cinta dalam jas putih

Persuasif



Persuasif

Nita terkejut ketika mendengar suara makian yang begitu keras dari arah ruang tindakan, dengan cepat dia berjalan menuju ke arah ruangan tersebut dan mendapati karin yang tengah mendapat makian dari seorang wanita paruh baya. Dia terlihat menunjuk-nunjuk wajah karin ketika melontarkan makiannya.     

"Ada apa ini? " nita mencoba menjadi penengah diantara kemarahan wanita tersebut, dia berdiri diantara mereka berdua walaupun belum mengetahui apa yang menjadi penyebab kemarahan wanita tersebut.     

Dia lalu menoleh ke arah karin yang berdiri disampingnya.     

"Saya hanya melakukan informent consent sesuai dengan hasil laboratorium ini, bu " ucap karin memberikan laporan status pasien yang tengah terbaring kesakitan di tempat tidur ruang tindakan.     

"Saya menerima pasien dari IGD yang setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium hasilnya kemungkinan kehamilan ektopik terganggu dengan diagnosis differensial abortus incipiens " sambung karin, "dan lalu mereka mengirim pasien ke ponek "     

Dia menyodorkan laporan tersebut untuk nita baca kembali, "saya melakukan informent consent pada ibu ini untuk dilakukan pemeriksaan usg supaya diagnosa pasti dapat ditegakkan, mengingat pasien adalah nona dan kita tidak dapat melakukan pemeriksaan dalam "     

"Jangan asal ya kalau bicara " wanita itu bicara dengan nada kesal pada karin, "kamu tahu kalau kamu salah saya bisa menuntut kamu, disini kamu itu bukan dokter! "     

"Kamu tahu saya siapa? " sambungnya, "saya istri dari sekretaris daerah disini, jadi saya bisa memberikan perintah pada atasanmu untuk memecatmu! "     

"Ibu " tangan nita meraih satu tangan wanita tersebut, sentuhannya membuatnya yang sedari tadi berbicara seketika berhenti dan memandang wajah nita yang memberikan senyuman lembutnya padanya.     

"Putri ibu sedang kesakitan disini, bukankah kita semua disini orang-orang yang telah dewasa, jadi dengan penuh harap saya meminta ibu untuk bisa bicarakan ini di ruangan saya " ucap nita dengan penuh kelembutan, "setidaknya kita harus menjaga pasien yang tengah kesakitan untuk tidak bertambah lebih sakit ketika mendengar semua teriakan ibu "     

Wanita itu terdiam sejenak dengan satu tangannya yang masih dipegang oleh nita.     

"Baiklah " akhirnya wanita itu menuruti perkataan nita.     

Bukan kanita namanya jika dia tidak bisa menyihir wanita yang telah memunculkan dua tanduk di kepalanya seketika mereda dan berubah menurutinya.     

"Rafa, kamu observasi tanda-tanda vital pasien jangan lupa pasang oksigen " nita menunjuk rafa yang melakukan observasi pada pasien.     

"Karin kamu ikut dengan saya " lalu nita bicara pada karin untuk ikut ke ruangannya karena dia yang tahu dari awal semua keributan ini.     

"Ibu ikut dengan saya " ucap nita, dia lalu melangkahkan kakinya lebih dulu untuk menuju ke ruangannya.     

Setelah dia memastikan wanita itu dan karin telah berada di ruangannya dia menutup pintunya dengan rapat.     

Nita duduk berhadapan dengan karin dan wanita yang menjadi orang tua dari pasien hari ini.     

"Maaf dengan ibu siapa saya bicara? " nita menjadi orang pertama yang mengeluarkan suaranya.     

"Ibu Clara " jawabnya, "lebih lengkap lagi Clara diena SH, saya istri dari sekretaris daerah disini yang mengatur kalian semua! "     

Nita tersenyum kecil dengan kesabarannya menghadapi wanita sombong di hadapannya itu.     

