Membuang Perhatian
Membuang Perhatian
"Kenapa melihat seperti itu? " tanyanya, dia memandangi nita yang hanya berdiri di belakangnya.
"Kamu tidak mau membantu ibu memasak? "
Nita tersenyum kecil, "saya bantu memotong sayuran atau mengambilkan sesuatu yang dibutuhkan ibu saja, tidak akan membantu memasak "
Jawaban nita itu membuat kening ibu mertuanya itu berkerut, "kenapa tidak membantu memasak? kamu tidak takut aku sebut menantu yang malas? "
"Karena kalau ibu sudah memasak, apapun yang bisa saya masak akan jauh jika dibandingkan apa yang dimasak ibu. Semua masakan seorang ibu itu lebih enak dari makanan hebat manapun " jawab nita dengan senyuman, "pasti pak dokter sudah lama merindukan masakan ibu "
"Huss! " cetusnya, dia menyembunyikan rasa bangga karena pujian nita. "kamu bisa saja merayu orang tua "
"Lagipula kamu ini sudah lama menikah masih saja memanggil suamimu pak dokter! "
Nita menutup mulutnya, "maaf, bu. "
Walaupun wajah ibu mertuanya itu terlihat sangat serius, tapi dibalik wajahnya yang sedikit menegangkan itu dapat terasa bahwa dia adalah seorang yang perhatian dan penyayang.
"Coba seperti pasangan lain, panggil sayang atau cinta,,, atau banyak juga yang panggil mamih papih " sarannya.
Nita tersenyum kaku, "seperti anak muda jaman sekarang ya bu,,, "
"Tidak apa-apa, itukan supaya hubungan kalian langgeng. Merasa muda terus, anak muda itukan kalau sudah cinta pasti tergila-gila. Mereka sering bilang mending lebay daripada good bye! "
Nita tertawa keci seraya menganggukan kepalanya, dia masih terus memperhatikan ibu mertuanya itu yang memberikan petuah-petuah terbaik untuk kehidupan rumah tangganya.
"Wangi sekali! " tiba-tiba sosok yoga dan axel muncul, mereka berdua terduduk di kursi di ruang makan yang berada satu ruangan dengan nita dan ibu mertuanya yang sedang memasak.
"Ada kue pie buah juga! " lalu yoga mengambil satu buah pie mini yang tersimpan rapi di sebuah kotak. Dia pun mengambilkan satu buah untuk putranya yang terduduk disampingnya.
"Ibu yang bawa kue ini? " tanya yoga pada ibunya yang sedang sibuk bersama nita menata makanan yang sudah dimasak di atas meja makan.
"Ibu dan ayah tidak sempat membeli apapun tadi sebelum berangkat kesini " jawabnya.
"Lalu ini kue dari siapa? " yoga lalu menoleh ke arah nita yang sedari tadi terlihat mesem-mesem. Setelah dia bertanya pada istrinya itu dia memasukan kue yang dipegangnya ke dalam mulutnya.
"Dari dokter andien! " nita menjawab ketika selesai menyimpan semua makanan dan duduk disamping yoga.
Seketika yoga tersedak ketika mendengar jawaban dari nita yang tidak melepaskan pandangannya.
"Kamu seperti anak kecil saja! " ucap ibu memperhatikan tingkah putranya itu.
Nita hanya menanggapi dengan senyuman seraya memberikannya segelas air putih.
"Sepertinya aku tidak suka makanan manis sebelum makan! " axel yang mengamati kedua orang tuanya itupun mengurungkan niatnya untuk memakan pie mini yang dipegangnya, dia lalu menyimpan kembali kue tersebut ke dalam kotaknya.
"Kenapa disimpan lagi? " pertanyaan pun muncul pada axel dari sang nenek.
"Aku merasa ada hal aneh dengan nama pengirimnya, nek " jawab axel pelan pada neneknya yang terduduk di hadapannya, dia seolah-olah tahu bahwa pengirim itu adalah salah satu penggemar ayahnya.
"Sebaiknya aku panggil kakek saja! " dia lalu beranjak dari kursinya dan berlari menuju ke ruangan dimana sosok kakeknya berada.
"Enakkan kuenya? " pertanyaan nita kali ini bernada sedikit sindiran pada yoga.
