cinta dalam jas putih

Penghancur amarah



Penghancur amarah

Nita dan seniornya itu masuk ke dalam ruangan direktur bersamaan, dan mereka pun duduk bersampingan. Kedua matanya tentu saja dengan jelas melihat sosok dokter kim yang dengan tatapan tajamnya ke arah nita dengan senyuman yang penuh wibawa akan tetapi seperti siap untuk melahapnya bulat-bulat.     

'Sungguh ekspektasi yang berlebihan ' pikir nita ketika melihat wajah dokter kim sekarang ini, semua pikiran buruk tentang atasannya itu selalu muncul.     

Tentu saja dia dapat duduk dengan tenang ketika yoga muncul dan mengambil tempat tepat disamping nita dan bidan sani.     

"Ini rapat tentang apa? " pertanyaan lalu muncul dalam benak nita ketika muncul sosok aditya dan lalu sosok seno menjadi orang terakhir ketika rapat dimulai.     

Dia menjadi semakin kebingungan karena hanya dia dan bidan sani yang hadir sebagai kepala ruangan.     

"Tidak perlu bingung seperti itu, semua atasan yang selalu siap memperebutkanmu sudah berkumpul! " yoga bicara pelan sekali ke arah nita, "termasuk aku juga "     

Dahi nita berkerut mendengar celotehan sang suami padanya, dia sulit untuk mengartikannya lebih dalam perihal apakah itu sebuah pujian atau justru sebuah sindiran. Akhirnya dia memutuskan untuk tidak berkata apapun, dan tidak mengindahkan apa yang sudah diucapkan oleh yoga yang terdengar seperti anak remaja yang sedang cemburu.     

"Dia masih bisa bercanda, padahal aku sedang panik sekarang ini! " cetus nita dalam hatinya.     

Kepanikannya itu dimulai ketika dia harus melihat sosok dokter kim dan tentu saja seseorang yang bernama seno yang akhir-akhir ini tengah mengibarkan bendera perang padanya.     

"Saya sebagai direktur secara pribadi akan meminta bantuan pada bidan kanita "     

Keterkejutan semakin menimpa nita ketika dia tiba-tiba diminta untuk membantu hal yang belum dia ketahui.     

"Bantuan saya? " suara nita pelan.     

"Kamu pasti sudah dengar, ada kejadian yang sangat memalukan di ruang bersalin " ucapnya, "saya telah bertanya lebih dulu pada bidan sani, dan dia telah menjelaskan tentang ketidaksanggupannya mengelola staf agar lebih disiplin dan lebih baik lagi dalam memberikan pelayanan kepada pasien "     

Bidan sani hanya terdiam dan tertunduk tanpa menoleh ke arah nita yang sedari tadi memandanginya dengan penuh rasa tidak percaya, apa yang diucapkan oleh pimpinannya itu adalah hal yang sama sekali bukan cerminan dari kepemimpinan sang senior. Dia menjadi orang yang begitu tahu tentang kebaikan dan kedisiplinan yang selalu diajarkan oleh seniornya itu.     

"Jadi bidan kanita " suara itu mengejutkan nita yang melayangkan pikirannya pada seniornya tersebut, seketika dia membeku dan hanya memberanikan diri menatap direkturnya itu.     

"Dengan penuh rasa hormat, saya mewakili pihak rumah sakit meminta bantuanmu untuk mau mengambil alih pimpinan di ruang bersalin "     

Nita menelan air ludahnya bulat-bulat, itu seperti kata-kata seorang pujangga yang menyatakan cinta baginya, sangat berat dan membutuhkan jawaban yang pasti.     

"Saya mohon.. " ucapnya kembali, membuat semua orang yang mendengarnya terenyuh. Seorang direktur yang dihormati mengeluarkan kata-kata permohonan pada nita yang hanya pegawai biasa.     

"Untuk kebaikan pelayanan tempat kita bekerja " sambungnya.     

Nita semakin terdiam, bibirnya terasa sulit untuk berucap. Lalu seketika dia ingin menoleh ke arah yoga yang tidak jauh darinya, tampak suaminya itupun tengah memandanginya dengan senyuman yang terlihat samar di wajahnya.     

"Maafkan saya menyela " ucap dokter kim, "mungkin saya akan bertanya kepada kepala SMF dokter yoga, apakah dia mau mengambil keputusan yang baik untuk semua masalah ini. Karena saya yakin dokter yoga pasti sudah lebih dulu mengetahui masalah ini "     

Mendengar ucapan dokter kim yang seperti sebuah sindiran baginya diapun tersenyum, dia mengusap hidung dengan satu jarinya. Memperlihatkan pemikiran solusi yang akan diucapkannya.     

