Jodoh Tak Pernah Salah

BaraDila 2



BaraDila 2

Herman tak sabar menanti kedatangan Bara dan keluarga kecilnya. Pria tua itu sudah tahu perihal Bara dan Dila yang kembali bersama. Herman tahu jika ingatan Bara telah pulih. Tia menceritakannya ketika menjemput Leon untuk dibawa ke Kuala Lumpur bertemu Dino. Herman dan Ainil juga sudah tahu siapa ayah kandung Leon dari cerita Tia. Bara memerintahkan Tia untuk menceritakan semuanya. Tak ada sedikit pun yang Tia tutupi dari keduanya.     

Mobil Alphard yang membawa Bara dan Dila berhenti di depan rumah. Herman berdebar-debar menunggu kedatangan Dila dan cucu-cucunya. Bahagia karena memiliki tiga orang cucu. Berharap Bara memiliki banyak anak agar ia tak kesepian di masa tua.     

"Dila," panggil Herman ketika melihat menantunya turun dari mobil. Dila turun bersama ketiga cucunya.     

"Papa." Dila menangis haru. Ia mendekati Herman lalu mencium tangan sang mertua.     

Herman mengelus kepala Dila dengan penuh kasih. Tak ada kemarahan atau pun kekecewaan karena Herman sudah tahu alasan Dila meninggalkan Bara. Dila membuktikan cintanya. Bahwa cintanya benar-benar dalam pada Bara. Demi melindungi sang suami dari jerat hukum, Dila mengorbankan hidupnya.     

"Maafkan Dila pa." Dila masih saja menangis. Merasa bersalah pada sang mertua. Pasti Herman kesulitan beberapa tahun terakhir karena harus merawat Bara.     

"Tidak ada yang perlu dimaafkan Dil. Yang penting kalian kembali." Herman menatap ketiga cucunya.     

"Salim sama kakek nak," titah Dila pada ketiga anaknya. Ketiganya menuruti perintah sang ibu.     

Herman terharu melihat ketiga cucunya. Hatinya berbunga-bunga bisa melihat dan memeluk cucunya.     

"Kamu mirip sekali dengan Apa nak." Herman bicara dengan Hanin. "Fotocopy Bara sekali. Kalo kalian." Herman melirik Shaka dan Shakel. "Kalian mirip Ama. Bawa rejeki ini. Anak perempuan mirip ayahnya dan anak laki-laki mirip ibunya."     

"Papa bisa saja." Dila tersenyum manis. Ia menatap Ainil lalu menyalami ibu tiri sang suami. "Aku Dila Bunda. Gapapa kalo aku panggil bunda?"     

"Senang sekali kalo kamu panggil bunda nak. Anggap saja bunda sama seperti mama Ranti. Jangan sungkan ya."     

"Duh bunda baik sekali. Pantas suamiku sayang sama bunda." Dila malah menggoda. Mereka berdua saling lirik.     

"Sayang dalam konteks apa ini? Kalo sayang cowok ke cewek papa bisa marah lo." Herman bercanda untuk mencairkan suasana.     

Semuanya tertawa mendengar candaan Herman. Dila bahagia disambut hangat kedua mertuanya.     

Rere, Tia dan Leon lebih dulu masuk rumah. Mereka sangat lelah dan ingin tidur. Dila, Bara, Herman dan Ainil masih bicara. Anak-anak sudah mengantuk. Salsa dan Shakel tidur di paha Dila sementara Shaka di paha Bara.     

"Sepertinya anak-anak sangat lelah. Kalian bawa aja anak-anak ke kamar." Ainil tidak tega melihat anak-anak tidur di pangkuan Bara maupun Dila.     

"Gapapa ini bunda?" Bara merasa tak enak pada ibu tirinya.     

"Enggak apa-apa. Besok masih ada waktu untuk berbincang lagi."     

"Kami pamit ke kamar ya bunda." Bara menggendong Salsa. Ia membawa anaknya ke kamar.     

"Bukan kesitu Bar." Ainil mencegat Bara masuk ke kamar yang biasa.     

"Kemana bunda?" Bara mengangkat bahu.     

"Kamar itu terlalu kecil untuk kalian berlima. Bunda sudah renovasi kamar buat kalian. Kamar kamu dan anak-anak. Disana." Ainil menunjuk kamar yang satunya lagi.     

"Itu ada dua kamar Bar. Link kamar kalian dan anak-anak."     

"Makasih bunda. Pengertian banget. Makin sayang." Goda Bara mengedipkan mata.     

"Bar…." Ainil mengingatkan.     

"Lupa ada ibu negara." Bara terkekeh.     

Dila membaringkan Salsa di ranjang kecil yang sudah dipersiapkan Ainil. Ketiga anaknya sudah tertidur lelap. Bahagia melihat ketiganya tidur dengan nyenyak. Dila mengelus pipi Salsa, Shaka dan Shakel bergantian.     

