Kejutan Balasan
Kejutan Balasan
Axel yang berada di tengah-tengah mereka pun sepertinya sudah tertidur lelap.
"Mungkin ini sekitar tujuh sampai delapan minggu " jawab nita, "aku juga sama terkejutnya ketika mengetahuinya, karena selama ini tidak menimbulkan gejala apapun, tapi beberapa hari ini aku selalu pusing ketika kesal "
"Apa yang membuatmu kesal? " yoga kembali bertanya, "jangan-jangan karena kejadian kemarin? apa aku dan axel sudah membuatmu kesal? "
Nita terdiam sejenak, sepertinya dia tidak harus menceritakan tentang sikap kepala keperawatan padanya akhir-akhir ini. Jika dia sama sekali tidak menanggapinya, mungkin lama-lama kelamaan pun laki-laki itu akan merasakan lelah sendiri.
"Bukan, ada hanya kejadian kecil saja. Sepertinya aku tidak peka terhadap tubuhku sendiri, ibu hamil itu kadang sangat sensitif " nita mengalihkan pembicaraannya, dia mengusap tangan yoga dan tersenyum ke arahnya.
"Jaga kesehatanmu, jangan sampai memikirkan pekerjaan terlalu berlebihan. Bicarakan denganku jika itu mengenai pekerjaan, jangan pikirkan sendiri " ucapan yoga yang sekaligus nasehat pada istrinya itu adalah sebagai bentuk rasa khawatirnya, dengan latar belakang kesehatan nita yang telah mengalami keguguran untuk kedua kalinya membuatnya semakin khawatir dengan kehamilannya sekarang ini. Padahal dia sudah tidak ingin membuat rasa sakit kembali pada nita, dia tidak akan mempermasalahkan tentang anak jika akan menyakiti wanita yang berada di sampingnya itu.
Tapi sepertinya tidak dengan nita, dia begitu memiliki semangat yang besar untuk kembali hamil setelah apa yang terjadi padanya apa yang terjadi padanya akan dia lalui dengan mudah.
"Tidurlah, besok kita harus pergi ke suatu tempat " yoga mengusap pipi nita dengan lembut.
Nita mengernyit, "kemana? "
"Lihat saja besok " ucap yoga dengan senyuman, dia merahasiakannya pada nita.
Agar nita tidak bertanya apa-apa lagi padanya, dia sengaja menutup matanya. Dia telah merencanakan sesuatu pada istrinya itu, setelah kemarin telah membuat kejutan bersama stafnya yang membuat dia begitu khawatir besok dia akan membalasnya dengan memberikan istrinya itu satu kejutan.
"Ayah akan bawa kita pergi kemana bu? " tanya axel pagi ini, ketika melihat pak itor dan mba mumu yang sudah membawa satu bungkusan besar dan sekeranjang buah-buahan yang mereka masukan ke dalam mobil milik yoga.
"Entahlah " jawab nita menggelengkan kepalanya, "kalau bawa makanan seperti itu sepertinya kita akan dibawa menjenguk seseorang "
"Ayah memang orang yang penuh dengan kejutan bu " axel mengikuti nita untuk masuk kedalam mobil.
Nita tertawa kecil, "iya, dan suka membalas kejutan juga. Buktinya sekarang kita yang akan diberi kejutan! "
Axel terkekeh, "tapi tetap saja ayah kalah, dia itu kaku. Kejutan seperti ini mudah ditebak, jika tidak bertemu sahabat lama pasti keluarga dekat! "
Nita tertawa tidak percaya dengan tebakan axel, sepertinya dia memang sudah mulai remaja mulai berani menilai sikap kedua orang tuanya.
Ini seperti sebuah alarm untuknya, agar merubah sistem pola asuhnya. Dia harus sering membicarakannya dengan yoga, karena dia ingin axel tumbuh dengan baik.
"Ini bukan arah ketempat ibu " ucap nita dalam hatinya, sedari tadi dia mengingat perjalanan yang ditempuhnya.
Setelah memakan waktu hampir satu jam, yoga mengehentikan mobilnya tepat di sebuah rumah sederhana dengan halaman yang luas dipenuhi pohon buah yang rindang.
Tempat nita menghabiskan masa kecilnya dengan ayah, nenek dan keluarga paman yang menjadi satu-satunya keluarga.
"Ayo kita masuk ke rumahmu " yoga turun dari mobilnya lebih dulu, setelah dia membukakan pintu mobilnya untuk nita dan axel.
Nita masih belum percaya dia bisa kembali melihat rumah masa kecilnya dulu, kedua matanya berkeliling memandangi semua sudut pemandangan yang ada di hadapannya yang membuatnya merindukan sosok sang nenek.
"Kenapa hanya berdiri diluar, masuklah " sosok irsan muncul dari dalam rumah, menyambut mereka dengan senyuman lebar di wajahnya.
Dia menghampiri yoga dan mencium tangannya, dan dia lakukan itu juga pada nita.
"Ayah sudah menunggu sedari tadi " ucapnya, "dan ibu juga sudah masak untuk kita "
Mereka lalu berjalan menuju ke dalam rumah bersama-sama.
"Kamu tahu kami akan kesini? " tanya nita pada irsan."Dokter yoga kemarin memberitahuku bahwa kalian akan berkunjung hari ini, jadi aku bilang pada ayah dan ibu. Mereka sangat senang sekali " jawab irsan yang merupakan putra satu-satunya pamannya.
