Penghargaan
Penghargaan
Dahi nita berkerut, dalam pikirannya penuh pertanyaan bukankah selama ini dia selalu mengikuti apel dan tidak pernah satu hari pun terlambat untuk mengikuti apel pagi.
"Padahal kamu sama sekali tidak pernah absen dari apel pagi, walaupun sudah aku larang! " sambung yoga, "apa mereka mau membuatmu untuk berani bicara dihadapan orang banyak karena petisi kepala ruangan yang menginginkan pembagian jaminan kesehatan itu? "
"Kita tidak boleh berpikiran negatif dulu " nita menanggapinya dengan santai, "karena kita belum tahu apa yang akan kita hadapi kalau belum ikut apel pagi hari ini, jawabannya akan tetap sama. Mereka ambilah uang jasa yang telah kita kerjakan, tapi jika menyinggung lagi tentang pekerjaan staf pasti hanya satu hal yang harus dilakukan yaitu melindungi dan membela mereka "
Yoga mengernyit, "awas saja kalau mereka mempermalukanmu! "
Nita tersenyum tipis, "iya awas saja, mereka belum tahu kalau aku punya seorang pelindung terbaik.. "
Yoga tertawa kecil mendengar ucapan nita, dia tidak pernah melihat sedikitpun kekhawatiran di wajahnya. Wanita disampingnya itu memang pandai mengatur emosi dan kemampuannya untuk menghadapi semua permasalahan yang berada di hadapannya benar-benar menakjubkan bagi yoga.
"Jangan berdiri dekat dokter kim! " cetus yoga ketika sampai di lapangan tempat apel, tampak sekumpulan pegawai berseragam putih.
"Iya " jawab nita dengan senyuman.
"Kalau kamu merasa pusing lebih baik berdiri di barisan paling belakang.. " yoga kembali berucap, "supaya kamu bisa duduk dan sinar mataharinya tidak terlalu menyorot ke arahmu "
Nita tersenyum memandangi yoga yang sedari tadi terus bicara dan berjalan di belakangnya.
"Sayangku, cintaku! " nada bicara nita masih terdengar lembut walaupun sebenarnya dia sedikit geram, dia menghentikan langkahnya dan memandangi yoga.
"Barisan untuk dokter disana! " seraya menunjukan satu jari telunjuknya ke arah depan.
"Jangan bilang mau ikut barisan rakyat biasa " nita menggunakan bahasa perumpamaan, "kalau sultan semuanya berbaris disana! "
"Sultan apa.. " ucap yoga pelan, dia malu dengan sindiran istrinya itu. Terlebih lagi dia melihat senyuman lebar nita dengan kedua alis matanya yang naik turun seperti memberikan isyarat bahwa dia harus pergi ke tempat yang semestinya dia berada.
"Baiklah, ingat perkataanku tadi "
"Iya, aku ingat " nita lalu melambaikan satu tangannya sebagai tanda mereka berpisah di tempat ini.
Nita menggelengkan kepalanya melihat sikap over protektif suaminya itu, jika dibandingkan dulu yang selalu berusaha menyembunyikan status dan perhatian seperti sekarang ini.
"Katanya hari ini ada pejabat yang menyampaikan sesuatu " ucap seseorang yang berdiri disamping nita.
"Iya, katanya juga dia sangat kecewa dengan pelayanan yang diberikan rumah sakit ini! "
Nita mengernyit, dia sebenarnya tidak ingin mendengarkan gosip di pagi hari tapi suara dua orang disampingnya itu sangat jelas didengar olehnya.
"Bidan kanita sedang hamilkah? " setelah bicara beberapa termin akhirnya seseorang yang berdiri disamping nita itu baru menyadari kehadirannya.
"Iya " nita menjawab dengan senyuman.
"berapa minggu? "
Nita berpikir sejenak, "Dua puluh empat minggu "
"Wah, sehat ya.. " satu tangannya mengusap lembut perut nita, "bidan tahu tidak, pejabat yang kecewa dengan pelayanan rumah sakit itu? "
Nita seketika menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Jadi katanya dia kecewa dengan pelayanan di ruang kebidanan! "
Wajah nita terlihat terkejut sekaligus kebingungan, ucapan seseorang disampingnya itu membuatnya tidak konsentrasi mendengarkan apa yang sedang dikatakan oleh pimpinannya di dalam apel tersebut.
"Saya mohon waktu sebentar pada bidan kanita untuk maju kedepan " lalu yang begitu jelas didengar oleh nita adalah ketika pimpinannya itu memberikan instruksi padanya untuk maju dan berdiri dihadapan semua peserta apel.
"Saya? " suara nita pelan dan penuh kebingungan.
