Koko
Koko
Dan lilin-lilin besar berwarna merah yang menyala dengan tulisan berwarna emas yang nita tidak mengerti arti dari tulisan tersebut.
"Di tempat ini banyak dewa " ucap mamanya, "kamu kan tidak berdoa disini, jadi biar mama yang doain kamu "
Nita tersenyum, dan menganggukkan kepalanya.
"Kamu mau mama doain apa? " tanyanya, "mau anak berapa? mau kesehatan atau kesuksesan kerja? "
"Atau hubungan yang selalu baik dengan teman-temanmu? "
Nita tersenyum tipis, "nita baru di tempat ini ma, jadi belum punya teman "
"Di tempat kerja juga baru berteman dengan dua orang, belum kenal semuanya " sambung nita memasang wajah sedih.
"Jangan sedih, nanti mama ajak kamu main ke tempat bagus " dia menghibur nita, "mama tahu kamu sibuk bekerja, jadi nanti pilih teman yang memang mengerti pekerjaanmu bukan sekedar mengajakmu berkumpul saja "
"Terima kasih, ma " nita tersenyum lebar mendengar mama mertuanya yang menghibur dan selalu memberikannya semangat walaupun selama ini dia lebih banyak tidak tahu apapun. Dan itu membuatnya merasa bahwa dia bukanlah seorang menantu idaman.
"Saya boleh lihat mama berdoa? "
"Tentu saja " jawab mama mertuanya itu dengan wajahnya yang terlihat bahagia mendengar nita yang ingin melihatnya berdoa pada dewa-dewa yang dipercayainya.
Nita melihat mama mertuanya itu menyalakan tiga dupa dan memulai berdoa. Matanya di suguhkan pemandangan berbagai patung dan nama dewa yang ditulis dengan huruf china dengan jumlah yang begitu banyak.
Dia merasa sangat bersyukur karena mendapatkan kesempatan berada di lingkungan yang berbeda tetapi dia begitu diterima dengan baik dapat masuk ke dalamnya. Mungkin ini yang disebut perbedaan memperindah jalan kehidupannya.
"Itu Tio Kong Beng " dokter edwin berdiri di samping nita, "dipercaya membawa hoki dan kabar baik memberikan kabar kebahagiaan "
Nita tersenyum lebar seraya menganggukkan kepalanya.
"Kamu meminta apa? " dia lalu bertanya pada nita.
"Saya tidak minta apa-apa " jawab nita.
Dia lalu melihat dokter edwin menempelkan kedua telapak tangannya dan menutup matanya untuk beberapa saat dan lalu tersenyum ke arah nita.
"Dokter meminta apa? " nita berganti bertanya pada dokter edwin kali ini.
Dia memperlihatkan senyumannya sebelum menjawab pertanyaan nita, "aku minta supaya kamu percaya dengan apa yang akan aku katakan sekarang ini "
Nita mengerutkan dahinya, "memangnya apa yang mau dokter katakan? "
"Apa kamu percaya kalau sekarang ini aku membawamu ke kehidupanku bukan sebagai pengganti orang lain yang tidak bisa aku miliki dulu " ucapnya pada nita, dia lalu melayangkan ingatannya ke kejadian setelah dia selesai melakukan operasi dan melihat secarik kertas yang ditulisnya untuk nita tersimpan di atas buku yang sengaja dia sembunyikan jauh dari rumahnya setelah kehadiran nita.
Dia merasa nita telah melihat isi dari buku itu dan dia dengan sengaja menyimpan surat untuknya di atas buku tersebut.
Dokter edwin menundukkan kepalanya, "aku memang sudah terlalu putus asa ketika tidak bisa bersama dengannya, tapi tuhan memberikan sebuah kebaikan untuk kehidupanku. Dia mengirimkanmu, dan aku "
Dia berhenti berkata untuk beberapa detik, "aku ternyata ingin memilikimu dan bahkan ketakutan jika kamu tidak mempercayai semua yang aku katakan " ucapnya, "jika yang aku katakan menyayangimu dan itu bukan sebagai pelarian, tetapi memang sebenarnya untuk kamu! "
Nita tertegun, ternyata selama ini diam-diam lelaki itu memang dapat membaca apa yang dipikirkannya bahwa dia tidak mempercayai semua perlakuan lembutnya itu di dasari oleh cinta yang tertuju padanya.
