cinta dalam jas putih

Emosi



Emosi

"Kamu baik-baik saja? " dokter edwin bertanya pada nita yang sepanjang perjalanan tadi hanya terdiam dan tidak mengeluarkan sepatah katapun.     

Nita tersenyum tipis, "iya dokter tidak apa-apa "     

"Kamu yakin? " tanyanya lagi, "apa sebaiknya kita pulang kerumah saja? "     

"Nanti mama dan bibi malah mengajakmu untuk mengobrol sampai larut malam, kamu masih harus bekerja besok "     

Nita tersenyum menganggukkan kepalanya, "aku ikut dokter saja "     

"Nanti sesampainya di rumah aku telpon key dan mama "     

"Iya "      

Nita lalu kembali melayangkan pandangannya ke sudut lain dan kembali mendatangkan lamunannya.     

Sesekali dokter edwin melirik ke arah nita yang lagi-lagi berdiam diri dengan pandangannya yang kosong sedang memikirkan sesuatu yang dia sangat tahu apa yang sedang dipikkirkan olehny sekarang ini.     

Dia baru menyadari seperti inilah ketakutan yang ada pada dirinya akan seseorang yang dapat mengambil miliknya. Dia telah berusaha menciptakannya seperti apa yang diinginkannya tetapi tiba-tiba masa lalu muncul dan menjadi sebuah ancaman yang akan membuat ciptaan itu kembali berubah.     

"Siapa malam-malam telepon " ucap nita dalam hatinya ketika masih berada di perjalanan mendengar ponselnya berbunyi dari dalam tas  nya.     

Dia melihat nama nayya di layar ponselnya.     

"Nita " suara nayya terdengar ketika nita menerima panggilan itu.     

"Ya "     

"Aku lupa obat punyaku pasti ada di kamu "     

Nita mengerutkan dahinya, "yang mana? " dia sendiri lupa dengan benda yang dimaksudkan oleh nayya.     

"Pil kontrasepsi punyaku, yang sewaktu kita belanja aku titip "     

"Ahh, iya aku ingat " jawab nita, "nanti aku cari "     

"Jangan lupa bawa besok, dan kamu masih berhutang cerita dengan kami "     

Nita tersenyum, "siap "     

Melihat nita yang tersenyum kembali dokter edwin merasa senang dan melirik ke arah nita.     

"Senang sekali " ucapnya, "memangnya siapa yang telepon? "     

"Nayya " jawab nita.     

Tawa kecil diperlihatkan oleh dokter edwin kali ini, "aku senang kamu sudah memiliki teman di tempat kerja "     

Nita tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya, walaupun dia baru memiliki dua orang teman tetapi itu sudah membuatnya sangat bahagia. Terlebih mendapatkan telpon di malam hari oleh sahabat walaupun sekedar mengingatkan sesuatu.     

Sesampainya di rumah nita yang merasakan haus dengan cepat berjalan menuju ke dapu dan mengambil segelas air.     

"Aku lupa dimana simpan obat punya nayya! " nita ingat apa yang harus dibawanya besok dan mengurungkan niatnya untuk meneguk air di dalam gelas dan memutuskan untuk membawa gelas berisi air itu ke dalam kamar.     

"Apa aku simpan di tas ya... "     

Dia mengeluarkan semua isi dari dalam tasnya dan mencari obat milik nayya seraya meneguk air di dalam gelas yang di pegangnya dengan satu tangannya yang lain mencari obat yang ada di dalam tasnya.     

"Sepertinya ini " nita menyimpan gelas yang airnya telah menghilang setengahnya dan memastikan bahwa obat yang di pegangnya itu adalah yang sedang dicarinya.     

Nita tersenyum lebar, "iya ini "     

"Obat apa ini " dokter edwin yang muncul dari belakang nita lalu mengambil alih dan obat tersebut sudah berpindah ke tangannya.     

"Itu... "     

Dilihatnya dokter edwin yang membaca obat yang semula di pegang oleh nita, raut wajahnya berubah ketika pandangannya berpaling ke arah gelas yang berisi air di sebuah meja.     

"Kamu minum obat ini? " tanyanya dengan nada pelan.     

"Itu bukan milik saya dokter "     

"Saya tanya apa kamu meminum obat ini? "     

Nita menjawabnya dengan gelengan kepalanya lalu tertunduk karena rasa takutnya muncul ketika tatapan dokter edwin begitu marah padanya.     

"Siapa yang mengijinkan kamu meminum ini? " dia menunjukkan obat kontrasepsi yang di pegangnya itu tepat di depan wajah nita.     

