Rasa Iri
Rasa Iri
'Aku tidak akan percaya lagi nanti jika koko tiba-tiba mengijinkan aku pergi ke tempat jauh sendirian! ' cetusnya dalam hati yang kali ini meluruskan pandangannya ke arah depannya.
Dia melihat sebuah bus di depannya dan membayangkan pasti akan menyenangkan untuknya bisa bergabung dengan semua orang yang belum di kenalnya. Bisa tertawa lepas walaupun mereka tidak saling mengenal dan itu adalah jalan ninja untuk bisa mengakrabkan diri dengan petugas lainnya.
Tapi nita menoleh ke arah sampingnya, dari ruang tidur sampai makan dia terus melihat sosok dokter edwin dan bahkan kali ini dia mendapatkan kesempatan untuk mengikuti seminar pemandangannya tidak pernah berubah.
"Kenapa? " tanya dokter edwin tersenyum menanggapi wajah nita yang kesal.
Nita merubah wajah kesalnya menjadi dingin, "tidak apa-apa "
Dokter edwin masih tersenyum dengan tatapannnya ke arah nita yang mencoba menghindarinya, "kalau kamu marah bilang saja "
'Mana bisa ' dia menyela tetapi hanya di dalam hatinya.
'Koko kan pimpinannya, aku bisa apa! ' sambungnya.
"Pak tito " dokter edwin memanggil supirnya yang sedang fokus menyetir.
Nita bereaksi dan langsung menoleh ke arahnya dan memegang satu tangannya, "koko mau apa? "
Dia mencurigai jika dokter edwin akan membuat satu strategi yang akan membuatnya harus mengalah dengan mengajak supirnya itu bekerja sama.
"Jangan aneh-aneh! " cetus nita pelan.
Dokter edwin tertawa kecil, "memangnya kenapa? aku kan cuma minta pak tito nyalakan musik supaya kamu tidak bosan karena perjalanannya jauh "
"Tidak usah! " nita bicara ketus.
Melihat istri kecilnya itu marah dokter edwin mesem-mesem, "kamu mau kita bergabung ke rombongan yang lain di bus? "
'Kita? ' nita menangis di dalam hatinya, itu sama saja dengan sekarang dia tidak akan bisa dengan bebas berbicara dengan orang lain dan tertawa lepas menertawakan hal-hal lucu yang tidak penting karena tentu saja dia harus menjaga perilakunya di depan banyak orang jika berada di samping dokter edwin.
"Baiklah saya menyerah " nita akhirnya memutuskan untuk mengakhiri kekesalannya karena bagaimanapun dia tidak akan pernah bisa merubah keputusan dokter edwin sampai kapanpun.
Dia lalu memperbaiki posisi duduknya dan menyandarkan kepalanya di pundak dokter edwin dengan satu tangannya yang melingkar di tangan dokter edwin.
"Koko " panggilnya.
"Hmm,,, "
"Tempatnya masih jauh? "
"Masih jauh " jawabnya, "hotelnya dekat dengan pantai, pasti kamu akan senang disana "
"Kamu tidak senang pergi seminar denganku? " kali ini dokter edwin yang bertanya pada nita.
Nita memikirkan terlebih dahulu jawaban yang akan dia katakan pada dokter edwin sekarang ini.
"Saya kan tidak bisa kemana-mana tanpa koko " jawabnya, "saya juga tidak bisa dengan mudah berteman dengan orang yang belum dikenal "
"Teman saya cuma koko, suami saya cuma koko, yang paling baik dan keren di hidup saya koko, yang selalu memarahi saya cuma koko! "
Tawa dokter edwin muncul sambil mengusap lembut kepala nita, "kamu sedang menyindirku sekarang ini "
"Kalau aku posesif "
"Tidak apa-apa " ucap nita, "dengan begitu saya merasa istri paling cantik di mata koko, perhiasan paling berharga yang harus di jaga ketat! "
Dokter edwin menganggukkan kepalanya seteuju dengan perkataan nita diiringi tawa kecilnya, dia memang sedang tidak ingin membiarkan orang lain melirik bahkan dekat miliknya sekarang ini setelah sekian lama harus menunggunya dan di pertemukan pada waktu ini.
"Sudah sampai? " tanya nita ketika terbangun dari tidurnya dan melihat pak tito menghentikan mobilnya.
"Kita istirahat untuk makan " jawab dokter edwin, "masih satu jam lagi untuk sampai hotel "
Dia membuka pintu mobil, "kamu mau turun? "
Nita menggelengkan kepalanya, "tunggu disini saja, kalau makan nanti di perjalanan selanjutnya pasti akan mual "
"Baiklah "
Nita menyanggah dagunya dengan satu tanganya sambil melihat semua orang-orang yang berhamburan dari dalam bus, lalu matanya menyipit dan mencoba fokus pada seseorang yang dilihatnya.
"Itu khira? " tanyanya pada diri sendiri di mobil, "tapi ibu kepala tidak bilang kalau khira ikut "
Nita lalu memutuskan untuk keluar dari dalam mobil dan berjalan cepat untuk memastikan bahwa yang dilihatnya itu adalah teman satu ruangan dengannya.
"Khira " nita memanggilnya.
Sosok wanita berambut panjang dengan kulit sawo matang itu berbalik ke arah nita.