"Kenapa tidak mengatakannya dari awal, kalau kue itu pemberian dari andien! " jawaban yoga yang tidak sesuai dengan pertanyaan yang nita ajukan itu membuat tawa kecilnya muncul.
"Memang kalau bilang dari awal mau diapakan kuenya? " lalu nita kembali bertanya.
"Dibuang atau berikan saja ke tetangga! " jawabnya.
"Itukan sayang sekali " ucap nita, "makanan itu tidak boleh dibuang-buang, jangan takut! "
"Takut kenapa? " yoga mengernyit.
"Takut di dalam kue ada sihirnya, nanti setelah makan tiba-tiba ingat dengan pengirimnya sudah itu tergila-gila "
"Apa yang kalian bicarakan? " ada suara penengah diantara nita dan yoga kali ini.
"Lagipula hanya sekotak makanan sampai bawa-bawa sihir segala! " ucapnya, "memangnya siapa yang memberikan kue itu? "
"Dokter andien, bu " jawab nita.
Yoga lalu diawasi oleh kedua mata ibunya itu, "jangan-jangan,, mantan pacar kamu! "
Kedua matanya mulai membulat ke arah yoga yang mati kutu.
"Kamu ini! istrimu sedang hamil seperti itu masih dekat-dekat sama wanita lain "
"Dia cuma rekan kerja di rumah sakit, bu " yoga mengeluarkan pembelaan diri.
"Satu tempat pekerjaan pula! " lalu omelannya muncul kembali, "kalau ibu dengar kamu macam-macam awas ya! "
"Kamu itu bukan anak muda lagi, ingat sekarang kamu mau punya dua anak! "
"Iya, ibu,,, pasti diingat,,, " akhirnya yoga juga yang harus mengalah dan mengakui kesalahan yang tidak dibuatnya, padahal dia adalah ibu kandungnya tapi sepertinya ibu mulai berada di pihak nita dengan omelan-omelannya.
"Makan saja kalau suka " ucap nita dengan senyuman kecilnya, "aku tidak apa-apa, anggap saja kue itu kiriman perhatian dari jauh "
"Sayang,,, " rengek yoga pelan, "jangan buat aku terus diberikan omelan-omelan ibu lagi, aku kan tidak pernah macam-macam di belakangmu.. "
Nita tersenyum, "iya, tahu. Aku juga sudah makan kuenya, enak juga rasanya. Dokter andien itu pintar memilih makanan "
"Aku harus banyak belajar darinya supaya bisa memilih cemilan yang bagus! "
Yoga tersenyum kaku, dia tidak dapat menilai ucapan nita kali ini. Entah itu memang sebuah pujian atau sindiran yang secara tidak langsung diucapkannya.
Wanita disampingnya itu sebenarnya cemburu tetapi pandai membuatnya seperti hal biasa yang terjadi padanya.
Selesai makan malam dia bergegas menghampiri nita yang baru saja muncul dari kamar mandi.
"Kamu marah karena andien mengirimkan makanan tadi? " pertanyaan yoga mengisyaratkan ketakutannya pada kemarahan nita.
"Tidak " jawab nita pendek, dia berdiri di depan cermin dan merapikan rambutnya.
Yoga mengambil alih merapikan rambut nita, "kalau marah bilang saja, nanti aku sendiri yang melarang andien mengirimkan apapun kerumah "
Nita tertawa kecil, "tidak perlu, kebaikan seseorang itu tidak boleh disalah artikan. Tidak perlu dibesar-besarkan "
"Tapi kalau kamu merasa tidak nyaman katakan saja, lebih baik aku membuang semua perhatian dari rekan kerjaku daripada harus membuatmu merasa kesal "
"Karena aku tahu kamu tidak bisa marah, jadi semuanya kamu simpan dalam hati " sambung yoga, dia masih terus menyisir rambut nita.
Yoga mengikat rambut nita walaupun hasilnya tidak rapi.
"Aku tidak mau kamu acuhkan lagi seperti hari kemarin, jadi apapun akan aku lakukan supaya hubungan kita tetap baik " ucap yoga.
Nita terdiam beberapa waktu, dia mendengarkan ucapan yoga yang terdengar seperti seseorang yang begitu ingin membuat pasangannya percaya.