"Jangan katakan dokter tidak mengijinkan bidan kanita untuk menggantikan bidan sani " lalu kembali sindiran dokter kim terdengar olehnya, dia memang tidak lebih jelas mengatakannya tapi yoga mengetahui bahwa dokter kim sengaja menyudutkannya.     

Yoga tersenyum kecil, "apa dokter yakin ini akan menjadi solusi dari masalah? dokter harus tahu inti dari masalah ini adalah staf yang tidak solid, pemimpin seperti apapun jika mereka tidak mau menerimanya itu percuma. Jadi hal yang sebenarnya harus dievaluasi itu adalah para pelaksananya! "     

Senyum tipis terlihat di wajah dokter kim dengan anggukan kepalanya, "mungkin direktur lupa menyampaikan sesuatu yang penting tadi "     

"Bahwa pak sekretaris daerah ikut memberikan keputusan kali ini, bahwa dia ingin bidan kanita yang menjadi kepala ruang bersalin " sambungnya, "entah darimana dia mengetahuinya dan memberikan pengakuan pada bidan kanita "     

Sebuah ekspresi terkejut terlihat di wajah nita mendengar semua yang diucapkan dokter kim, dia lebih terkejut melihat senyuman yang terlihat di wajah suaminya. Kedua matanya mengeluarkan sorotan tajam ke arah dokter kim yang setiap ucapannya seperti memprovokasi yoga, keduanya tampak melemparkan pandangan dan senyuman yang sama.     

"Saya akan sesuaikan tanggal mutasi bidan kanita pada pak seno, saya harap dapat secepatnya " suara direktur pun mengakhiri perdebatan dalam diam antara yoga dengan dokter kim.     

Akhirnya dia yang memutuskan untuk menjadi pihak penengah dan mengambil keputusan terakhir tanpa menunggu jawaban dari dokter yoga.     

"Nita " panggil bidan sani, "maafkan karena telah membuatmu mempunyai beban baru "     

Nita masih dalam situasi yang membuatnya belum mempercayai apa yang baru saja didengarnya.     

"Kamu bisa menolongku? " diapun memegang satu tangan nita dengan tatapan memelasnya.     

"Kak sani, saya... " nita tampak ragu untuk memenuhi permintaan seniornya itu, dia bukan tidak berkeinginan untuk memberi pertolongan pada seniornya itu. Karena dia belum tahu kemampuan yang dimilikinya saat ini dapat merubah semua yang telah diperdebatkan tadi atau tidak. Nita hanya tidak ingin terlalu berbesar kepala dapat menangani semuanya, maka dari itu dia tidak ingin membuat kesalahan dalam memutuskan saat ini.     

Mereka berdua terdiam ketika sosok yoga muncul dan berdiri dihadapan mereka dengan tatapan yang menakutkannya.     

"Apa kamu tidak bisa bertanggung jawab pada pekerjaanmu? " tanyanya pada bidan sani.     

"Maafkan saya dokter " bidan sani tertunduk.     

"Bukan permintaan maaf yang ingin saya dengar! " cetusnya, "kamu harus ingat tanggung jawab itu kamu harus pegang bagaimanapun kondisi stafmu, jangan hanya karena satu masalah ini kamu sudah menyerah! "     

"Dimana jiwa kepemimpinan terbaikmu? " dia mendominasi pebincangan kali ini.     

Melihat bidan sani yang hanya tertunduk dan tidak mengeluarkan satu kata pun membuat yoga harus mengambil nafasnya dalam-dalam.     

"Kamu bilang saja kalau mereka yang memaksamu untuk menyerah " lalu yoga mengeluarkan apa yang ada dalam pikirannya bahwa semua sudah direncanakan oleh dokter kim.     

"Saya benar-benar menyerah dokter " bidan sani menepis semua yang dituduhkan oleh yoga.     

"Kamu mau lari dari tanggung jawab dan melimpahkannya pada kanita? " senyuman sinis lalu muncul diwajah yoga, "saya sangat kecewa sekarang ini! "     

"Dan kamu " lalu yoga bicara ke arah nita, terlihat istrinya itu terkejut dengan kemarahannya.     

"Jangan membantunya! " cetusnya.     

Dia lalu berbalik dan melangkahkan kakinya meninggalkan mereka berdua.     

"Nita, maafkan aku " ucapnya dengan wajahnya yang terlihat pucat pasi.     

"Nanti kita bicara lagi kak " nita mengakhiri pembicaraannya dengan seniornya itu, dan mencoba menyusul langkah yoga yang sudah lebih dulu meninggalkanya.     

Langkahnya sedikit tergesa-gesa agar bisa menyusul suaminya itu. Sosoknya tidak jauh dihadapannya, tapi sepertinya dia sudah tidak sanggup menyusulnya.     

