Part 351 ~ Launching Rumah Sakit (4)
Part 351 ~ Launching Rumah Sakit (4)
Mata Zico bertemu dengan mata Dian. Ada perasaan yang aneh yang menyergap hati Zico. Entah kenapa melihat ibu dari anaknya membuat hatinya berembun. Rasa bersalah semakin kuat menjalar dalam hatinya.
Bara, Egi, Dila, Clara dan Dian memutuskan untuk makan dalam satu meja. Mereka berlima berada dalam suasana yang canggung. Ini pertama kalinya Egi makan bersama dengan Bara setelah mereka putus. Ini juga pertama kalinya bagi Dila makan bersama dengan Egi, pelakor dalam rumah tangganya di masa lalu.
Zico memberanikan diri untuk untuk menghampiri meja mereka berlima. Ada yang ingin ditanyakan oleh Zico pada Egi. Kenapa dia bisa kenal dengan Dila, Bara dan Egi? Apa hubungan mereka sebenarnya.
"Apa makanannya enak bro?" Sapa Zico pada Egi.
Bara menatapnya dengan tatapan kesal dan dongkol. Dila memperhatikan tindak tanduk suaminya. Suasana mendadak jadi panas dan mencekam. Dila berasa berada di kandang macan. Satu pria adalah mantan kekasih suaminya. Satu pria lagi adalah orang yang memperkosa suaminya hingga jadi seorang gay. Dila bingung harus bersikap bagaimana.
Dila juga melihat kebencian Dian pada Zico. Tatapan Dian seolah ingin memakan Zico hidup-hidup. Ekspresi Dian terbaca oleh siapa saja.
"Hai bro. Enak sekali," balas Egi seraya mengunyah makanan.
"Duduk bro." Egi menawarkan tempat duduk pada Zico. Kebetulan ada kursi kosong di sebelah Dian.
Zico tersenyum kecut. Dia enggan duduk di sebelah Dian. Wanita itu menatapnya dengan pandangan tak suka. Dian menatapnya dengan jijik seolah Zico sampah yang busuk.
"Enggak usah bro. Gue berdiri saja," tolak Zico secara halus.
"Duduk saja kenapa sungkan," jawab Bara dingin seraya menyendok makanan ke dalam mulutnya.
"Dian biarkan dia duduk di sebelahmu." Titah Bara pada Dian.
"Tapi bos." Dian menolak, tak sudi duduk bersebelahan dengan Zico.
"Jangan banyak komentar," balas Bara dingin.
Dengan wajah kesal dan dongkol Dian memberikan kursi di sebelahnya pada Zico. Egi memicingkan mata, memikirkan dan menganalisis sesuatu. Apa hubungan Dian dan Zico? Kenapa nyai badas terlihat sangat membenci Zico?
"Zico dan Dian sudah saling kenal?" Tanya Clara polos.
Egi tersenyum manis. Clara sudah mengajukan pertanyaan yang akan ia tanyakan.
Dila mengibaskan tangan merasa kepanasan. Padahal cuaca tidak panas, namun ia keringatan. Mungkin efek baju kantor yang ia pakai. Dila berspekulasi.
Dila menatap suaminya seraya meremas paha Bara agar tak melakukan sesuatu yang aneh dan memancing keributan.
Bara pun tersenyum manis menatap sang istri. Jika bukan tempat umum sudah Bara bungkam dengan ciuman panas nan membara karena sang istri bawel sekali.
"Long time no see Bara. Apa kabar?" Sapa Zico memberanikan diri menyapa Bara.
"Sangat bahagia dan baik. Apalagi aku mempunyai istri secantik dan sebaik Dila," jawab Bara memasang senyum palsu.
Zico tahu ini sindiran. Cara Bara mengucapkannya dengan tenang membuat kata-kata itu terdengar dingin.
"Hidup ini penuh dengan panggung sandiwara. Manis di depan tapi sebenarnya busuk," balas Dian sinis menatap Zico.
"Lima belas tahun yang lalu kemana saja? Kenapa menampakkan tampang bejat lo di depan kami," lanjut Dian menohok.
Zico terdiam, menghela napas dengan pelan mengelus dada mencoba bersabar. Tak boleh terpancing dengan kata-kata tajam Diam. Bagaimana pun kata-kata Dian ada benarnya.
"Jadi kalian sudah saling mengenal sejak lama?" Egi semakin penasaran dan ingin tahu hubungan ketiga. Kenapa Bara mau pun Dian terlihat sangat membenci Zico?