"Saya bidan kanita saat ini menjabat sebagai kepala ruangan PONEK " ucapnya, "dengan harapan besar saya ibu bisa memaafkan jika ada pelayanan kami yang kurang berkenan "     

"Tentu saja ini sangatlah buruk " wanita itu menanggapi ucapan nita, "bawahanmu ini sudah bekerja dengan buruk, berani memberikan diagnosa padahal dia itu bukan dokter dan dia juga telah memfitnah putri saya. Hal pertama yang saya alami sepanjang saya melakukan pemeriksaan ke rumah sakit ini "     

Nita masih tetap tersenyum, "apakah staf saya menyampaikannya dengan berteriak atau marah-marah? "     

"Tidak " jawabnya, "tapi dalam hukum fitnah itu bisa di ajukan tuntutan oleh korban. "     

"1Ingat bidan kanita, dia bukan dokter di ruangan ini! " sambungnya, "kamu itu kepala ruangan disini, bagaimana kamu melakukan tugasmu dengan baik sekarang ini? "     

Nita menarik nafasnya dalam-dalam, hari ini begitu banyak orang yang menyebalkan muncul dihadapannya untuk menguji kesabarannya.     

"Karin maaf, bisa bantu saya ambilkan buku SOP kita di lemari itu " ucap nita pada karin.     

Sementara karin membawa buku yang nita sebutkan, dia memandang ke arah wanita dihadapannya itu dan membuka lembaran pertama dari laporan status pasien.     

"Tolong ibu koreksi saya " ucap nita padanya, "karena kebetulan ibu sangat mengerti hukum, jadi saya akan memperlihatkan ini "     

"Apa tadi di IGD putri ibu dilakukan pemeriksaan urine dan darah? " tanya nita.     

"Iya "     

"Ibu yakin, itu darah dan urine putri ibu? " tanya nita kembali.     

"Tentu saja, saya yang membawanya ke laboratorium "     

"Baik " nita lalu membuka lembar hasil dari laboratorium, "maaf jika saya harus mengatakan ini, dengan sangat menyesal saya akan memberitahukan hasil dari pemeriksaan urine putri ibu "     

Dia lalu menunjukkan jarinya ke arah tulisan dari hasil laboratorium, "staf saya bukan asal bicara, tapi dia melihat dari hasil ini dan juga sebelumnya dia telah melakukan hand over dengan dokter jaga yang mendiagnosa kemungkinan pada putri ibu "     

"Kami menyebutnya diagnosa kemungkinan " sambung nita, "sesuatu kemungkinan yang akan berubah menjadi pasti ketika dilakukan pemeriksaan oleh dokter spesialis, kemungkinan itu dilihat dari keluhan yang dialami pasien dan hasil laboratorium ini "     

"Jadi saya akan bertanya kembali apa ibu yakin itu urine putri ibu? " nita kembali bertanya.     

Wanita itu terdiam sejenak, penjelasan nita yang menggunakan bahasa yang sederhana membuatnya dengan mudah mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh nita kali ini.     

"Tapi putri saya tidak mungkin hamil, setiap hari dia hanya pergi ke sekolah dan saya sendiri yang menjemputnya. Apa tidak bisa dilakukan pemeriksaan ulang? "     

"Tentu saja kami bisa melakukan itu jika pihak keluarga memintanya untuk lebih memastikannya " ucap nita, "tapi apa ibu tidak mau bicara dengan putri ibu lebih dulu? untuk lebih jelasnya mungkin ibu memastikannya lebih dulu padanya sebelum kita melakukan pemeriksaan ulang? "     

"Apa? kamu ingin membuat saya tidak percaya dengan putri saya? " wanita itu tidak lantas menerimanya.     

"Bukan seperti itu, bukankah kita harus memastikan lebih dulu jika putri ibu memang belum pernah melakukan sebuah hubungan kami akan melakukan kembali pemeriksaan ulang "      

Wanita itu terdiam sejenak, memikirkan kembali apa yang sudah nita ucapkan. Untuk beberapa waktu dia hanya terdiam.     

"Ibu harus ingat kadar haemoglobin putri ibu saat ini sangat rendah " nita kembali mengingatkan, "haemoglobin enam itu bukan hal yang harus ditunggu lama, kita harus dengan cepat membuat keputusan "     

Setelah beberapa saat berpikir wanita itupun melihat ke arah nita.     

"Baiklah " lalu wanita itu pun beranjak, "saya akan menanyakannya pada putri saya "     

Nita tersenyum lega ketika akhirnya wanita itu menuruti perkataannya, dia mengikuti langkah wanita itu dari belakang.     

Karin yang sedari tadi memegang buku yang nita minta, memandanginya dengan penuh kekaguman. Pimpinannya itu benar-benar hebat, dengan sifat persuasifnya yang menakjubkan membuat seseorang yang beberapa menit lalu masih dengan amarah dan kesombongannya hanya dengan ucapan-ucapan sederhana dari nita membuatnya seketika menjadi menuruti semua yang sudah nita ucapkan. Hal yang sangat jarang dimiliki oleh wanita manapun, karin masih tidak percaya sahabatnya yang dulu terkenal sangat pendiam berubah menjadi yang terbaik dimatanya.     

