Evaluasi
Evaluasi
"Aku sayang bubu " ucap axel, "karena dia sangat baik dengan semua orang.. "
Nita sama sekali tidak menyangka kedua jagoan penghuni rumahnya itu memberikan pelukan kejutan seperti ini.
"Terima kasih " satu tangannya mengusap kepala axel dengan lembut.
"Terima kasih karena kamu sudah memilih menikah denganku " yoga berbisik ditelinga nita, "karena kamu sudah memilih menikah dengan restu orang tua.. "
Nita tersenyum lebar, ternyata laki-laki yang menjadi suaminya itu mendengarkan pembicaraannya dengan aline.
"Ada yang suka nguping pembicaraan orang nih! " cetus nita pelan dengan terus memandangi wajah suaminya yang juga memandanginya.
"Kamu cantik sekali " pujinya.
"Baru tersadar hari ini aku cantik? " nita menjulurkan lidahnya ke arah yoga, membuatnya ditertawakan oleh axel yang mendengarkan ucapan mereka.
"Kita berangkat sekarang.. " karena dia sudah dibuat malu oleh putranya, yoga akhirnya memutuskan pada nita agar dia segera bersiap-siap.
"Apa semua barangmu tidak ada yang ketinggalan? " yoga memastikan nita memeriksa kembali barangnya, "handphone, bedak, lipstik, cermin kecil, apa ya satu lagi itu... untuk memerahkan pipi? "
Nita tertawa kecil, "blush on itu namanya ayah! "
"Ya itu " ucap yoga, dia mengambil tas milik nita dan membawakannya.
"Aku saja yang bawa " nita melarangnya karena dia tidak mau membuat orang-orang di tempatnya bekerja memandang suaminya itu dengan aneh, "tas nya tidak berat, kok "
"Kenapa tidak boleh? " tanya yoga membuka tas milik nita dan melihat isi tasnya, "jangan-jangan isinya foto dan surat dari mantan pacarmu, sampai aku tidak boleh membawakannya.. "
Nita menarik nafasnya lebih dalam lagi, kali ini satu hal lagi yang dilakukan oleh yoga padanya yang membuatnya lagi-lagi seperti wanita yang pertama jatuh cinta yang dicurigai oleh pasangannya.
"Tidak ada apa-apa " jawab nita, pada akhirnya dia akan membiarkan suaminya itu melakukan apapun yang dia mau.
Di kehamilan sekarang ini yoga sedikit berubah menjadi seperti axel yang selalu manja dan selalu memberikan nita perhatian yang berlebihan.
Aline terdiam tidak mengeluarkan suaranya satu patah kata pun ketika aditya datang bersama dion.
"Sementara menunggu pesanan, aku bolehkan ijin untuk membeli keperluan pernikahan? " ucap erin seraya beranjak bersama dion yang baru saja sampai, mereka sudah tahu dengan rencana ini jadi akan sedikit memberikan kesempatan pada aline dan aditya untuk mengevaluasi kepastian perjalanan pendekatan yang mereka lakukan.
"Aku boleh beli buku yah? " dan si kecil axel yang menjadi pemberi inisiatif pertama bertanya pada yoga dan nita.
"Boleh " nita menyela jawaban yoga, satu tangannya meraih tangan axel untuk beranjak dari duduknya diikuti oleh yoga.
"Mereka kompak sekali meninggalkanku! " cetus aline dalam hatinya menanggapi kepergian semua rekan-rekannya yang begitu sengaja.
Mereka hanya berdua dan suasananya pun sunyi tanpa suara salah satu dari mereka.
"Kamu sudah pesan makanannya? " akhirnya aditya lah yang mengalah untuk menjadi penanya pertama.
"Sudah " jawab aline datar.
Aditya tersenyum kecil, dia menyadari sekali bahwa wanita disampingnya itu benar-benar marah padanya.
"Aku minta maaf karena kejadian kemarin " ucapnya, "aku tidak percaya kemarin itu kamu pelari yang handal, aku sampai kesulitan untuk mencarimu "
Aline baru mengetahui kalau ternyata aditya mencarinya kemarin.
"Ibu kanita dan dokter yoga yang menjemputku " tanggap aline masih dengan sikap dinginnya.
"Apa aku masih boleh meminta maaf padamu? " tanya aditya.
Aline hanya terdiam dia seperti sedang memikirkan sesuatu, dia kembali mengingat perkataan nita untuk tidak mengambil keputusan ketika sedang marah. Dia mencoba mengatur nafasnya dan menenangkan emosinya.