"Tidak masalah selama itu hanya memberikan makanan saja, bukan memberikan hatinya " nita tersenyum kecil, "kita harus ingat saja menjaga perasaan pasangan itu paling terpenting, pertemanan itu pasti ada batasnya jika salah satu dari kalian sudah memiliki pasangan "
"Baiklah, lihat ini " yoga mengeluarkan ponsel miliknya, dan melingkarkan tangannya di pundak nita. Dia sengaja membiarkan nita membaca pesan yang sedang diketiknya.
'Terima kasih kiriman kue nya '
Pesan tersebut yoga kirimkan dengan nama dokter andien sebagai penerima pesan tersebut.
Nita tersenyum tipis, "iya aku tahu suamiku memang laki-laki yang sangat dapat dipercaya "
Lalu tiba-tiba kedua matanya tertuju pada sebuah panggilan tidak terjawab di ponsel milik yoga, terlihat jelas nama elsa yang tertera.
"Kenapa telpon dari dokter elsa tidak di jawab? " tanya nita.
"Elsa " ucap yoga, dia lalu melihat kembali ponselnya dan melihat waktu dari panggilan tersebut
"Sepertinya tadi dia telpon sewaktu masih operasi " jawabnya, "pasti dia mau menanyakan kabarmu dan axel "
Nita terdiam sejenak, "semoga dia baik-baik saja "
Dia lalu melepaskan pelukan yoga dan tersenyum ke arahnya, "aku akan lihat axel sebentar, hari ini aku tidak membantunya mengerjakan tugas sekolah karena menemani dokter yang manja! "
Ucapan nita itu membuatnya malu
"Iya, cepat kembali supaya aku tidak sendirian disini " ucap yoga.
Nita menganggukan kepalanya dan bergegas pergi menuju ke kamar axel.
Yoga memastikan nita sudah keluar dari kamar, dan diapun kembali mengambil ponselnya mengetik sebuah pesan dengan tujuan penerima yang sama, dokter andien.
'Tapi sebaiknya tidak perlu mengirimkan apapun, aku akan sangat berterima kasih jika kita sama-sama menjaga perasaan pasangan kita '
Setelah pesan yang dia ketik terkirim, diapun menyimpan ponselnya di meja yang terletak tepat disamping tempat tidur. Dalam pikirannya mungkin akan lebih baik jika dia mengirimkan pesan seperti itu pada dokter andien, untuk melihat reaksi seperti apa yang akan dia lakukan pada nita ketika bekerja setelah menerima pesan dari yoga.
Dilain tempat, nita menghampiri sosok axel yang tengah serius membaca sebuah buku diatas tempat tidurnya.
"Belum selesai belajar? " nita duduk disamping axel diatas tempat tidur yang sama.
"Sebentar lagi, bu " jawab axel, beberapa saat kemudian axel menghentikan kegiatan membacanya dan memandangi nita.
"Kemarin malam aku memimpikan ibu " ucap axel, "dia sangat cantik sekali, memakai pakaian putih dengan rambutnya yang panjang... "
"Kamu pasti merindukan ibumu " nita lalu menggapai tubuh axel dan memeluknya, "sebelum tidur nanti jangan lupa berdoa terlebih dulu, doakan supaya dia selalu sehat dimanapun berada "
"Nanti kita pergi menemuinya sama-sama " sambung nita.
"Kenapa bukan ibu yang menemuiku? kenapa harus kita yang pergi kesana? "
Axel lalu merebahkan kepalanya diatas bantal, "apa dia tahu setelah bermimpi itu aku selalu memikirkan ibu "
Nita terdiam dia mengusap lembut rambut axel, "kalau semua orang berpikiran seperti axel tadi, tidak akan ada orang yang mau mengalah untuk satu kebaikan. "
"Baiklah " ucap axel, sepertinya di tidak menghiraukan ucapan nita. Suasana hati axel sedang tidak baik malam ini, mimpi yang dia ceritakan pada nita sepertinya sangat mengganggunya.
Perasaan tidak nyaman berganti menyelimuti nita kali ini, dia merasa mimpi axel itu seperti suatu pertanda untuknya. Walaupun dengan cepat nita mencoba menghilangkan pikiran buruk itu terus muncul dan menjadi menetap di pikirannya.