"Hati-hati, jangan sampai wanita itu memukuli putrinya ketika dia tahu kebenarannya " ucap nita pelan pada karin yang berdiri di sampingnya, kedua mata mereka masih fokus pada wanita yang tengah bicara serius dengan putrinya.     

"Kenapa aku merasa kali ini pekerjaan kita dipertaruhkan " ucap karin, "dia itu istri pejabat penting di daerah kita "     

Nita tersenyum, "selama kita yakin yang kita pegang adalah benar tidak perlu takut, tuhan yang akan menggantikan pekerjaan kita nanti dua kali lebih baik dari sekarang karena kita tidak melakukan hal yang salah "     

Karin tersenyum menganggukan kepalanya, dia pun pandai membuat hati karin menjadi nyaman dengan semua ucapannya setelah tadi dia harus merasakan kekhawatiran yang berlebih.     

"Kenapa wanita itu memukuli putrinya! " nita terkejut ketika pemandangan di hadapannya berubah menjadi tegang, dia hendak melangkahkan kakinya untuk melerai tapi karin sudah lebih dulu menahannya.     

"Aku saja " ucap karin, "kalau tiba-tiba perutmu yang kena pukul nanti, bagaimana dengan kehamilanmu! "     

Karin lalu segera berjalan menuju ruangan di hadapannya mencoba memisahkan wanita yang masih saja terus memukulinya putrinya, rafa pun ikut membantu melerai pertikaian itu.     

Karin membawa wanita itu kembali ke ruangan nita agar lebih bisa menenangkan dirinya.     

"Tindakan apa selanjutnya yang akan dilakukan pada putri saya? " tanya nya pada nita yang berdiri di hadapannya.     

"Kami akan menghubungi dokter spesialis kandungan " ucap nita.     

Kedua tangan wanita itu terlihat bergetar, dan wajahnya yang beberapa saat yang lalu penuh dengan kesombongan berubah menjadi tidak berdaya. Terlihat kedua matanya yang mulai berkaca.     

"Lakukan sekarang, selamatkan putri saya " ucapnya, lelehan air matanya mulai turun.      

Nita pun merasakan seperti apa hancurnya perasaan seorang ibu ketika mengetahui kebenaran yang sangat membuatnya malu itu.     

Dia menoleh ke arah karin, "kamu hubungi dokter yoga atau dokter andien konsulkan pasien sekarang, sepertinya harus mendapatkan tindakan segera karena pasien sudah anemis "      

"Baiklah "      

Karin segera melakukan semua yang diperintahkan oleh yoga, dia lalu pergi dari ruangan nita dan meninggalkan nita berdua dengan wanita itu.     

"Ini " nita menyodorkan sebuah tisu pada wanita itu, dan terduduk disampingnya.     

"Saya benar-benar tidak percaya " ucapnya, "dia telah melakukan itu saat saya lengah mengawasinya... "     

Nita terdiam sejenak, dia mengusap perutnya mulai memikirkan axel dan calon bayinya sekarang ini. Menjadi seorang ibu tidaklah mudah baginya, dia harus memiliki perhatian ekstra untuk mengawasi anak-anaknya.     

"Kamu sudah mempunyai anak? " tanyanya diantara isak tangisnya.     

Nita tersenyum, "saya memiliki seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun "     

Wanita itu menganggukan kepalanya, dia terlihat mengusap lelehan air matanya. Perasaan kesal dan rasa bersalah karena telah memukuli putrinya membuat wanita itu tidak dapat menahan tangisnya.     

"Saya bingung apa yang harus saya katakan pada suami saya " ucapnya.     

Nita terdiam menanggapi ucapan wanita itu, diapun akan merasakan hal yang sama jika berada di posisi wanita tersebut. Pastilah setelah ini akan terjadi satu keributan yang akan menyinggung tentang perhatian mereka pada putri tunggal mereka.     

"Bisakah saya meminta satu permintaan pada bidan kanita? "      

Kali ini dia memandangi wajah nita dengan serius dengan tatapan dari kedua matanya yang telah memerah karena tangisannya, dia menatap nita tanpa sedikit pun bergeser ke arah lain setelah mengucapkan sesuatu pada nita...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.