Celiac
Celiac
Dokter edwin menoleh ke arah nita dan mengerutkan dahinya melihatnya yang sedari tadi terbaring dengan menutupi mulutnya seperti menahan sesuatu.
"Kamu mual? " tanya dokter edwin pada nita dan wanita itu menjawab dengan gelengan kepalanya sebagai jawaban tidak.
"Lalu? " dia kembali bertanya.
"Inikan lucu sekali dokter! " nara yang berada di tengah-tengah mereka bicara seraya membersihkan gel yang berada di perut nita setelah selesai melakukan pemeriksaan USG.
"Dokter melakukan pemeriksaan pada istri sendiri! " cetusnya.
Nita terkekeh mendengar perkataan nara yang seolah-olah mewakilinya yang tidak berani berkata apapun.
Dokter edwin menggaruk telinganya yang tidak gatal mendengar perkataan asistennya itu, semakin lama justru dialah yang terkesan lebih galak daripada dirinya.
"Coba kalau dokter sama magha pasti tidak akan bisa sumringah seperti ini! " celetuk nara yang membuat tawa-tawa kecil nita seketika terhenti.
Dia mengerutkan dahinya, karena nama seseorang yang nara sebutkan itu dia sangat mengenalnya.
"Nara " dokter edwin memanggilnya dengan nada penekanan tetapi wajahnya terlihat biasa saja sambil terus mengawasi reaksi nita saat ini.
Asistennya itu hanya menunjukkan dua cari tanda perdamaian dan senyuman lebarnya ke arah dokter edwin dan berganti ke arah nita.
"Aku suka sama kamu " ucap nara pada nita, "dulu itu dokter banyak di gosipin pendekatan sama magha tapi aku orang yang paling tidak setuju... "
"Nara " dokter edwin mengulangi memanggilnya agar dia berhenti memperngaruhi nita.
"Siap " dengan cepat nara berlari kecil menuju ke luar ruang pemeriksaan.
Dan kali ini hanya ada mereka berdua di ruang pemeriksaan.
Nita menoleh ke arah dokter edwin dan memperlihatkan senyumannya yang begitu dipaksakan.
"Dokter boleh lanjutkan " ucap nita.
"Lanjutkan yang mana? " dokter edwin bertanya, "tentang magha? "
Kedua alis nita terangkat, "jadi kita mau ngeghibah nih? "
Dokter edwin berdehem karena malu, ucapannya tadi itu sangat tidak bisa dia kontrol.
"Tapi yang jelas aku sudah menemukan yang terbaik sekarang yaitu kamu! " ucap dokter edwin, "dan bagaimana kalau sekarang kita bicara tentang pemeriksaanmu? "
Nita tersenyum, "bukannya tadi saya bilang dokter boleh melanjutkan pembicaraan kita tentang penyakit celiac! "
Dokter edwin merasa kikuk untuk pertama kalinya merasa kikuk untuk menjelaskan suatu penyakit, ternyata menghadapi istri sendiri adalah pasien yang begitu sulit untuk diajak bicara baik-baik.
"Penyakit celiac merupakan penyakit autoimun karena mengonsumsi gluten. Ketika tubuh mengonsumsi gluten, maka sistem imun akan memberikan reaksi, sehinnga merusak lapisan usus halus. Nah, ketika usus halus rusak, penyerapan nutrisi pun akan terhambat atau malabsorpsi nutrisi hingga menyebabkan menstruasi terhambat " jelas dokter edwin.
"Apa sebelum itu kamu pernah mengalami diare hebat atau perut kembung? " tanya dokter edwin, "atau malah konstipasi, alergi kulit juga? "
Nita mengingat kembali kejadian yang sudah begitu lama sekali.
"Saya pernah alergi kulit " dia mengingat kejadian yang pertama kali membuat menstruasinya berjalan tidak baik, "sewaktu melihat dia berada di tempat tidur dengan wanita lain saya banyak memakan coklat sampai diare dan harus dirawat di rumah sakit "
"Dan lalu muncul seperti ruam kulit di seluruh tubuh, tapi dokter bilang itu karena saya mempunyai alergi pada coklat " dia ingat untuk pertama kalinya masuk ke rumah sakit seperti seseorang yang mengalami gangguan jiwa.
Satu-satu kenangan yang dia catat seumur hidupnya dan tidak ingin dia ulangi kesalahan terlalu mencintai seseorang secara berlebihan. Beruntungnya dia tidak memutuskan untuk melakukan hal terlarang sebelum pernikahan karena tuhan sudah lebih dulu memperlihatkan bahwa lelaki itu tidak baik untuknya.
"Kamu pernah makan coklat lagi? " lalu dokter edwin kembali bertanya pada nita.