Yoga pun menyadari bahwa istrinya itu mengikutinya di arah belakangnya, akan tetapi saat ini dia sedang tidak ingin menghiraukannya.     

"Aku sudah tidak sanggup menyusulnya sekarang ini " nita menghentikan langkahnya, nafasnya terengah-engah.     

Dia akhirnya berdiri di samping sebuah tiang-tiang kokoh yang menjadi pembatas di sepanjang koridor rumah sakit.     

"Ayahmu itu ketika marah selalu seperti itu! " ucap nita pelan seraya mengusap perutnya, dia pun mencoba mengatur nafasnya.     

Dan yoga pun tahu bahwa istrinya itu tidak mengikuti langkahnya lagi, diapun menghentikan langkahnya dan berbalik. Memandangi nita yang berdiri memegangi perutnya dan berusaha mengambil nafas dengan baik setelah mengejarnya.     

Kali ini dia yang mengambil satu nafas dalam-dalam melihat istrinya itu.     

"Kamu sekarang ini sudah membuatku lemah dengan pendirianku! " cetusnya dalam hati masih memandangi nita dari kejauhan.     

"Apa yang sebenarnya kamu miliki sampai membuatku seperti ini? " lalu dia memutuskan melangkahkan kakinya menghampiri nita yang masih berdiri beberapa langkah dari posisinya.     

"Kamu baik-baik saja? " dan akhirnya diapun yang akhirnya mengalah pada kemarahannya, berdiri di hadapan nita.     

"Iya... " nita dikejutkan oleh kehadiran yoga yang dia pikir telah pergi meninggalkannya.     

"Aku pikir tadi tidak melihatku mengikuti dokter " ucap nita canggung, dia sama ketakutannya seperti bidan sani dengan kemarahan yang muncul padanya.     

"Jangan mengikutiku ketika aku marah " ucap yoga dengan nada ketus, "kamu harus ingat kamu sedang hamil! "     

"Jangan sampai marahku bertambah karena terjadi sesuatu pada kehamilanmu! "     

"Iya,, maaf,, dokter " ucap nita terbata-bata, dia semakin dibuat ketakutan oleh yoga.     

"Jangan panggil aku seperti itu! " yoga mencoba menahan marahnya kali ini, dia tahu wanita yang tengah mengandung itu memiliki kesensitifan yang sangat tipis. Walaupun di awal tadi dia lupa memarahinya.     

"Aku minta maaf jika tadi memarahimu " dia lalu meraih satu tangan nita untuk berjalan disampingnya.     

Dahi nita berkerut, dalam pikirannya bukankah dia yang telah membuat suaminya itu kesal tapi justru kali ini berbalik yoga yang meminta maaf padanya.     

"Aku tidak mau kehamilanmu kali diperberat oleh pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab orang lain " ucapnya.     

"Aku bukan tidak memikirkannya, aku sengaja tidak membicarakannya denganmu karena aku tahu kamu wanita yang tidak dapat mengucapkan penolakan pada seseorang yang meminta bantuan padamu "     

Nita tertunduk mendengarkan penjelasan dari yoga tentang permasalahan kali ini.     

"Kamu tahu hubunganku dengan dokter kim sekarang ini " yoga kembali berucap.     

Dia lalu hanya mengambil sedikit kesimpulan dari yang diucapkan oleh yoga, walaupun sebenarnya dia tidak mengetahui pasti penyebab renggangnya hubungan kedua rekan sejawat itu selain masalah pribadi.     

Nita tersenyum kecil ketika mereka telah sampai di depan pintu ruang ponek dan menoleh ke arah yoga.     

"Terima kasih sudah mengantarku " ucap nita masih memperlihatkan senyumannya.     

"Hati-hati dengan pekerjaanmu hari ini, jangan terlalu memaksakan diri karena kamu sedang hamil " ucap yoga dengan suara lembutnya, "nanti aku kirimkan makan siang, kamu harus makan dengan baik "     

Nita tersenyum dalam anggukan kepalanya.     

"Sekarang masuklah "      

Nita tertawa kecil ketika yoga mengatakan itu padanya.     

"Apa ada yang lucu denganku? " yoga teraneh melihat tawa yang muncul diwajah nita.     

Nita menahan tawanya kemudian dan menggantinya dengan berbatuk.     

"Aku tidak bisa masuk kalau tanganku terus dipegang seperti ini " ucap nita dengan kedua tatapan matanya memandangi suaminya itu.     

Terlihat yoga yang baru menyadarinya, dia tersenyum malu ketika melepaskan pegangan tangannya pada nita. terlihat wajah hingga kedua telinganya yang memerah oleh nita, kemarahan seperti tadipun seketika nita lupakan mengingat laki-laki dihadapannya itu selalu tidak dapat menyembunyikan perhatian sekecil apapun padanya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.