Jodoh Tak Pernah Salah

98. TIPU MUSLIHAT BARA



98. TIPU MUSLIHAT BARA

Masih teringat jelas dalam ingatan Bara malam itu menemui Kinanti di kamar hotel. Wanita ganjen itu berniat menggodanya. Bara tahu jika Kinanti tergila-gila padanya. Bara bersyukur karena Kinanti ingatannya pulih. Gara-gara cerita perempuan itu ia jadi ingat semuanya. Potongan memori Bara saat akad nikah dengan Dila melintas di pikirannya. Bahkan ucapan Kinanti malam itu membuka tabir kenapa Dila meninggalkannya.     

"Kamu tidak pernah bercerai dari istrimu Bar. Istrimu meninggalkan kamu karena keluarga tidak setuju dengan kamu. Masa lalu kamu sebagai mantan gay tak diterima oleh keluarga istrimu. Mereka malu memiliki menantu mantan gay. Kamu melempar kotoran ke wajah mereka."     

Bara mengingat jelas alasan Defri dan Iqbal membencinya. Bara ingin berterima kasih pada Kinanti karena telah mengembalikan ingatannya. Andai Kinanti tidak ganjen dan gatal mungkin sampai sekarang ia masih tidak ingat dengan masa lalunya.     

Bara histeris ketika melihat Dila tertimpa reruntuhan pilar resort. Pria itu tahu jika Dino meninggalkan Dila seorang diri. Bara tahu karena ia mengawasi Dila. Saat itu ingatan Bara sudah pulih. Bara panik melihat Dila pingsan tertimpa puing bangunan. Bara memegang pinggang Dila erat. Ketika berusaha menggendong Dila, air laut menerjang. Gelombang air laut setinggi tiga meter menghempaskan semuanya. Bara dan Dila sempat terpisah. Dila pingsan, tak tahu bencana apa yang sedang terjadi. Bara berenang mendekati Dila dan berusaha menggapai tangan ibu dari anak-anaknya.     

"Aku tidak akan melepaskan kamu sayang." Bara kelelep karena gelombang tsunami kedua kembali menerjang. Gelombang tinggi bergulung-gulung laksana pohon-pohon kelapa yang menerkam dalam samudera.     

"Bertahanlah sayang aku akan menyelamatkan kamu." Bara menangis pilu. Tangannya terluka karena membentur sesuatu kala tergulung dalam gelombang tsunami. Bara melihat batang pohon mengapung. Ia raih pohon itu lalu menyandarkan tubuh Dila disana lalu ia naik ke atas pohon. Bara memeluk Dila seraya menatap sekeliling yang telah hancur lebur. Pangkor Laut Resort telah menjadi samudera baru.     

Bara menghela napas lega bisa menyelamatkan istrinya. Pasrah kemana laut akan membawanya. Paginya Bara terbangun terdampar di sebuah pulau. Batang pohon yang ia duduki menyangkut di sebuah karang. Bara menurunkan Dila lalu menggendongnya. Darah di pelipis Dila telah kering. Panik, Bara menaruh Dila di tepi pantai lalu masuk hutan untuk mencari daun-daun liar untuk mengobati luka Dila. Untung saja Bara seorang pecinta alam sehingga ia bisa hidup di alam terbuka.     

"Jadi begitu ceritanya?" Rere berkacak pinggang.     

Bara angkat bahu. "Ya seperti itulah bagaimana aku menyelamatkan ibu dari anak-anak."     

"Cinta banget sama kak Dila ya bang?" Rere merasa iri pada Dila karena begitu dicintai. Rere menggeleng membuang pikirannya jauh-jauh     

[ Sadar diri Rere. Mana mungkin kamu bisa ]     

"Banget Rere. Cinta Dila telah merasuk dalam sukma dan berbaur dalam sumsum tulangku. Dia yang membuatku kembali straight. Dia tempatku pulang. Sabar dan paham kondisiku. Dia memahami bukan menghakimi. Dia memberikan aku kesempatan kedua untuk berubah."     

"Kalian saling mencintai. Aku masih melihat cinta itu dimata dia."     

Rere dan Bara turun ke parkiran. Mereka sudah menyelesaikan administrasi dengan pihak rumah sakit. Bara melihat Dila bersama Dino ketika di parkiran. Mereka saling menatap namun tak menyapa. Ada kecemburuan disana ketika melihat Rere menyentuh Bara. Hati kecil Dila tercabik. Bara telah menemukan penggantinya.     

"Ayo kita masuk." Dino mengajak Dila masuk ke dalam mobil.     

Dila seakan tidak rela melihat Bara pergi bersama Rere. Tanpa Dila sadari Bara memperhatikan tindak tanduknya.     

