cinta dalam jas putih

Suguhan Parang



Suguhan Parang

"Dokter sayang sekali mobilnya harus dibawa ke tempat saya " ucap nita di tengah perjalanan.     

Dia dan dokter edwin duduk bersebelahan dan membiarkan supir yang mengemudi.     

"Jalannya jelek sekali, harus lewat pegunungan dengan jalan yang masih ada batu-batu besarnya " nita menggambarkan kondisi jalan untuk menuju ke tempat kelahirannya itu.     

"Jalannya kecil juga terkadang licin " sambung nita.     

"Tidak apa-apa " jawab dokter edwin sambil memejamkan matanya.     

Semalam jatah tidurnya berkurang karena harus melakukan operasi cito pada pasien kehamilan di luar kandungan dengan anemis, membuatnya harus melakukan observasi panjang pasca operasi yang dilakukannya.     

Nita kembali terdiam ketika mendapatkan jawaban yang membuatnya tidak bisa mengatakan apa-apa lagi.     

Dia seperti mengingat sesuatu hal penting yang ingin di tanyakan pada nita dan lalu membuka kedua matanya.     

"Seperti apa mahar yang harus laki-laki bawa di pernikahan disana? " lalu dokter edwin melayangkan pertanyaan setelah beberapa waktu mereka terdiam.     

Nita terdiam sejenak, dia tidak mau mengatakan kalau satu bulan yang lalu kedua orang tuanya sudah menerima uang yang jumlahnya pun dia tidak tahu sama sekali. Dan ketika nita pergi untuk menolak pernikahan itu, sepupunya mengatakan kedua orang tuanya harus mengganti uang tersebut sekarang ini.     

Mungkin itu juga yang membuat mbah kakungnya sakit, karena dia sangat menyayangi sawah miliknya itu. Pikirannya tertuju pada dugaannya perihal orang tuanya yang menjual sawah milik mbah kakung untuk membayar semuanya.     

"Kenapa malah melamun? " suara dokter edwin membuyarkan lamunannya.     

Dokter edwin terheran ketika di pikirannya mengatakan bahwa nita tidak mau mengatakannya secara sengaja.     

"Tidak perlu dijawab kalau tidak tahu "     

Nita lalu terdiam, dia memalingkan pandangannya ke arah jendela.      

Setelah melewati delapan jam perjalanan dia melihat mobil yang ditumpanginya telah masuk ke sebuah area pegunungan dan melewati banyak desa.     

"Berhenti di lapangan depan pak " ucap nita memberitahukan pada supir dimana rumah orang tuanya.     

"Dokter tapi rumah kami tidak bagus " ucap nita merasa malu ketika dia telah sampai di sebuah lapangan yang tepat berada di depan rumahnya.     

"Tidak apa-apa " lagi-lagi hanya seperti itu jawaban yang nita dapat.     

Mereka mulai melihat kerumunan orang yang perlahan mendekat ke arah mobil yang di dalamnya ada nita dan dokter edwin.     

"Mobil dokter bagus, jadi mereka penasaran " ucap nita sambil memperlihatkan senyumannya yang sedikit dipaksakan.     

Dan dokter edwin hanya menjawabnya dengan senyuman tipis.     

"Walah, nita itu!! " teriak seseorang ketika melihat nita keluar dari dalam mobil bersama dokter edwin.     

"Apik tenan mobilnya! "      

Mereka berdua terus berjalan menerobos kerumunan tetangganya yang ingin melihat mobil yang ditumpangi oleh nita.     

"Ndo! " nita dengan cepat mendapatkan pelukan dari sosok ibunya yang membukakan pintu dan melihatnya sudah berdiri di depan pintu.     

"Ibu, maafin nita " ucapnya ketika masih dalam pelukannya.     

Ketika adegan berpelukan nita dan ibunya sedang berada di suasan khidmat, sosok ayahnya muncul.     

"Seenaknya kamu minta maaf!! " terdengar teriakan seorang laki-laki dari dalam rumah yang berjalan ke arahnya dengan memperlihatkan sebuah parang yang dipegangnya.     

Tetapi wajah marahnya itu lebih menakutkan dari parang yang dibawa oleh tangan kanannya.     

"Saya bisa jelaskan, pak " ucap dokter edwin.     

Dia dengan segera berdiri di depan nita yang bersembunyi karena ketakutan di balik punggungnya.     

"Masih berani membawa lelaki kesini " nada bicara ayahnya masih terdengar marah.     

"Saya yang akan menikahi nita " ucap dokter edwin.     

Dia juga sebenarnya memiliki rasa takut menghadapi ayah nita yang terlihat garang itu. Tetapi karena naluri lelaki bertanggung jawab yang harus diperlihatkan, dia menyembunyikan rasa takutnya.     

Membuat kedua orang tua nita terkejut dan menganga karena kesulitan untuk berkata lagi sekarang ini.     

"Apa kita bisa berbicara di dalam? " pinta dokter edwin dengan baik-baik.     

Melihat laki-laki yang berbicara sopan dan penampilannya yang bagus membuat ayah nita luluh dan lalu menurunkan parangnya.     

Dia membukakan pintu dan mempersilahkan dokter edwin untuk masuk bersama dengan nita.     

"Dokter " panggil nita ketika dia memandanginya dengan wajah yang ketakutan dan seperti meminta sebuah pertolongan padanya.     