Tiba-tiba Bara mengejutkan Dila dengan memeluk istrinya dari belakang.     

"Kaget tahu Bar." Dila malah mengomeli suaminya.     

Iseng Bara menciumi tengkuk Dila hingga istrinya geli. Dila berusaha menghindar namun Bara semakin nakal bahkan menurunkan resleting dasternya. Pria itu melorotkan pakaiannya.     

"Apaan sih Bar?" Dila merasa malu dan takut dilihat anak-anak.     

Bukannya mendapat jawaban malah Bara menyerang bibirnya dengan ciuman. Dila hampir kehabisan napas karena ciuman Bara bak vacuum cleaner. Tak mau lepas.     

"Jangan disini Bar." Dila mengomeli sang suami.     

Bara menggendong Dila dan membawa istrinya ke kamar mereka. Dila berbaring pasrah di atas ranjang. Bara naik ke atas tubuh Dila dan kembali mencium bibir manis sang istri. Bara juga memberikan kecupan di kening dan leher istrinya. Tak lupa meninggalkan jejak disana. Bara ingin menenggelamkan kepalanya di kedua bukit sang istri, namun dicegah Dila.     

"Kenapa sejak kita ketemu bawaannya 'Itu' mulu? Enggak capek abis perjalanan jauh Bapak Aldebaran."     

Bara menggeleng, "Aku enggak pernah capek kalo bareng kamu sayang. Kamu penghilang lelahku. Aku mau buka puasa karena sudah empat tahun tidak 'begitu'. Tersiksa banget arus bawah tertahan." Bara tersenyum nakal menggerakkan jarinya.     

"Mesum."     

"Bukannya kamu suka kalo aku mesum."     

"Maniak."     

"Kamu pasangan maniak," balas Bara tertawa kecil. Dila malah memberikan cubitan di lengan Bara.     

"Jangan keras-keras sayang. Sakit tahu."     

"Aku suka yang KERAS sayang." Dila balik menggoda sang suami.     

Bara malah tersenyum lucu dan bahagia melihat kenakalan sang istri. Cepat-cepat ia melepaskan celana, namun tangannya ditahan Dila.     

"Mandi dulu sayang. Bau. Lengket ini badan."     

"Masa mandi dua kali?" Bara memprotes. "Sekalian aja mandi nanti. Kita bikin dedek bayi dulu." Bara menaik turunkan alis.     

"Mandi dulu. Kalo ada yang sulit kenapa harus menggunakan cara yang gampang?" Dila bangkit dari ranjang. Melepaskan pakaian di depan Bara. Ia mengambil handuk lalu berjalan menuju kamar mandi.     

Bara gemas sendiri melihat sang istri. Sok jual mahal tapi malah menggodanya. Pria itu juga mengambil handuk dan menyusul istrinya ke kamar mandi.     

Dila berteriak keras kala Bara mengerjainya dalam kamar mandi. Tubuh itu saling memuja satu sama lain. Melampiaskan rindu yang selama ini tertahan. Mereka selalu merasa tak cukup melepaskan rindu ini.     

"Pelan-pelan sayang." Dila komplain karena Bara terlalu bersemangat bermain cinta.     

"Bukannya kamu suka yang keras-keras sayang?" Bara malah menggoda sang istri tanpa melepaskan penyatuan mereka.     

Sensasi yang luar biasa. Bara menggeram dengan suara tertahan ketika tubuhnya masuk ke dalam tubuh istrinya. Nikmat yang tak bisa ia gambarkan dengan kata-kata.     

"Sayang…." Dila menahan napas merasakan hentakan Bara dalam dirinya. Ritmenya semakin cepat dan teratur.     

"Kalo gini bukan bikin dedek bayi Bar," lanjut Dila lagi.     

"Anggap aja gitu. Yang penting bikin dedek bayi. Bukankah ini tutorial membuat bayi?"     

"Kita enggak bikin film bokep kan Bar?" Dila malah menyerocos sembarangan.     

"Enggak ada sutradaranya sayang." Bara malah menimpali kekonyolan Dila. Kembali ia menyetubuhi sang istri untuk kesekian kalinya. Tak pernah bosan memuja dan menyentuh sang istri.     

"Anggap aja aku sutradaranya," ucap Dila terengah-engah. Tusukan Bara makin keras dan kuat.     

"Nakal ya." Bara meremas bokong Dila.     

"Aww….." Pekik Dila.     

"Bukannya suka yang KERAS?" Bara malah meledek istrinya.     

*****     

Baca kisah Rere dan Dino di novel "TERJERAT PESONA DUDA TAMPAN". Dijamin diabetes dan senyum-senyum sendiri. Simpan Di Library Kalian ya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.