Oligomenore
Oligomenore
Lalu kedua matanya tertuju pada jari yang di tutupi plester luka itu.
'Kenapa kamu terus saja mencuri perhatianku! ' celetuk nita dalam hatinya menyalahkan keberadaan plester di jari dokter edwin.
'Apa ini sakit? ' dia lalu bertanya pada dirinya sendiri, ragu-ragu untuk menyentuhnya tetapi rasa penasarannya begitu besar sekarang ini.
Dia tersenyum menatapi wajah dokter edwin yang tertidur dan yakin bahwa dia berada di titik aman untuk sekedar memperhatikannya.
Kelima jarinya ingin sekali menyentuh rambut lurus dari laki-laki itu tetapi lagi-lagi dia ragu untuk melakukannya.
"Kenapa aku merasa luka ini sangat serius! " nita berkata dengan suara yang sanga pelan sambil menunjuk ke arah jari dokter edwin yang terluka.
"Tenang saja itu tidak berbahaya! " tiba-tiba suara dokter edwin muncul dan kedua matanya membuka menangkap basah nita yang sedang memperhatikannya.
Dengan cepat nita bereaksi dan menutup kedua matanya.
"Aku tahu kamu belum tidur! " dokter edwin sudah tahu kalau dia hanya berpura-pura tidur sekarang.
Terlihat olehnya nita yang menarik nafasnya dan lalu membuka kedua matanya.
"Kamu mengkhawatirkan luka ini? " tanya dokter edwin pada nita.
Nita menganggukkan kepalanya dan memainkan bibirnya seperti kesulitan untuk berkata.
"Ini luka kecil " ucap dokter edwin mencoba menyakinkan nita yang khawatir pada keadaannya.
"Tetap saja walaupun luka kecil dokter! " cetus nita, "luka itu dari benda tajam saat operasi dilakukan menembus sarung tangan yang melindungi dokter! "
"Dokter kan tahu bahwa tidak semua pasien sehat, bagaiman kalau dokter belum tahu kalau ternyata hbsag nya positif atau ternyata hiv nya positif, atau ada penyakit menular lain yang masuk ke luka itu... "
Dia tidak melanjutkan kata-katanya ketika dokter edwin malah memberikannya sebuah ciuman di bibirnya yang memaksa nita harus berhenti bicara.
Dokter edwin melepaskan ciumannya dan memandangi wajah nita dengan senyuman.
"Aku senang sekali ketika tahu kamu mengkhawatirkanku " ucap dokter edwin dengan satu tangannya merapikan rambut-rambut nita.
"Kamu tenang saja, setelah tahu sarung tanganku bocor dengan cepat aku menggantinya dan tentu saja menutupi dulu lukanya " dia menjelaskan pada nita, "apa sekarang kekhawatiranmu berkurang? "
"Walaupun seperti itu tetap saja khawatir dokter " jawab nita, "ini juga pertama kalinya operasi yang dokter lakukan menghabiskan waktu yang sangat lama "
Dokter edwin meraih tubuh nita dan melingkarkan satu tangannya untuk memeluknya.
"Jadi sekarang ada yang selalu menghitung berapa lama operasi yang sering aku lakukan rupanya " ucap dokter edwin dengan nada datar.
Nita tersenyum malu, "aku senang sekali melihat dokter-dokter yang pintar melakukan operasi, seperti sesuatu yang membanggakan bisa menyelematkan orang banyak. Karena aku tidak bisa sampai kesitu, jadi aku menghitung waktunya saja "
"Bahkan aku pernah mencatat waktu tiga puluh menit ketika dokter melakukan operasi pada pasien eklamsi " sambungnya.
Tawa kecil dokter edwin muncul, "apa kamu aku sekolahkan di kedokteran? "
"Tidak mau " nita dengan cepat menolaknya seraya memperlihatkan senyumannya, "cukup melihat dokter saja yang lakukan operasi, saya merasa cita-cita itu sudah terwujud "
Dia terkejut ketika nita memegang jarinya yang terluka itu.
"Ternyata sakit kan! " cetus nita menyipitkan kedua matanya.
"Namanya juga luka pasti sakit " jawab dokter edwin, "tapi inikan bukan luka tusukan yang besar yang penyembuhannya akan lama "
Nita memandangi dokter edwin dengan wajah serius.
"Apa kalau seperti ini akan menyembuhkan lukanya? " nita memberikan tiupan di luka dokter edwin.
Membuatnya tertegun dan terdiam, dia dengan cepat bereaksi dengan tindakan nita kali ini. Merasakan seluruh tubuhnya merinding dan membangunkan sesuatu yang sensitif.
"Kenapa? " nita heran melihat reaksi dokter edwin sekarang ini.
"Lukanya sudah sembuh " jawab dokter edwin sambil berbisik, "tapi ada sesuatu yang lain harus kamu tangani sekarang "
Dia lalu membisikkan sesuatu hal serius di telinga nita.
Wajah nita seketika memerah dan sedikit menjauhkan wajahnya dari dokter edwin. Dia menggigit satu jarinya sambil memperlihatkan senyuman polosnya.
"Aku tidak tahu kalau meniup itu berbahaya! " cetus nita pelan dengan sikapnya yang salah tingkah.