"Terima kasih Bara telah datang pada acara launching rumah sakit." Zico mengalihkan pembicaraan.
"Aku datang sebagai ketua DPRD bukan secara pribadi. Sebagai wakil rakyat tentu aku mendukungmu. Rumah sakitmu terbaik dari segi peralatan di kota ini."
"Aku tetap mengucapkan terima kasih." Zico menunduk kehabisan kata-kata.
"Kami tidak butuh ucapan terima kasihmu," balas Dian ketus. Bawaannya selalu marah jika melihat Zico apalagi dia telah berhasil mendapatkan hati Alvin.
"Biskaah masalah pribadi tidak dibawa ke tempat ini?" Pinta Zico dengan suara memelas minta dikasihani.
"Sebenarnya apa sich yang terjadi pada kalian?" Nada bicara Egi jadi tinggi dan menyiratkan kemarahan.
"Lo kenal dimana dengan dia?" Dian bangkit menunjuk Zico.
"Dia sahabat gue. Zico sahabat terbaik gue," jawan Egi tanpa keraguan. Egi jengah melihat sikap buruk Dian pada Zico.
"Kalian jangan ribut." Dila menengahi perdebatan mereka. "Jangan bikin malu. Kita sudah sama-sama dewasa. Jangan mempermalukan diri kalian."
"Tapi mak lampir ini bikin gue naik darah." Egi membela diri.
"Tapi tidak seharusnya kalian ribut disini." Dila menatap tajam pada semuanya.
"Sayang udah." Clara angkat bicara dan menenangkan sang kekasih.
"Gue enggak terima sahabat gue diperlakukan buruk," lanjut Egi sembari meminum air putih.
"Apa yang dia lakukan ke...…" ucapan Dian terhenti karena Bara mencengkram tangannya. Bara menggelengkan kepalanya.
"Kalian bisa tidak jaga sikap? Menempatkan sesuatu pada tempatnya?" Dila mulai marah pada Dian dan Egi.
"Kamu bisa ngomong kayak gitu dia karena kamu nggak berada di posisi kami. Coba kamu berada di posisi kami belum tentu kamu akan bisa setenang aku," jawab Dian kesal pada Dila.
"Oke. Aku ngerti gimana perasaan dan rasa sakit kamu sama Zico. Jika kamu mau marah dan menebar kebencian pada Zico bisa nggak ngomong secara pribadi aja? Nggak usah di acara seperti ini. Kita ada di tempat umum, tolong jaga sikap kamu." Dila mengingatkan Dian. Dila ingin nabok Dian karena keras kepala.
"Kamu benar-benar menyebalkan Dila."
"Terserah kamu. Jika kamu bilang aku menyebalkan, masa bodoh. Jaga sikap kamu jika berada disini. Jika kamu sama Zico mau tonjok-tonjokan dan cakar-cakaran silakan tapi jangan disini. Silakan cari tempat lain. Enggak puas kamu udah bikin Zico kemarin operasi dan kamu patahkan tulangnya?" Tanpa disadari Dila membuka tabir antara Zico dan Dian di depan Egi.
"Apa kamu bilang? Dia mencelakakan Zico? Sialan lo." Egi menunjuk Dian. Mengangkat lengan bajunya seolah mengajak Dian berduel.
"Kenapa lo sakitin sahabat gue? Apa salah Zico sama lo? Kenapa lo jahatin dia? Enggak cukup lo udah bikin gue celaka?" Egi marah-marah pada Dian namun masih memelankan suaranya, tak mau menarik perhatian tamu yang lain.
"Udah Gi. Jangan diteruskan lagi. Malu sama yang lain. Gue layak dapat perlakuan itu kok." Zico mencegah Egi melanjutkan perdebatannya dengan Dian.
"Kenapa lo jadi bela dia sih bro?" Egi malah kesal sama Zico. Padahal dia sudah bela mati-matian.
"Dia udah jahat sama lo. Sebenarnya masalah kalian ini apa sih? Gue jadi bingung sebenarnya. Kenapa lo sama Dian kayak musuhan gitu? Kayak udah kenal lama gitu. Tolong jelasin ke gue sejelas-jelasnya, yang bikin kalian bermusuhan itu apa?"
"Oh jadi lo mau tahu kenapa gue benci banget sama sahabat lo?" Dian menatap Zico sini memperlihatkannya seringainya.
"Beri gue satu alasan kenapa lo benci sama sahabat gue? Setelah gue tahu mungkin gue akan tutup mulut." Egi malah menantang Dian.