"Jadi bidan kanita yang sudah memberikan pelayanan buruk itu? " dan pertanyaan satu ini membuat nita semakin gugup dan kebingungan pada apa yang sudah dituduhkan padanya.
Akan tetapi karena pimpinannya itu sudah mengintruksikan padanya untuk maju kedepan dia mau tidak mau harus melaksanakan perintah tersebut.
Dengan langkahnya yang diliputi rasa takut dan tanda tanya besar tentang kesalahan apa yang telah diperbuatnya ataupun oleh staf yang belum dia ketahui.
Senyuman lebar direktur menyambut nita dan membawa nita untuk berdiri disampingnya.
"Saya sebagai direktur sangat bangga dengan pelayanan terbaik yang telah diberikan oleh ruangan yang dipimpin oleh bidan kanita! "
Kedua mata nita membulat, dia sama sekali tidak pernah menyangka pemanggilannya adalah untuk memberikannya sebuah penghargaan yang tidak disangka-sangka olehnya.
"Bapak sekretaris daerah sendiri yang akan langsung memberikan penghargaan "
"Sekretaris daerah? " nita bertanya dalam hatinya, "bukankah itu? putri mereka yang hamil diluar kandungan?.. "
Sambil terus bertanya-tanya dalam hatinya nita memperhatikan sosok laki-laki paruh baya lengkap dengan pakaian jas hitam yang dikenakannya.
"Apa dia sengaja memberikan ini karena aku tidak membocorkan tentang keadaan putrinya itu? " lalu diapun mulai mempunyai pikiran negatif.
Nita menerima sebuah piagam penghargaan dan jabatan tangan dari pejabat tersebut. Senyuman terlihat dari wajahnya memandangi nita.
"Istri saya sudah menceritakan semua tentangmu " ucapnya masih menjabat tangan nita, "dia ingin saya memberikan penghargaan ini karena kejujuran dan keberanian bidan kanita, walaupun begitu berani kamu tidak sama sekali merubah kualitas pelayanan yang diberikan "
"Terima kasih pak " nita melebarkan senyum penuh keterpaksaannya, karena kali ini dia benar-benar seperti diberikan kejutan yang pertama kali membuatnya ketakutan.
"Semoga yang terbaik dari bidan kanita dapat diikuti oleh semua kepala ruangan yang lain " di sela-sela pemberian penghargaan tersebut direktur menyisipkan sebuah harapannya.
Dia lalu menjabat tangan nita, "setelah apel selesai datanglah ke kantor saya, pak sekre dan saya harus membicarakan sesuatu denganmu "
"Saya pak? " nita sedikit mengkonfirmasi atas apa yang sudah didengarnya.
"Kamu tenang saja, saya juga akan bicara dengan dokter yoga, pak aditya, dan juga dokter kim untuk ikut "
Nita kembali dibingungkan oleh ucapan direkturnya kali ini, dia masih harus bersikap biasa karena seluruh peserta apel tengah memberikannya sebuah tepuk tangan sebagai bentuk penghargaan atas apa yang sudah di perolehnya hari ini.
Kedua matanya berhenti di sosok yoga ketika dia kembali ke barisan awal dimana dia berdiri, melihat senyuman lebar dan isyarat kekaguman dari kedipan matanya membuat kekhawatiran nita terlupakan. Terlebih dia mengacungkan jari jempolnya pada nita, itu seperti sebuah ribuan pujian yang diberikan padanya. Perasaan nita menjadi lebih bahagia, dan itu membuat sebuah gerakan aktif dari jiwa kecil yang berada di dalam rahimnya.
"Selamat nita "
Nita tersenyum lebar ke arah seniornya yang menjadi kepala ruang bersalin.
"Terima kasih kak " ucap nita, "saya tanpa bimbingan kakak dulu tidak akan mungkin menjadi seperti sekarang ini "
"Kamu terlalu merendah dengan kemampuan sendiri " ucapnya.
Nita tersenyum malu, karena dia merasa apa yang dia lakukan semata-mata karena dia melakukan pekerjaannya dengan segenap hatinya.
"Kamu ke ruang direktur juga kan? " tanyanya pada nita.
"Iya "
"Kalau begitu kita sama-sama kesana "
"Baiklah " nita memandangi sekilas wajah seniornya tersebut, ada satu hal yang janggal padanya.
Wajahnya yang dulu selalu terlihat ceria hari ini walaupun dia tersenyum sorotan matanya terlihat lemah dan begitu menandakan kelelahan.
Dia merasa ada hal yang tidak baik terjadi pada seniornya itu, akan tetapi selama ini yoga tidak pernah menceritakan sedikitpun tentang seniornya itu. Sambil terus melangkahkan kakinya dia sesekali memandang ke arah seniornya yang begitu fokus pada langkahnya...