"Sebaiknya dokter tidur sekarang supaya bisa rileks " dia memaksa dokter edwin untuk membaringkan tubuhnya sekarang ini dan diapun menutupi kedua matanya dengan telapak tangannya.
"Dokter sudah seharian berada di ruang operasi jadi pasti lelah " ucap nita.
Tetapi kedua tangan dokter edwin telah melingkar di punggung nita, membuatnya harus terjatuh tepat berada di atas tubuh dokter edwin.
"Percayalah, kalau aku selalu menyisakan tenagaku untuk itu! " ucap dokter edwin dengan menaik turunkan kedua alis matanya.
"Dokter! " nita sedang berusaha untuk melepaskan dirinya sekarang.
Tetapi dia sudah tahu akan seperti akhirnya nanti, walaupun dia tidak ingin tetapi dia sama sekali tidak bisa melakukan penolakan.
Semua sentuhan yang diterimanya seolah seperti sebuah obat yang mengalir ke dalam tubuhnya, memerintahkan dia untuk menerimanya.
"Aku akan menganjurkan pil kontrasepsi yang bagus untukmu " ucap dokter edwin menghentikan niatnya.
Dia lalu kembali berbaring di samping nita, "itu tidak membuat tubuhmu gemuk, pusing dan membuat noda hitam di kulit wajahmu "
"Aku akan membelikannya besok " sambungnya, "aku tidak akan melakukannya sampai kamu minum obat itu "
Nita terdiam beberapa saat dan lalu memberanikan diri untuk memegang pipi dokter edwin dengan satu tangannya untuk pertama kali.
'Selembut ini kulitnya ternyata! ' pekik nita dalam hatinya, dia merasa rendah diri sebagai seorang wanita yang bahkan kulitnya pun tidak selembut ini.
'Aku bisa mendadak terkena syndrome bucin kalau setiap hari melihat dan memegang seperti ini terus menerus... ' dia menangis dalam ucapannya yang masih di dalam hati.
Dan lalu menelan ludahnya bulat-bulat, tersadar pada apa yang sudah dilakukannya ketika dokter edwin terdiam menerima sentuhan dari nita.
"Dokter " ucapnya terbata-bata.
Nita mencoba menarik nafasnya terlebih dulu untuk kembali bicara.
"Aku sebenarnya tidak mau menunda kehamilan " ungkapnya, "tapi aku tidak yakin bisa dengan cepat hamil walaupun tanpa menggunakan kontrasepsi "
"Dulu sebelum kuliah semuanya berjalan lancar, sampai saya masuk kuliah dan tidak siap dengan sistem pembelajaran kebidanan siklus menstruasi saya jadi tidak teratur "
"Dan itu semakin bertambah parah setelah selesai kuliah dan harus menjadi bidan desa, mungkin karena beban pikiran yang semakin bertambah "
Dia kembali menarik nafasnya, "tidak berhenti disitu ketika hampir memutuskan berhenti untuk mengabdi dan mengikuti seseorang saya dikejutkan dengan melihat sendiri hal yang sangat menyakitkan di tempat tinggalnya "
"Setelah itu, berat badan saya menurun drastis dan tiba-tiba menstruasi saya terkadang datang tiga bulan sekali atau bahkan lebih "
"Kenapa kamu baru bilang " dokter edwin memang tidak terkejut ketika mendengarkan nita bicara tentang dirinya seolah dia sedang mendengarkan keluhan pasiennya.
Tetapi ternyata dia memang hanya seorang manusia yang memiliki hati, mendengarkan ternyata istrinya sendiri yang mengalami hal-hal yang sering di keluhkan pasiennya itu justru membuatnya takut.
"Apa kamu pernah merokok? " dia lalu mempertanyakan pola hidup nita ketika mendapatkan stres di pikirannya.
"Tidak dokter " nita menjawab dengan cepat, "bisa-bisa aku digantung di pembakaran gudang gula milik embah kalau ketahuan merokok! "
Itu jawaban paling lucu yang pernah di dengar oleh dokter edwin membuat tawanya muncul bersamaan dengan kelegaannya mengetahui nita tidak memiliki kebiasaan buruk.
"Tapi,,, " ucapan nita terputus dengan wajahnya yang polos, "walaupun begitu saya tidak suka kalau harus mengijinkan suami untuk mendapatkan anak dari wanita lain! "
Dahi dokter edwin berkerut dan tawanya terus berlanjut.
"Yang kamu maksud menikah lagi? " dia mempertegas pernyataan nita.
Dan dijawabnya dengan anggukkan kepalanya.
Lalu dokter edwin kembali melingkarkan tangannya dan memeluk nita.
"Kamu tidak perlu takut " ucapnya, "kita lakukan pemeriksaan terlebih dulu mulai besok, mungkin itu hanya masalah gangguan hormonal saja "
"Baiklah, saya percayakan saja pada dokter ahlinya " nita menyetujuinya.
Dia mulai menguap dan tidak dapat menahan rasa kantuknya.
"Kenapa nafasmu tiba-tiba terasa sekali di leherku? " perkataan dokter edwin itu mengganggu nita yang mulai mengantuk dan tertawa.
"Seperti ini? " Nita malah semakin sengaja meniup di telinga dokter edwin membuat laki-laki itu beraksi kegelian kali ini...