Ternyata dia salah jika selama ini mengira dokter edwin tidak memiliki perasaan padanya. Dan sentuhan fisik itu selama ini dianggapnya hanyalah menjadi sebuah kewajiban yang harus mereka jalankan.
"Dokter tahu kalau saya melihat surat dan foto wanita itu? " tanyanya, "saya minta maaf dokter karena saya sudah tidak sopan melihatnya "
"Buku itu sengaja aku pindahkan, karena dirumahku wanita satu-satunya adalah kamu yang harus aku jaga perasaannya dan hanya ruangan itu yang jarang sekali aku kunjungi "
"Kamu itu utuh dirimu di mata dan pikiranku juga hatiku " ucap dokter edwin pada nita, "tidak sebagai pengganti sosok lain "
Nita memang tersenyum ketika mendengar pernyataan itu, tetapi kedua matanya telah berkaca tetapi dengan cepat dia menghilangkan jejak air mata yang tidak terbendung dan berusaha untuk tidak meneteskan air matanya lagi. Akan terlihat aneh jika semua orang melihatnya menangis karena rasa harunya.
Ungkapan sayang laki-laki di sampingnya itu berbeda dan langsung mengena di hatinya.
Satu tangan dokter edwin melingkar di pundaknya, dan memberikan sebuah kecupan di kepala nita.
"Kamu mau mendengar aku mengatakan kalau aku mencintaimu atau aku sangat tergila-gila olehmu? "
Nita tertawa kecil, "jangan dokter, itu aneh sekali "
"Kenapa aneh? "
"Dokter mengatakan itu dengan wajah tanpa ekspresi " jawab nita, "saya percaya yang dokter katakan "
"Bisakah kamu tidak merasa kalau kamu sedang dibandingkan dengan wanita lain? " lalu dokter edwin kembali bertanya pada nita.
"Baik dokter " nita menyetujuinya.
"Dan berhenti memanggilku pak dokter "
Nita menoleh ke arah dokter edwin yang sedang melihat ke arah lain dengan menyembunyikan senyumannya.
"Kamu itu bukan pasienku, dan aku tidak mau jadi bapakmu! " cetus dokter edwin.
"Saya harus panggil apa? "
"Kamu cari saja sendiri harus memanggil aku apa " nita diberikan sebuah jawaban yang ambigu oleh dokter edwin kali ini.
Nita yang masih kebingungan dengan panggilannya pada dokter edwin, dihampiri oleh ibu mertuanya yang membawa seekor burung ditangannya.
"Pegang ini " dia meminta nita memegang burung itu dengan baik.
"Untuk apa, ma? " nita kebingungan dengan ritual kali ini.
"Ayo kamu lepasin sekarang " perintahnya pada nita.
Dia menoleh ke arah dokter edwin yang berdiri di belakangnya yang tersenyum dan terantuk memberikan jawaban pada nita untuk mengikuti semua perkataan mamanya itu.
Dan akhirnya nita melepaskan burung yang pada awalnya berada di genggamannya.
"Itu seperti kamu membuang keburukan dalam hidupmu terbang jauh " lalu mama mertuanya menjelaskannya pada nita.
Nita menganggukkan kepalanya dan mengerti sedikit demi sedikit semua kebiasaan yang sering dilakukan oleh keluarga dokter edwin. Dan dia percaya bahwa akan ada hal baik setelah dia melepas burung itu.
"Ini kopi dan roti bakar paling terkenal di sekitar sini! " nita menerima segelas kopi hitam dan sepotong roti bakar dari mama mertuanya itu.
"Terima kasih, ma "
Dia menggigit roti bakar yang diberikan oleh mama mertuanya itu. Awalnya dia ragu, tetapi melihat mama mertuanya begitu baik membawakannya makanan tersebut dia memakannya dengan lahap.
"Ma " panggil nita.
