52. PESTA SANGEET ( 7 )
52. PESTA SANGEET ( 7 )
Kinanti juga diundang dalam pesta pernikahan anak Tuan Irfan Khan. Tentu saja wanita itu diundang karena juga bekerja sama dengan Tuan Irfan. Kinanti melakukan ekspor untuk perusahaan Tuan Irfan untuk bahan baku kontruksi.
Kinanti mengepalkan tangan seraya memikirkan cara menyingkirkan Dila dari hadapan Bara. Tak rela rasanya jika ada wanita lain bisa dengan mudah menyentuh tubuh Bara. Kinanti geram ketika melihat tatapan Dila pada Bara. Penuh cinta. Bara tak menolak sentuhan Dila. Itu yang menyebabkan Kinanti semakin murka dan ingin menjambak rambut Dila.
"Jangan cari keributan Ibu. Jaga image disini. Tuan Irfan akan marah besar dan menghentikan kerja sama jika Ibu membuat keributan di pesta pernikahan anaknya." Ara memberikan peringatan.
Kinanti diam membatu. Memukul udara kosong. Menggeram dengan keras. Satu pertanyaan menghantui Kinanti. Kenapa Bara tak pernah memandangnya sedikitpun. Pria lain bahkan rela baku hantam untuk bisa duduk bersama. Kenapa Bara berbeda?
"Kenapa Bara tidak pernah melirikku Ara?" Tanya Kinanti pasrah. Entah kenapa ia tiba-tiba cengeng dan baperan.
"Pak Bara suka permen yang terbungkus daripada yang terbuka," jawab Ara diplomatis.
"Kau.…." Kinanti malah meradang tak terima dengan jawaban Ara. Sebagai asisten harusnya Ara mendukung dan memberikan motivasi bukan menjatuhkannya.
"Saya hanya berusaha jujur Bu," jawab Ara dengan wajah datar dan dingin.
Sementara itu haru tengah menyergap Dila dan Bara. Mereka masih saja menari. Tak kenal lelah dan semakin bersemangat. Dila berputar-putar mengikuti irama dan tarian para penari lainnya.
"Tuhan siapa dia sebenarnya? Tuhan aku seperti mengenal dia, tapi aku tidak ingat dia siapa? Deru napasnya, aroma tubuhnya, lembut kulitnya. Aku sepertinya kenal dia dengan baik. Siapa dia Tuhan? Kenapa aku tidak ingat apa-apa? Apakah dia wanita yang hadir di masa laluku Tuhan? Jika benar terangkanlah hatiku. Aku tidak pernah membayangkan akan berada di situasi seperti ini. Kenapa ketika menatap dia yang ada hanya kenyamanan. Aku nyaman bersamanya. Aku merasa lubang di hatiku telah tertutupi. Dia seperti pelengkap dalam hidupku. Baru kali ini aku bisa menari dan tersenyum pada orang asing. Wanita itu orang asing yang aku temui di luar negeri. Apa sebenarnya takdir Engkau Tuhan? Jujur saja ada pergolakan batin di dalam sini." Bara terpaku melihat Dila yang sibuk menari dan berjoget bersama mempelai wanita.
Gerakan wanita itu sangat lincah. Keluarga mempelai pria menarik Bara. Kembali mengajak pria itu menari. Ada bulir bening yang tengah ia hapus berusaha lebih ceria dan mengikuti ritme gerakan.
Dila memandang Bara dengan perasaan haru. Tiga tahun bukan waktu yang sebentar untuk memendam rasa rindu. Kerinduannya telah memuncak dan malam ini terobati. Dila bahagia bertemu dengan Bara meski pria itu tidak ingat dia siapa.
"Siapa kamu sebenarnya?" Tanya Bara dingin seolah mengintimidasi Dila ketika mereka selesai menari.
Mata Bara memendar menatap sekeliling. Tak ada tanda-tanda keberadaan Tia dan Daniel. Kemana mereka berdua? Berani sekali meninggalkannya.
"Aku bukan siapa-siapa," jawab Dila terbata-bata. Berusaha tersenyum meski getir. Ada rasa takut tertolak jika ia mengungkap jati diri.
Dila takut dengan penolakan Bara. Ia belum siap untuk dibenci Bara. Tak ada sedikit pun keinginan untuk meninggalkan pria itu. Dila melakukannya karena terpaksa. Dila tak punya pilihan selain mematuhi perintah Defri dan Iqbal.
"Jangan senyum-senyum," jawab Bara dingin.
