Jodoh Tak Pernah Salah

70. DETEKTIF DADAKAN



70. DETEKTIF DADAKAN

Daniel mengetuk pintu kamar Tia. Ia panik tak mendapati Bara dalam kamar. Tiba-tiba saja sang bos menghilang ketika ia bangun tidur. Daniel sudah mencari Bara namun tidak menemukannya.     

Tok...tok…..Daniel mengetuk pintu kamar Tia dengan keras. Terpaksa mengetuk dengan keras karena Tia tidak membukakan pintu dari tadi. Daniel yang malah khawatir dengan Tia. Takut terjadi sesuatu dengan pujaan hatinya. Meski tak pernah mengatakannya pada Tia, Daniel sudah lama naksir Tia semenjak mereka SMA.     

"Tia buka pintunya," panggil Daniel histeris.     

"Jangan-jangan Tia bunuh diri." Pikiran buruk menguasai Daniel. Pria itu geleng-geleng kepala tak mau sembarangan menduga-duga.     

"Tia," panggil Daniel lagi. Ia mengetuk pintu sekali lagi namun ia hampir tersungkur. Saat akan mengetuk pintu sekali lagi Tia membukakan pintu.     

"Ada apa Daniel?" Cebik Tia kesal karena Daniel berteriak.     

"Lo lama banget buka pintu. Lo ngapain didalam?" Daniel terlalu khawatir tanpa ia sadari menyentuh pipi Tia.     

"Pak Daniel, direktur operasional itu tangannya bisa dikondisikan?" Tanya Tia dalam mode galak.     

"Eh maaf," ucap Daniel gugup. Ia jadi malu sendiri memperlihatkan kebodohannya di depan Tia. Daniel tiba-tiba gugup, tangannya basah karena keringat. Bisa-bisanya dia gugup di depan Tia.     

Kamu emang payah Daniel. Bertemu dengannya saja sudah buat kamu gugup. Kamu itu pria Daniel, direktur lagi. Masa kamu enggak bisa jaga wibawa di depan Tia. Payah…payah…..! Batin Daniel memberontak.     

"Ada apa?" Tia berpangku tangan masih memasang wajah jutek. Terang saja ia ketus karena Daniel sudah membangunkannya dari mimpi indahnya. Sedikit lagi ia akan berciuman dalam mimpi dengan Lee Min Ho, namun Daniel membuyarkan mimpinya.     

"Pak Bara," ucap Daniel tergagap.     

"Pak Bara kenapa?" Mulut Tia terbuka. Takut terjadi sesuatu dengan sang bos.     

"Pak Bara….." Hembusan napas Daniel terdengar berat.     

"Ya kenapa Pak Bara?" Tia dalam mode panik. Daniel paling bisa memancing rasa penasarannya. "Cepat ngomong Daniel." Tia mengguncang tubuh Daniel.     

"Pak Bara hilang."     

"Hilang kemana?" Tia mencengkram lengan Daniel. Mendadak ia khawatir dengan keadaan Bara. Sang bos belum sepenuhnya sembuh dan masih suka sakit kepala. Bekas tembakan di kepala Bara masih menyisakan sakit sampai sekarang.     

"Kita harus cari Pak Bara." Tia tergagap. Ia masuk kamar mengambil smartphoe lalu memakai long sweater. Hari masih pagi, cuaca diluar masih dingin. Tia mengunci pintu kamarnya dan mengajak Daniel pergi.     

"Kita cari kemana Tia?" Daniel penasaran.     

"Kemana aja asal ketemu. Gue bisa dicekik Rere kalo enggak bisa jaga abang dia."     

"Memangnya Rere sekejam itu?"     

"Dia bisa kejam kalo lagi marah," jawab Tia ngasal.     

Mereka berdua mencari Bara ke setiap sudut resort. Restoran, kolam renang, ke tepi pantai namun hasilnya nihil. Kaki Tia sudah pegal karena berkeliling resort yang sangat luas.     

"Jangan-jangan Pak Bara masuk hutan itu." Daniel menunjuk hutan wisata yang ada di resort Parkour Laut.     

"Enggak mungkinlah. Ngapain Pak Bara kesana. Digigit ular malah."     

"Bisa jadi sih Tia. Pak Bara aneh," celetuk Daniel seenaknya.     

Tia mencubit Daniel hingga laki-laki itu berteriak kesakitan. Teriakan Daniel sangat kencang hingga memancing petugas resort datang ke tempat mereka.     

"Ada apa Tuan? Adakah yang bisa saye bantu?" Tanya petugas resort dengan sopan.     

"Tak ape. I baik-baik saja." Daniel cengengesan karena malu. Tak menyangka jika teriakannya mengundang kedatangan petugas hotel.     