"Jadi ini rencana kamu setelah menikah denganku? "     

"Dokter tapi saya tidak meminumnya " nita lalu menjelaskan, "itu bukan milik saya "     

"Kamu seperti ini setelah tadi berbicara dengan axel dan lalu memutuskan untuk meminum ini setelah itu kamu bisa pergi dengannya "     

"Bukan seperti itu, saya dan dokter axel tidak membicarakan apapun tadi "     

"Kalau kamu mau kembali ke dokter axel kembali saja! " dia sudah terlalu kesal sekarang ini sehingga tidak dapat menahan satu tangannya yang tenga memegang obat yang diambilnya dari tangan nita dan melemparnya ke wajah nita.     

Melangkahkan kakinya menuju ke luar kamar tidurnya dan menutup pintu dengan begitu keras membuat nita terkejut dan tidak dapat mengatakan apapun. Dia hanya terbengong melihat sosok lelaki yang selalu berkata sopan dan baik itu ternyata lebih menakutkan ketika emosi sedang meliputinya.     

Nita hanya terdiam dan memutuskan untuk tidak menjelaskan apapun sekarang karena itu akan sangat percuma, pikiran dokter edwin masih tersulut emosi menurutnya lebih baik dia menjelaskan hal ini ketika pikirannya sudah tenang.     

Dan tentang dia yang melihat nita membicarakan sesuatu dengan axel yang memicu amarahnya diapun memutuskan akan meminta maaf besok pagi.     

Tapi ternyata lelaki  itu sangat marah padanya, dia bahkan tidak berkata apapun ketika nita sudah menyiapkan sarapan untuknya bahkan seolah tidak mengakui kehadiran nita yang berada di dalam mobilnya.     

Nita hanya bisa menarik nafasnya dalam-dalam dan tidak memiliki keberanianuntuk membuka pembicaraan lebih dulu.     

"Nita " teriak nayya memanggilnya pagi ini.     

Dia terkejut ketika mendapati sosok dokter edwin yang sedang berdiri di samping nita.     

"Maaf dokter " dia sedikit membungkukkan tubuhnya karena ketidaksopanannya.     

"Saya mau mengambil obat milik saya yang tertinggal di tas nita "     

Nita tersenyum kecil, dia lalu merogohkan tangannya ke dalam tas miliknya.     

"Ini " dia menyodorkannya pada nayya.     

Sebungkus obat yang sudah membuat kericuhan semalam sampai-sampai dia harus mendapatkan lemparan obat tersebut ke wajahnya.     

"Kami masuk ke ruangan lebih dulu dokter " nayya meraih satu tangan nita dan membawanya untuk sama-sama masuk ke tempatnya bekerja dan meninggalkan dokter edwin yang masih berdiri mematung ketika tahu bahwa obat itu adalah milik nayya.     

'Apa yang aku lakukan semalam? ' tanyanya dalam hati.     

'Aku terlalu bodoh sampai harus di kuasai oleh emosiku sendiri! '     

Dan kali ini perasaan bersalah meliputinya membuatnya merasa laki-laki yang pengecut karena telah menyakiti perasaan nita yang telah menjadi istrinya itu.     

Adalah seperti sebuah pukulan untuk dirinya sendiri ketika dia tidak mau mendengarkan lebih dulu apa yang dikatakan oleh nita semalam. Inilah yang di sebut penyesalan itu selalu datang di akhir perbuatan.     

"Nara " dokter edwin memanggil asistennya.     

"iya dokter "     

"Kamu tahu kenapa penyesalan itu selalu di akhir? "     

Pertanyaan pertama yang aneh terlontar dari atasannya itu, "tidak selalu di akhir dokter, ada juga penyesalan yang di awal "     

"Apa? "     

"Berjalan di depan domba, jadinya kena seruduk! " asistennya itu memberikan sebuah jawaban yang hanya lucu bagi dirinya sendiri, sedangkan dokter edwin masih tidak tersentuh hatinya dan tetap memiliki perasaan bersalah.     

"Berapa pasien lagi? "     

"Satu dokter "     

"Ya sudah cepat panggil, agar pekerjaan kita hari ini selesai "     

"Baik dokter "     

Nara memanggil satu pasien tersisa yang akan di lakukan sebuah pemeriksaan USG. Dia membaringkan pasien tersebut di atas tempat tidur, menaikkan sedikit pakaiannya dan mengoleskan sebuah gel khusus untuk pemeriksaan USG.     