Nita melirik ke arah yoga yang tersenyum ke arahnya, dia berjalan bersama axel disampingnya.
Nita tersenyum, dia benar-benar membalasnya karena tindakan nita kemarin bersama rekan-rekannya. Tapi dia akan menerima dengan senang hati kejutan suaminya kali ini.
"Paman " nita memandang ke arah sosok paruh baya dengan rambutnya yang telah memutih, terduduk di sebuah kursi roda.
Kulitnya sudah mengendur, dia terlihat sangat tua. Bahkan tubuhnya yang dulu kekar kini begitu berubah drastis, kurus karena penyakit gula yang dideritanya yang sudah menjalar ke organ ginjalnya.
Nita dengan cepat menghampirinya dan memberikan ciuman di tangannya.
"Kanita, kamu sudah sampai? " kedua tangannya mengusap tangan yang kemudian berpindah ke wajah nita.
Betapa terkejutnya nita, penyakit diabetes sang paman telah sampai mengganggu sistem penglihatannya.
"Paman aku minta maaf, baru bisa melihatmu hari ini " nita begitu merasa berdosa, dia yang sudah diberi kasih sayang ketika ayahnya meninggal. Dan menjadi benar-benar lupa akan sosok orang tua keduanya.
Senyuman terlihat di wajah paman, walaupun dia tidak dapat melihat penyesalan nita dia dapat merasakannya.
"Paman tahu kamu sudah melalui banyak kesulitan, dokter yoga sudah menggantikanmu untuk mengunjungi paman setiap minggu " jawabnya, "kamu jangan berprasangka buruk pada suamimu, paman yang memintanya untuk tidak membawamu melihat keadaan paman sekarang ini. Karena aku tahu kamu akan terus menangis jika melihatku seperti ini "
Penjelasannya membuat nita menghilangkan tanda tanya besar dalam pikirannya, yoga memang membuktikan ucapannya untuk bertanggung jawab pada satu-satunya keluarga yang dia miliki.
"Dan paman diijinkan menempati kembali rumah yang sudah menjadi milikmu ini " dia kembali berkata, "dan memutuskan untuk tidak merubahnya untuk mengenang ibu dan kakakku, dan mengijinkanku berada di tempat kita dahulu sampai ketika kematian akan menjemputku "
Nita mengusap tangan pamannya dengan lembut, "paman harus sehat dan berobat dengan teratur, tidak boleh patah semangat "
"Ya, dokter yoga juga selalu mengatakan itu "
Yoga lalu menghampirinya dan memberikan ciuman di tangannya diikuti oleh axel.
"Kakek harus menemaniku, aku lihat diluar banyak buah yang masih berada di pohonnya. Aku sangat suka memanjat " axel dengan akrab bicara pada paman, membuat semua orang yang berada di ruangan menertawakannya karena kepolosannya.
"Kamu sekarang sudah tinggi " ucapnya, "dulu ketika kamu dilahirkan disini, kamu hanya bisa menangis dan baru bisa berhenti ketika kanita menggendongmu "
Axel menoleh ke arah nita yang tersenyum menganggukan kepalanya, untuk memberikan jawaban bahwa apa yang dibicarakan olehnya adalah benar.
"Jadi ternyata aku memang sudah menjadi anak bubu " ucap axel dengan tatapannya ke arah nita.
Nita tersenyum dengan anggukan kepalanya, axel melihat senyuman tulus dari ibu sambungnya itu. Dia memang bukan ibu yang melahirkannya akan tetapi kasih sayangnya yang sangat besar mengalahkan semuanya.
"Aku bantu, bi " nita menghampiri wanita yang selalu menjadi ibunya dulu.
"Sebentar lagi selesai " ucapnya seraya tersenyum ke arah nita, "kamu istirahat saja, bibi sudah masak sayur asem kesukaanmu "
Nita tersenyum senang dan memeluk sosok itu, "aku berterima kasih pada bibi karena dulu tidak pernah berhenti mengajarkanku menjadi wanita yang terbiasa melakukan pkerjaan rumah tangga "
Dia tersenyum tipis, "bukannya dulu kamu selalu tidak suka kalau bibi minta bantuan ketika memasak "
Nita tertawa kecil dalam anggukan kepalanya, "aku merasakan manfaat sekarang, ternyata orang tua itu cerewet karena untuk kebaikan anak-anaknya nanti "
"Aku merasakan manfaat besar dari cerewetnya bibi dan nenek sekarang, akupun tahu sulitnya menjadi orang tua " sambung nita.
"Bibi yakin kamu akan menjadi orang tua yang baik " ucapnya dengan usapan lembut di kepala nita, "jangan sekali-kali kamu membedakan kasih sayangmu ketika kamu memiliki seorang anak dari rahimu sendiri. Tidak akan ada yang tahu siapa yang berada disampingmu kelak ketika kamu tua, mungkin saja anak itu yang akan mengangkat derajatmu sebagai orang tua nanti "
Nita tersenyum tipis, ada ucapan yang begitu mengena di hatinya. Dia hanya berharap semua perjalanan kehidupan keluarganya akan diberi kemudahan dan berjalan dengan baik, pikirnya dia harus lebih sering mengunjungi keluarganya untuk mendapatkan ilmu yang