"Gesa?" Bara kaget ketika masuk mobil mendapati Gesa sebagai sopir.     

"Abang tahu ini aku?" Gesa menoleh pada Bara yang duduk di belakangnya.     

"Tentu saja. Penyamaran kamu kurang rapi."     

"Abang tahu jika aku sedang menyamar?"     

"Tahu sekali." Bara terkekeh tawa. "Angin apa yang membawa kamu datang ke KL. Bukannya kamu takut kembali ke negara ini?"     

Gesa membanting stir membelah jalanan kota Ipoh. Perjalanan menuju KL masih jauh. Mungkin dinihari mereka akan sampai di KL.     

"Jika kamu ingin mengungkap kematian Ananya aku bersedia membantumu." Bara buka suara ketika di perjalanan.     

"Maksud abang?"     

"Ungkap saja penyebab kematian Ananya yang sesungguhnya." Ucapan Bara mengagetkan Gesa. Gadis itu menginjak rem mendadak.     

"Abang. Aku enggak seberani itu bang. Bisa-bisa pembunuh Ananya malah membunuhku."     

"Jangan khawatir. Aku akan menghabisi dia. Selama kamu dibawah perlindungan Aldebaran tidak ada yang akan berani menyakiti kamu."     

"Tunggu sebentar. Ini bukan bang Bara yang aku kenal." Gesa menoleh ke belakang. Menatap Bara lekat. "Bisa beri aku penjelasan kenapa bang Bara sangat berbeda?"     

"Abang gue sudah ingat semuanya." Rere tidak bisa menutupi kebahagiaannya.     

"Serius bang?" Gesa ikut bahagia. Malaikat penolongnya telah sembuh.     

"Kemana saja kamu selama ini?" Bara menjitak kepala Gesa.     

"Aku harus kabur bang. Mereka masih mengincarku. Mereka ingin membunuhku."     

"Jangan takut. Aku ada bersamamu Gesa. Jangan takut lagi. Ingatanku telah kembali. Mereka tidak akan berani mengganggu kamu. Bawa mobil dengan cepat. Aku ingin segera sampai ke KL. Aku ingin mencari tahu sesuatu. Mana Tia dan Daniel?" Bara menatap Rere curiga. "Bukannya mereka selamat?"     

"Mereka sedang mengurus seekor tikus," jawab Rere singkat. Bara diam tak bicara.     

Malamnya mereka sudah sampai di kota KL. Bara segera beristirahat di kamar hotel yang telah dipesan Gesa. Terbiasa menjadi asisten membuat gadis itu bergerak cepat.     

"Panggil Tia ke kamarku." Bara memberikan titah pada Gesa.     

"Baik bang."     

Tak beberapa lama Tia datang ke kamar Bara. Gadis itu sangat gugup kenapa Bara langsung memanggilnya.     

"Bapak panggil saya?" Tia gugup menatap mata elang Bara.     

"Iya," pelan namun menakutkan di telinga Tia.     

"Ada apa Pak?"     

"Jangan takut begitu. Santai saja." Bara menatap kota KL dari jendela.     

"Suara Bapak menakutkan." Tia mengusir rasa takutnya.     

"Aku tahu kamu sama seperti Dian. Sampai mana penyelidikan kamu tentang istri dan anak-anakku?"     

"Maksud Bapak?" Mata Tia membola tak percaya dengan apa yang ia dengar.     

"Jangan pura-pura tidak mengerti maksud perkataanku Tia?" Bara mendekati Tia.     

"Ba-bapak sudah ingat semuanya?" Tia melotot tak percaya dengan ucapannya sendiri.     

"Rere tidak cerita sama kamu?"     

"Tidak Pak."     

"Tia."     

"Iya Pak."     

"Sejauh mana kamu menyelidiki Dila dengan Dino. Bisa ceritakan hasil penyelidikan kamu?" Bara menatap tajam pada Tia.     

"M-maksud Bapak?"     

"Jangan berlagak bodoh. Kamu sangat pintar untuk mengerti apa yang aku katakan, Rere tidak mungkin tahu semuanya jika bukan kamu yang mengatakannya."     

"Pak." Bibir Tia kelu. Pusing bagaimana menghadapi Bara yang sekarang.     

"Jawablah dengan jujur sejauh apa kamu tahu tentang aku dan Dila. Lalu katakan siapa pria yang telah menghamili adikku! Jika kamu tidak jujur, aku akan cari sendiri. Jangan salahkan aku menghabisi ayah kandung Leon ketika aku menemukan si brengsek itu," kata-kata Bara bak vonis di telinga Tia. Benar-benar menakutkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.