"Fine." Petugas resort pergi namun langkah kakinya tertahan karena ditahan oleh Tia.     

"Tuan wait."     

"Ada ape Miss?"     

"You liat dia tak?" Tia memperlihatkan foto Bara pada petugas resort.     

Petugas resort itu melihat dengan seksama lalu berpikir. Dimana ketemu orang ini?     

"Saye ingat."     

"Ingat apa?" Tanya Daniel dan Tia serentak.     

"Tuan ini tadi pingsan dan dibawa ke kamar oleh istrinya?"     

"Istrinya?" Tia dan Daniel dalam mode kaget.     

"Sejak kapan Pak Bara punya istri?" Daniel malah berpikir dengan keras.     

"Boleh antar kami kesana? He is my boss. I missing him."     

"Ok."     

Tia dan Daniel mengikuti petugas resort dari belakang. Mereka penasaran Bara ada di kamar siapa.     

"Apa Kinanti?" Tia berbisik seraya melirik Daniel.     

"Kalo di kamar ular itu, habislah Pak Bara," kata Daniel spontan.     

"Kenapa?"     

"Bisa jadi dia ajak Pak Bara tumpang tindih," celetuk Daniel memperagakan orang berhubungan intim dengan tangannya.     

Tia kembali memukul Daniel. "Kalo ngomong jangan sembarangan. Gue cabe juga mulut lo."     

Daniel menutup mulutnya dengan tangan, takut Tia melakukan ancamannya.     

"Jangan dong."     

"Ini kamarnya. Tadi saye membantu mengangkat Tuan ketika pingsan." Petuas resort menunjukkan kamar.     

"Thank you," ucap Tia.     

"Saye undur diri."     

"Ini kamar siapa Tia?"     

"Yang jelas ini bukan kamar Kinanti."     

"Kok lo tahu bukan kamar Kinanti?"     

"Gue udah pernah liat dia keluar dari kamarnya. Tunggu sebentar." Tia melayangkan tangan di udara, meminta Daniel untuk diam. Ia dekatkan telinganya ke dinding untuk mendengar sesuatu.     

"Memang bisa dengar Ti? Bukannya kamar kedap suara. Kalo enggak pake pengedap suara bisa kedengaran dong orang lagi ah oh ah oh."     

"Bisa diem ga sih Niel." Tia frustasi melihat tingkah Daniel.     

Tia melihat Hanin dari jauh. Ia menarik tangan Daniel untuk sembunyi. Hanin menempel kartu ke pintu, lalu pintu ia buka dengan perlahan-lahan. Gadis kecil itu masuk ke dalam kamar. Tia langsung tahu Bara ada di kamar siapa.     

"Berarti kamar Dila," celetuk Tia berlari cepat menahan pintu agar tak tertutup sepenuhnya.     

Daniel berdiri di belakang Tia. Mereka berdua menjadi detektif dadakan.     

"Apa yang kamu lakukan padaku?" suara Bara terdengar jelas di telinga Daniel dan Tia.     

"Tidak ada." Suara Dila terdengar oleh Tia dan Daniel.     

"Jangan-jangan mereka sedang swadikap papap," celetuk Daniel dengan suara pelan namun mulutnya di bungkam tangan dia.     

"Bisa enggak lo diam?" Tia jadi kesal melihat ulah Daniel.     

"Bisa jadi gitu Tia. Pak Bara laki-laki normal butuh itu juga. Tiga tahun enggak garap sawah ya kayak singa laparlah." Daniel mengemukan pendapatnya sebagai laki-laki.     

"Berarti lo juga kayak gitu?" Tia memukul balik Daniel.     

"Ya enggaklah. Gue masih perjaka."     

"Emangnya gue peduli." Tia masa bodoh Daniel masih perjaka apa tidak.     

Keduanya kembali memguping dan mereka mendengar perdebatan kecil antara Dila dan Bara.     

"Bos lagi menggoda wanita itu. Fix bos sukanya tipe cewek ibunya si kembar. Bukankah wanita itu punya suami. Bos main serong sama istri orang dong?"     

Tia kembali menjitak kepala Daniel. Pria itu selalu saja berpikiran negatif. Perdebatan Bara dan Dila berakhir ketika Hanin buka suara. Keduanya hening. Tia dan Daniel mendengar Dila mengusir Bara dari kamarnya.     

"Ayuk kita pergi dari sini sebelum ketahuan Pak Bara," ajak Tia menarik tangan Daniel.     

Mereka bersembunyi kembali. Bara keluar dari kamar Dila dengan wajah sumringah. Senyum terukir di kedua sudut bibirnya.     

"Sudah lama gue enggak liat Pak Bara senyum kayak gitu."     

"Apa mereka habis ngewe ya?" Lagi dan lagi Tia kesal dan memukul kepala Daniel.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.