"Kamu tenang saja " ucap dokter edwin dengan senyuman, "kamu pergi saja ke tempat mbah kakungmu "     

"Saya akan bicara dengan ayahmu sampai dia memberikan restu "      

"Baiklah "      

Nita lalu berjalan menjauhinya menuju ke dalam ruangan lain meninggalkan dokter edwin dan ayahnya sekarang ini.     

Dengan nada bicaranya yang tenang dia mengatakan maksud kedatangannya dan juga mengatakan bahwa dia dan nita sudah melakukan pernikahan adat keluarganya kemarin agar sang ayah tidak memiliki lagi alasan untuk menolaknya.     

'Kenapa sikap ayah dan semua keluargaku jadi baik seperti itu dengan dokter? ' nita bertanya dalam hatinya terheran dengan sikap mereka yang berubah dengan cepat.     

Dan juga dia menyesal mempercayai perkataan ibunya yang mengatakan mbah kakungnya itu sakit.     

Pada kenyataannya dia masih sangat sehat dan justru membuat kabar yang mencengangkam dengan pernikahan yang kelimanya setelah di tinggalkan oleh istrinya yang sudah meninggal.     

Dia menolak makan bukan karena sedih nita telah di usir oleh ayahnya, tetapi karena ayah dan ibunya tidak mengijinkan untuk menikah lagi.     

"Maaf dokter disini kalau sudah mati lampu selalu lama " ucap nita membawakan sebuah lampu minyak ke dalam kamar dokter edwin.     

"Disini juga dokter akan kesulitan mendapat sinyal " sambung nita ketika melihat dokter edwin yang memandangi ponselnya sedari tadi.     

"Kamu mau kemana? " tanyanya ketika nita berjalan menuju pintu.     

"Saya tidur di ruang tengah dokter " jawabnya.     

"Kamu harus tidur disini " dokter edwin berucap seraya menatap nita yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.     

"Aku sudah bilang pada ayah dan ibu kalau kita sudah menikah secara adat kemarin " jelasnya, "dan besok ayahmu akan membawa petugas kantor urusan agama kesini "     

"Tapi dokter... "     

"Kamu harus terbiasa tidur satu kamar dan satu tempat tidur denganku! " dia berkata kembali seraya menepuk kasur yang masih kosong di sampingnya.     

Dan lalu berbalik membelakangi nita, agar wanita itu tidak canggung berbaring di sampingnya.     

Nita berjalan pelan dengan jantungnya yang berdetak kencang harus tidur di tempat tidur yang sama malam ini, setelah kemarin dia merasa beruntung karena operasi yang mendadak itu.     

Dia mengikuti posisi dokter edwin saling membelakangi malam ini.     

"Dokter, apa saya boleh bertanya satu pertanyaan saja? " nita bicara dengan ragu.     

"Ya "     

"Kenapa ayah tiba-tiba berubah? " tanyanya, "bukankah tadi dia marah pada kita? "     

"Apa jangan-jangan ayah meminta sesuatu pada dokter? "     

"Sesuatu seperti apa? " dokter edwin balik bertanya.     

"Sesuatu yang... " ucapan nita terhenti, "yang menjadi permintaan ayah "     

Dia lalu berbalik badan dan terkejut ketika mendapati dokter edwin yang ternyata tidak membelakanginya.      

Di bawah cahaya lampu minyak itu kedua mata mereka saling bertemu kali ini.     

"Dokter " nita merasa perlu menanyakan agar dia bisa tidur dan bangun dengan perasaan tenang.     

"Apa,,, ayah meminta uang pada dokter? " akhirnya dia memberanikan diri untuk bertanya.     

Dia akan mengira ayahnya akan melakukan hal yang sama seperti pada lelaki yang akan menjadikannya istri ketiga satu bulan yang lalu.     

"Apa itu tidak boleh? " dokter edwin lagi-lagi balik bertanya.     

Nita menghela nafas, dugaannya benar dan dia merasa sudah tidak memiliki wajah ketika berhadapan dengan dokter edwin.     

"Kenapa? " dokter edwin lalu menanyakan perubahan raut wajah nita.     

"Seharusnya dokter tidak perlu mengikuti permintaan ayah " nita berkata dengan nada suaranya yang berat.     

"Apa yang ayahku minta jumlahnya akan membuat jantungku berhenti detik ini juga? "      

Dokter edwin tertawa kecil ketika mendengar itu.     

"Itu belum seberapa, jika dibandingkan dengan pertolonganmu untuk key " jawabnya, "dia adalah seseorang yang paling berharga dalam hidupku "     

"Jadi kamu tidak perlu memikirkan itu " sambungnya.     

Biarpun dokter edwin mengatakan seperti itu, nita tetap tidak enak hati mengetahui apa yang sudah ayahnya lakukan untuk bisa mendapatkan ijinnya.     

"Nita " panggil dokter edwin.     

"Ya "     

Senyuman kecil terlihat di wajah dokter edwin, "aku akan terbiasa memanggilmu seperti itu mulai besok dan seterusnya "     

"Iya, dokter. "     

Mereka berdua lalu berhenti untuk mengeluarkan kata-kata sekarang ini, karena sama-sama merasakan kelelahan setelah perjalanan jauh mereka dan di sambut dengan suguhan parang yang dibawa oleh ayah nita.     

Semua berbanding terbalik dengan sambutan yang nita dapat dari keluarga dokter edwin kemarin...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.