Nita tersenyum karena itu memang teman satu ruangannya, "kenapa aku tidak tahu kalau kamu ikut? "
Khira tersenyum tipis, "saya juga tidak tahu kalau kamu ikut "
"Pasti kamu berangkat dengan dokter edwin " sambungnya, "karena saya duduk sendirian di bus "
Senyuman nita perlahan memudar mendengar ucapan khira, "maaf, saya tidak tahu kalau ternyata ada dua orang perwakilan dari ruangan kita "
Dia mengikuti khira yang sudah mengambil makanannya dan duduk di sebuah kursi yang jauh dari semua rombongan peserta seminar. Nita mengerutkan dahinya dan teraneh dengan sikap khira yang senang menyendiri.
"Kamu tidak makan? " tanya khira ketika melihat nita masih berada di depannya.
Nita tersenyum seraya menggelengkan kepalanya, "masih kenyang "
Tapi khira tidak merasa risih ketika nita menemaninya makan dia dengan sikap dinginnya memakan makanan yang di bawanya di hadapan nita.
"Nita " seseorang datang dan memanggil nita.
Nita mendapati sosok yang supervisor bernama deon itu sudah berdiri di sampingnya dengan melemparkan senyuman ke arahnya.
"Pak,,, " nita mencoba mengingat nama pimpinannya itu dengan senyuman bingung.
"Kamu ikut seminar juga? " tanyanya.
"Iya " jawab nita pendek.
"Kamu satu kamar dengan siapa? " dia lagi-lagi bertanya pada nita, "karena disini belum ada catatannya " dia berpura-pura menanyakan itu pada nita.
"Dengan khira " jawab nita cepat.
Khira terkejut mendengar jawaban nita dan aktivitas makannya terhenti ketika nita selesai bicara dengan supervisor paling muda dan keren itu. Dia tidak memberanikan dirinya untuk menatap sosok pimpinannya itu karena rasa tidak percaya dirinya.
"Nita " dan datang dokter edwin di tengah-tengah mereka kali ini.
Nita tersenyum ke arahnya, dan beranjak dari duduknya.
"Dokter " sapa deon.
Dokter edwin tersenyum dan lalu bicara pada nita, "istirahatnya sudah selesai, kita akan berangkat sebentar lagi "
Nita menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya.
"Dokter pergi bersama istri dokter? " tanya deon seperti sedang mengingatkannya sekarang ini.
"Ya " jawabnya pendek, dia lalu menunjuk ke arah nita.
"Ini istri saya "
Deon tercengang dan dia merasa begitu terkejut ketika dokter edwin mengenalkan nita padanya yang adalah istrinya. Pandangannya lalu berganti ke arah nita yang tersenyum seolah menguatkan jawaban dari dokter edwin tadi. Tentu saja itu akan membuat dia harus mengurungkan niatnya untuk lebih dekat dengan wanita bermata indah itu.
Sedang khira dia mengamati sosok laki-laki yang menjadi supervisor di tempatnya bekerja itu, dia sepertinya tahu bahwa laki-laki itu sedang mendekati nita tadi tapi dia tersenang ketika akhirnya laki-laki itu tahu bahwa yang akan dia dekati seorang istri dari orang yang berpengaruh di rumah sakit tempatnya bekerja.
"Koko,,, " nita merengek pelan setelah dokter edwin selesai berbicara dengan deon.
"Ada apa? " dia tahu jika nita sudah merengek manja padanya itu tandanya dia sedang membujuknya untuk mengabulkan satu permintaanya.
"Aku ajak khira ikut bersamaku ya? " dia menarik tangan khira dan memaksanya untuk berdiri di samping nita.
"Kasihan di bus dia hanya duduk sendirian " nita kembali bicara dengan matanya yang berkedip-kedip seperti boneka.
"Tidak apa-apa, saya di bus rombongan saja " khira yang paling merasa tidak enak dengan ajakan nita kali ini.
Dokter edwin tersenyum, "kamu ikut saja dengan kami khira "
Dia mengijinkannya agar nita tidak merasa jenuh di perjalanan nanti, dan juga agar dia bisa dekat dengan teman-teman satu ruangannya itu.
Khira akhirnya ikut dengan nita dan dokter edwin karena rasa takutnya untuk menolak ajakan dari atasanya itu. Walaupun nita adalah rekan kerja satu ruangannya tetapi karena teman barunya itu adalah istri dari konsulennya dia harus menjaga sikapnya dengan baik pada nita.
"Kita akan berkumpul di aula pada pukul empat sore, dan untuk sekarang kalian boleh istirahat di kamar yang sudah di tentukan " ucap panitia acara ketika mereka sudah sampai di hotel dan berkumpul untuk diberi tahukan acara selanjutnya.
"Khira kamarmu dimana? " tanya nita.
Khira melihat selembar kertas miliknya, "lantai tiga nomor tujuh empat delapan "
"Kamu tidak keberatan kan kalau aku tidur di tempatmu? " nita sedang berusaha mengakrabkan dirinya dengan teman barunya itu.
"Tapi dokter edwin? " dia melihat ke arah pimpinannya itu.
Nita tersenyum mengedipkan satu matanya, "kamu tenang saja nanti selesai acara kita sama-sama ke tempatmu "
"Iya " khira menganggukkan kepalanya dan memandangi nita yang berjalan menjauhinya untuk pergi bersama dengan dokter edwin.
Dia merasa iri sekali dengan keberuntungan besar yang ada pada hidup teman barunya itu jika harus dibandingkan dengan kehidupannya yang menyedihkan...