Seerr.….. Dila kaget. Ini bukan Bara yang ia kenal. Tak ada ramah sedikit pun cenderung arogan.
Bara melukainya di tempat yang tepat. Ada ngilu dan nyeri menyergap Dila. Berusaha tegar dan mengambil sisi positif, mungkin Bara hilang ingatan sehingga dia bersikap ketus dan tidak bersahabat.
"Siapa yang senyum?" Spontan Dila ikut kesal melihat sikap dingin Bara. Tanpa sadar menjawab dengan ketus.
"Kamu pikir saya enggak tahu jika kamu ganjen sama saya? Sudah punya suami dan anak masih saja nempel."
"Apa kamu bilang?" Dila meradang. Emosi sampai di ubun-ubunnya. Kenapa Bara begitu menyebalkan tak seperti orang yang ia kenal.
"Apa kata-kata saya kurang jelas?"
"Sangat jelas dan membuat saya kesal. Mulut anda pedas seperti cabai rawit."
"Salah dugaan anda. Mulut saya bahkan lebih pedas dari itu. Ketajamannya melebihi pedang."
Tia jadi heran menatap Dila dan Bara. Bukannya melepaskan kerinduan, Tia malah disuguhi adegan pertengkaran mereka.
"Kayaknya gue gagal." Tia tepuk jidat.
"Kenapa Ti?"
"Lo tahu sama cewek yang bersama Pak Bara?"
"Enggak tahu," dusta Tia.
Daniel tahu jika Tia tengah membohonginya. Pria itu tak bisa memaksa Tia untuk bicara. Daniel berpikir positif, Tia ada alasan kenapa bohong.
Tiba-tiba Kinanti datang menghampiri Bara dan Dila yang tengah berdebat. Pakaian Sari Kinanti sangat ketat dan menampakkan perut datarnya.
"Hai Bar," sapa Kinanti membusungkan dada.
Dila jengah melihat perempuan itu. Keliatan sekali jika wanita itu tengah menggoda Bara.
"Kapan sih kamu berhenti mengikuti saya?" Bara memandang Kinanti ketus.
"Kamu pede amat sih Bar. Aku juga diundang Tuan Irfan," jawab Kinanti sensual.
Dila merasa tercemar melihat kelakuan Kinanti. Andai ia masih bersama Bara, tak mungkin wanita itu bisa masuk dalam kehidupan Bara.
"Ya udah enggak usah dekat-dekat saya." Bara mengusir Kinanti.
Kinanti berkacak pinggang. Tak terima dengan sikap Bara.
"Apa karena wanita ini kamu nolak aku?" Kinanti menunjuk Dila.
"Tanpa kehadiran dia, saya sudah menolak kamu. Saya pria yang sudah menikah dan punya anak. Jangan menggoda suami orang."
"Bar, laki-laki boleh beristri lebih dari satu," jawab Kinanti enteng.
"Saya bukan orang yang suka menduakan cinta. Satu saja istri saya ga habis," jawab Bara sumbang.
"Kalau kamu memang sayang istri sama anak kenapa nggak kamu ajak ke pesta ini Bar? Kamu ga bawa karena nggak cinta kan sama istri kamu?"
"Bukan urusan kamu Kinan. Rumah tangga saya privasi dan saya tidak perlu memberitahu orang lain ada apa dengan rumah tangga saya."
"Kamu menyebalkan banget Bar."
"Baru tahu saya menyebalkan. Selama ini kamu kemana saja? Lupa dengan apa yang telah saya lakukan sama kamu? Jika kamu waras pasti mikir buat dekati saya."
Dila merasa getir dan tertohok mendengar pernyataan Bara. Dila seperti kehilangan harapan. Bara sangat mencintai istri barunya dan anak mereka. Tak pernah menduga akan terjebak dalam kondisi dan suasana seperti ini. Ini diluar prediksi Dila.
Waktu telah mengubah segalanya. Bara yang ia kenal bukanlah pria yang dingin yang ketus. Tak ada lagi kehangatan yanng seperti dulu. Dila merasa insecure untuk mendekati Bara. Pria itu telah menolak kehadiran sebelum ia mencoba masuk dan menjelaskan yang terjadi. Kehadiran Kinanti mengusik ketenangan. Tak hanya wanita itu saja saingannya, tapi juga istri Bara. Tegakah dia mengusik ketenangan Bara yang sekarang?
****
Baca juga karya saya yang lain Doctor Couple : Pernikahan Sang Dokter Cinta
Semalam aku lembur akhir bulan. Double up hari ini. Selamat malam Minggu.
Padang, 29 Januari 2021