue amankan apalagi ibunya." Bara melirik nakal sang istri. Dila buang muka karena malu dengan ulah Bara. Semenjak mereka kembali bersama, pria itu selalu modus dan sering mengambil kesempatan untuk bermesraan. Tak mengenal waktu dan tempat.
Hanin menangis tersedu-sedu karena berpisah dari triplets dan Leon. Hanin merasa kesepian. Gadis kecil itu sudah terbiasa menjadi seorang kakak. Belum merelakan kepergian adik-adiknya.
"Uni Hanin enggak perlu sedih. Kita akan bertemu lagi." Salsa menggenggam tangan Hanin.
Hanin tertunduk lesu. Tak bisa mengucapkan satu kata pun. Perpisahan ini terlalu pahit untuknya. Hanin hanya berbalik memeluk kaki Lala. Marah dan kecewa ia rasakan.
"Baba, mau ikut Ama." Pinta Hanin memelas menatap Dino.
"Nanti ya nak. Weekend kita pulang ke Jakarta menemui Leon dan triplets."
"Tidak mau." Hanin menggeleng seraya menangis tersedu-sedu.
Dila tak sampai hati melihat tangisan Hanin. Andai Dino mengijinkan Dila akan membawa Hanin ke Jakarta.
"Aku tidak bisa membiarkan Hanin pergi sama kamu Dil. Aku sudah tidak punya siapa-siapa selain Hanin. Terlalu menyakitkan jika aku tak bisa menghabiskan hidupku bersama Leon, masa Hanin juga. Jangan bawa Hanin." Dino melirik Rere yang tengah buang muka. Berharap Rere mendengar sindirannya.
"Menyedihkan banget hidupku. Istri enggak punya, anak mau kamu bawa. Mau jadi apa aku?" Dino masih saja melihat Rere yang seolah tak terjadi apa-apa.
Dila tersenyum lucu mengerti arah ucapan Dino. Lala mendekati Rere dan Leon. Wanita paruh baya itu memeluk cucu laki-lakinya.
"Nenek bakal kangen sama Leon. Sering-sering main ke rumah Baba ya nak."
Leon hanya tersenyum dan mengangguk. Lala mengelus pipi sang cucu. Leon sangat menggemaskan ketika tersenyum. Siapa pun akan jatuh hati melihat senyum manis anak itu. Leon memiliki lesung pipi. Benar-benar manis. Bikin para wanita diabetes melihat senyumnya.
"Re….Tidak bisakah kamu jadi menantu mama?" Lala memanggil 'mama' pada dirinya.
"Ante maaf…," lirih Rere memanggil Lala sama seperti Dila.
"Maaf kami harus check in. Terima kasih No, makasih Ante sudah menjaga Dila selama ini. Hanin." Bara merunduk, mengelus kepala Hanin seperti anak sendiri. "Hanin dan Leon akan tinggal satu rumah, tapi ini rahasia kita. Jangan bilang sama siapa pun termasuk Baba. Janji?"
"Janji Apa." Hanin ikut-ikutan memanggil Bara dengan sebutan 'Apa'.
"Jadilah anak yang baik. Jangan buat nenek dan Baba repot. Kalo kangen adik-adik video call ya nak."
"Baik Apa."
Bara membawa keluarganya untuk check in. Hati Dino merasa teremas dan sakit harus berpisah dengan Leon. Anak itu baru saja akrab dengannya. Kenapa mereka harus berpisah lagi? Dino tak bisa menahan air matanya ketika Rere menggendong Leon untuk check in. Ia ciumi kening, kedua pipi dan tangan Leon. Duh berat banget perpisahan ini. Lagi sayang-sayangnya malah ditinggal. Tak ada yang bisa menggambarkan perasaan Dino.
Tia mendekati Dino sebelum check in.
"Jangan menyerah Pak. Pepet terus mommy Leon. Batu yang keras saja jika terus di pukul akan pecah apalagi hati Rere."
"Apa saya bisa?"
"Aku yakin Bapak bisa." Tia masih saja memanggil Dino dengan panggilan formal.
"Semoga sajalah." Dino seperti kehilangan harapan. Tia pun meninggalkan Dino.
"Rere," panggil Dino sebelum wanita itu menghilang dari hadapannya.
"Ada apa?"
"Aku akan sering telpon kamu menanyakan kabarnya Leon."
"Baik," balas Rere singkat lalu masuk ke dalam.
*****
Baca kisah Rere dan Dino di novel "TERJERAT PESONA DUDA TAMPAN". Dijamin diabetes dan senyum-senyum sendiri. Simpan Di Library Kalian ya.