"Pernah " jawab nita, "alergi kulitnya bertambah parah dan sesak nafas "
Dokter edwin tersenyum tipis, "lalu kalau kamu ingat lagi mantan kamu itu apa yang kamu lakukan? "
"Buat mie instan pedas ditambah nasi " dijawabnya dengan cepat pertanyaan itu, "sudah itu saya ngemil roti gandum atau kadang bikin popcorn "
Dokter edwin mengerutkan dahinya, "makan mie instan pakai nasi? "
Nita terkekeh, "iya itu dulu dokter sekarang mulai dikurangi "
"Dikurangi.. " dokter edwin menganggukkan kepalanya, "bukannya berhenti? "
"Tapi semenjak bekerja disini saya belum makan mie lagi " jawab nita memperlihatkan senyuman polosnya.
"Jangan berharap lagi! " cetus dokter edwin, "ternyata bu bidan selama ini malnutrisi itu aneh sekali "
Nita terkekeh, "dulu kan mindsetnya yang penting perut kenyang siapa tahu hati senang "
Tawa dokter edwin lepas mendengar moto hidup yang nita katakan itu.
"Tidak ada yang seperti itu sekarang! " dokter edwin berbicara sambil terus tertawa.
"Pertama kamu harus dirujuk ke ahli gizi dan lalu melakukan pemeriksaan laboratorium lengkap " dia lalu menuliskan sesuatu di kertas resep yang dipegangnya.
"Mungkin kita juga perbaiki sistem hormonnya juga " dia menyodorkan sebuah resep obat pada nita.
Nita tertawa kecil menerima resep yang diberikan oleh dokter edwin padanya.
"Saya akan minum obatnya dengan teratur dokter " ucap nita.
Tetapi dokter edwin tidak melepaskan kertas resep tersebut, nita tidak bisa menariknya dengan paksa karena pasti akan merobek kertas tersebut.
Terlihat dokter edwin yang merogoh saku di jas putihnya.
"Untuk menebus obatnya! " dia lalu menyodorkan sebuah kartu berwarna hitam dan menyimpannya di atas meja.
"Kamu ambil itu lebih dulu, baru aku berikan resepnya! "
Nita menggelengkan kepalanya dalam tawa kecilnya seraya mengambil kartu yang diberikan oleh dokter edwin itu.
"Pemeriksaan selesai " ucap dokter edwin mengakhiri.
"Saya harus bayar berapa untuk konsultasi dengan dokter? " pertanyaan nita itu membuat tawa dokter edwin lagi-lagi meledak.
Dia pertama kalinya mendapatkan pasien yang walaupun rewel tetapi dia tetap menggoda dan membuatnya bahagia.
"Kamu mau membayarnya? " dia bertanya pada nita.
Nita menganggukkan kepalanya, "pakai ini? " lalu menunjukkan kartu yang tadi diberikan olehnya.
"Itu uang-uangku juga nita! " cetusnya.
Tawanya semakin tidak bisa terhenti menanggapi tingkah lucu nita di awal dia memulai pekerjaannya.
Nita menutup mulutnya menyembunyikan tawanya, "jadi ini tidak berlaku ya,,, "
"Bayar saja nanti malam di tempat tidur " ucap dokter edwin mulai menggoda nita.
"Memijit? atau ganti sprei tempat tidur? "
"Nita sudah hentikan " dokter edwin tidak dapat berhenti tertawa, "kamu semakin aneh jika kelamaan dibiarkan melucu! "
"Mungkin karena mie instan jadi mirip keriting! " sambung dokter edwin.
"Rambutnya atau pikirannya dokter? " nita malah sengaja melontarkan candaan padanya seraya beranjak dari duduknya.
Terlihat olehnya dokter edwin yang mengangkat kedua tangannya ke arah nita.
"Aku menyerah, pipiku sampai sakit karena tertawa sedari tadi " ucap dokter edwin yang masih tertawa.
"Sekarang cepat pergi ke ruanganmu " perintahnya.
"Baik pak dokter " nita lalu berpamitan dan keluar dari ruang poliklinik dimana nara sedang terduduk di kursi tempat pemeriksaan awal dia tersenyum ke arah nita.
"Aku baru melihat dokter edwin tertawa seperti itu " bisik nara, "kamu memang pintar mengubah suasana hatinya "
"Terima kasih " nita menganggap yang dikatakan oleh nara adalah sebuah pujian untuknya.
Dia berjalan menuju ke ruangan tempatnya bekerja sambil melihat tulisan di resep yang diberikan dokter edwin padanya.
"Yang sering makan mie itukan aku! " nita bicara sendiri, "tapi kenapa justru tulisan dokter edwin yang terlihat seperti mie di resep ini! "
Dia tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, harapannya adalah dia akan bisa sembuh dan kembali mendapatkan menstruasinya secara normal.
Entah kenapa tiba-tiba dia begitu semangat dan seperti telah siap untuk merasakan menjadi seorang ibu hamil dalam waktu dekat.
Mungkin karena kemarin dia telah mengakui bahwa dia baru saja jatuh hati pada dokter edwin dan mulai menata hatinya kembali dengan laki-laki yang memperlakukannya dengan baik itu...