"Hmm "
"Saya boleh tanya sesuatu? "
"Boleh "
"Mama,,, " ucapan nita terjeda beberapa detik, "kalau mama pertama menikah dengan papa panggilan kesayangannya apa? "
Tawanya lalu muncul mendengar pertanyaan nita yang untuk pertama kalinya dia dengar.
"Memangnya kamu panggil edwin apa? " pertanyaannya muncul di barengi tawa kecilnya.
"Dokter " jawab nita dengan wajah polosnya.
"Hais, kayak sama bos nya aja! " cetusnya, "kamu panggil ayang, bebeb atau cinta gitu! "
Nita mengernyit sambil menggaruk tangannya yang merinding.
"Kok, aneh ma kalau panggilannya seperti itu " nita jelas tidak akan memakai ketiga panggilan itu.
"Pasti edwin yang tidak mau panggilan itu kan? " tebak mama, "dia itu beda, orangnya cuek dan tidak banyak bicara "
Terlihat oleh nita mama mertuanya seperti sedang memikirkan sesuatu sekarang ini.
"Mama punya ide " ucapnya, "bagaimana kalau kamu panggil saja koko? "
"Koko,,, " nita mengucapkannya kembali dan lalu senyumannya merekah, "bagus juga ma, gak terkesan berlebihan gitu "
Tawa mama mertuanya lagi-lagi muncul dengan gelengan kepalanya.
"Kamu menantu pertama yang minta pendapat mama untuk sebuah panggilan sayang sama anak mama sendiri "
Wajah nita memerah, "maaf ma, itu tidak sopan ya ma? "
Tawanya lagi-lagi muncul, "bukan tidak sopan, tapi kamu lucu. Itu artinya kamu anggap mama seperti orang tuamu sendiri, kamu mempercayakan semuanya sama mama "
Nita tersenyum dengan wajahnya yang terkejut karena dia berpikir pertanyaannya tadi itu sangatlah tidak sopan, tapi ternyata mama mertuanya menerimanya dengan baik.
"Ayo minum kopinya, ini enak "
Nita memandangi kopi hitam di dalam cangkir di hadapannya itu cukup lama.
"Mama, nita tidak boleh minum kopi hitam " dokter edwin datang dan duduk bergabung dengan mereka menukarkan kopi milik nita dengan segelas susu.
"Nanti gastritisnya kambuh " sambung dokter edwin seraya menyeruput kopi milik nita, "dia juga alergi.. "
"Koko! " nita memegang satu tangan dokter edwin agar tidak melanjutkan pembicaraannya pada mama mertuanya dengan tatapan kedua matanya yang begitu lekat..
Pasalnya dia sudah terpaksa menghabiskan roti bakar dengan olesan coklat yang mama mertuanya pesankan untuknya karena tidak enak hati untuk menolaknya dan dia sudah menghabiskannya.
Dan dokter edwin terdiam bukan karena nita memintanya untuk tidak melanjutkan ucapannya, tetapi ketika nita memanggilnya dengan sebutan lain untuk pertama kalinya.
Nita memperlihatkan senyumannya ketika mama mertuanya melihat ke arahnya.
"Kenapa kamu tidak bilang? " ekspresi mama mertuanya terlihat terkejut mendengar itu.
"Maaf, ma "
"Baik, mama catat yang kamu tidak boleh makan supaya nanti kalau kamu menginap di rumah mama tidak salah membuat makanan buat kamu "
Nita menganggukkan kepalanya dan tersenyum lega karena lagi-lagi mama mertuanya tidak menganggap menjadi orang yang terlalu memilih makanan.
'Ayo otakku, berdamai dengan tubuhku! ' cetus nita dalam hatinya, 'aku bisa makan itu, bisa! '
Dan ternyata itu tidak bisa, nita mulai merasa ada sesuatu yang seperti sebuah gigitan kecil ditangannya dan membuatnya gatal.
"Mungkin ini di gigit nyamuk! " ucap nita di dalam mobil ketika dia melihat bulatan merah kecil di tangannya.
Dan berusaha untuk tidak menghiraukannya, karena dia tidak merasakan gatalnya bertambah dan tubuhnya masih terasa baik-baik saja saat ini...