"Dokter saya mau tahu apa saya benar-benar hamil " ucap pasiennya kali.     

Dokter edwin mengerutkan dahinya ketika hasil dari probe USG yang di pegangnya hanya memberikan sebuah gambaran seperti sebuah kabut.     

"Dokter " panggil nara.     

Dokter edwin menoleh ke arah nara, "ada apa? "     

Nara menyipitkan kedua matanya dan lalu memberikan sebuah isyarat padanya untuk melihat ke arah dimana pasiennya terbaring.     

"Ya ampun, pantas saja " dia terkejut ketika probe yang di pegangnya ternyata tidak berada di atas perut pasiennya tetapi di tangan pasiennya.     

Dia sedang menyembunyikan tawanya karena terlalu berat memikirkan tentang nita sampai dia tidak fokus untuk melakukan pemeriksaan USG kali ini.     

"Maafkan saya, bu " dia mengakui kesalahannya.     

Tawa pasiennya itu muncul, "saya jadi merasa tenang sekarang dokter "     

"Dokter senang sekali bercanda ternyata " sambungnya, "dari tadi saya tegang sekali ketika akan bertemu dengan dokter yang keempat "     

Dokter edwin merasa lega karena ternyata pasiennya itu menganggap dia sedang membawanya keluar dari suasana menakutkan bertemu dengan dokter kandungan.     

"Ini mungkin psedocyesis " ucap dokter edwin setelah melakukan pemeriksaan pada pasiennya, "atau yang banyak masyarakat kenal dengan hamil palsu "     

"Tapi dokter, saya tidak datang bulan sudah dua bulan dan selalu merasa mual ketika mencium aroma yang menyengat "     

"Sudah berapa tahun ibu menikah? "     

"Sepuluh tahun dokter "     

"Untuk memastikan apa yang saya simpulkan benar saya akan memberikan sebuah rujukan dokter psikolog " ucapnya, "setelah mendapat jawaban dari dokter yang bersangkutan, jika ibu mau lakkukanlah pemeriksaan lebih lengkap untuk mengetahui penyebab kesulitan hamil "     

"Tentu saja suami ibu juga harus mau dilakukan pemeriksaan "     

"Tapi suami saya mengatakan kalau dia sehat "     

"Apa suami ibu sudah melakukan pemeriksaan? " lalu dokter edwin kembali bertanya.     

Pasien itu menjawab dengan gelengan kepalanya, dari raut wajahnya itu terlihat bahwa suaminya tidak akan mau di ajaknya untuk melakukan pemeriksaan.     

"Ibu perlu saya jelaskan bahwa untuk terjadinya kehamilan bukan selalu di tekankan pada wanita saja yang memiliki kekurangan sulit hamil " jelasnya, "hal yang tidak kalah penting pun ada di laki-laki, bukan hanya sel telurnya saja "     

"Ibu harus bisa meyakinkan suami ibu untuk mau melakukan pemeriksaan juga " dia mencoba membujuk pasiennya itu, "ingatlah kalau kalian menikah itu untuk berjalan bersamaan di jalur yang sama, tidak masing-masing "     

"Saya akan coba dokter, terima kasih " pasien tersebut beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan ruangan setelah di berikan sebuah rujukan oleh dokter edwin.     

"Dokter kata-kata mantul sekali! " sekembalinya dari luar ruangan asistennya itu memuji perkataannya yang tadi dia katakan pada pasiennya.     

"Kamu paling bisa kalau memuji " tanggap dokter edwin, "kamu boleh istirahat sekarang "     

"Terima kasih dokter "      

Nara berjalan senang setelah mendapatkan ijin untuk istirahat lebih awal.     

Dokter edwin tersenyum seraya menggelengkan kepalanya dan lalu mengambil sebuah telepon yang berada di meja kerjanya.     

"Apa kamu bisa meminta nita untuk memberikan berkas itu ke poliklinik? " dia menghubungi seseorang di telepon.     

"Tapi jangan katakan untuk siapa " sambungnya.     

"Baik dokter, saya akan meminta nita yang mengantarkannya ke poliklinik sekarang "     

"Terima kasih " dia mengakhiri pembicaraanya dan lalu menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya sambil terus memikirkan hal pertama yang akan dikatakannya untuk meminta maaf atas perbuatannya yang kejam semalam.     

Hal yang tidak di sadari olehnya seolah-olah itu terjadi begitu saja di luar kesadarannya, pikirannya sudah terus di penuhi oleh perasaan bersalahnya pada nita...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.