"Aku tahu kemarin itu adalah kejadian yang tidak patut dimaafkan, aku lupa dengan melakukan hal seperti itu akan membuatmu merasa dilecehkan " aditya memasang wajah yang penuh dengan rasa bersalahnya.
Aline tampak ragu untuk mengatakannya, dia lalu memandangi wajah aditya untuk beberapa detik.
"Pak adit tidak perlu meminta maaf, saya yang terlalu banyak berharap dengan pendekatan ini " ucap aline mencoba untuk bisa menerima hal yang memang tidak akan pernah menjadi miliknya.
"Saya sudah memaafkan, dan tidak akan membuat pak adit kesusahan lagi karena keinginan kedua orang tua saya dengan perjodohan ini " ucapnya, "jadi pak adit tidak perlu merasa bersalah lagi, hubungan kita akan sama seperti pertama kita belum dijodohkan. Dan saya juga akan mengatakannya pada orang tua saya hari ini "
Aditya terdiam, keputusan aline memang sesuai dengan harapannya tapi sepertinya setelah mendengar pernyataan ini secara langsung dari mulut aline seperti ada satu tusukan kecil yang menyakitkan di dadanya.
"Pak adit tenang saja, orang tua saya tidak akan pernah menyambungkan urusan pribadi dengan bisnis mereka " aline bicara dengan senyuman, "saya pastikan hubungan orang tua kita pasti akan tetap baik-baik saja "
Aditya tersenyum kaku, "kenapa kamu berharap sesuatu hubungan denganku? "
Aline tersenyum dan bicara pelan ke arah aditya, "aku suka karena pak adit keren, selalu rapi dan pintar. Aku suka laki-laki seperti itu, tapi aku sama sekali tidak cocok untuk pak adit.. "
"Pak adit harus mencari pendamping yang sejajar dengan bapak, cantik dan pintar juga " sambung aline.
"Lalu kamu? " tanya aditya kembali.
"Aku akan menerima siapapun pilihan orang tuaku nanti, karena aku tidak pandai memilih " jawab aline, "aku akan mengikuti perkataan ibu kanita, bahwa menikah dengan orang yang dicintai itu memang membahagiakan tetapi menikah dengan orang yang di restui oleh orang tua itu akan menenangkan "
Aditya terdiam sejenak, lalu tersenyum mendengarkan bahwa orang yang memberikan kata paling bijak itu adalah wanita yang dikaguminya yang membuatnya kesulitan untuk menerima orang lain dihatinya.
"Terima kasih karena pak adit sudah mau mengenal saya, dan saya berharap setelah ini kita masih bisa saling bertegur sapa. Saya senang bisa melakukan pendekatan dengan bapak dan semoga pak adit mendapatkan wanita yang terbaik... "
Aditya dibuatnya terdiam tidak dapat mengatakan apapun, dengan aline yang berbicara seperti itu mengartikan bahwa hubungan mereka kembali seperti semula yaitu seorang pimpinan dan stafnya.
Aline tersenyum, akhirnya dia dapat bernafas dengan lega dan tidak lagi harus berpura-pura di hadapan laki-laki itu. Dia hanya perlu mengobati luka hatinya saja sekarang ini, karena cintanya yang memang telah bertepuk sebelah tangan sedari awal. Dia hanya harus terus melangkah kedepan dan tidak larut dalam kesedihannya, karena dia masih memiliki sahabat-sahabat yang selalu membahagiakannya.
"Apa yang akan aline katakan pada aditya? " tanya yoga pada nita.
Mereka masih menunggu axel yang memilih buku-buku yang berjajar di hadapannya.
"Apapun yang aline dan pak adit putuskan itu pasti sudah mereka pikirkan baik-baik " jawab nita.
Dia lalu terlihat memegang keningnya, karena terlalu lama berdiri membuatnya pusing.
"Sebaiknya kita cari tempat duduk " yoga membawa nita untuk duduk di kursi yang disediakan oleh toko buku.
"Seharusnya tadi kamu tidak ikut axel ke toko buku " ucap yoga, "tunggu disini aku beli air minum dulu "
"Tidak perlu " jawab nita, lalu dia membuka tasnya dan mengambil botol minum miliknya.
"Aku bawa sendiri " ucapnya lalu meminumnya, "ibu hamil kan tidak kuat berdiri lama jadi harap dimaklumi, tidak apa-apa mengantar axel membeli buku kan tidak setiap hari daripada berdiam diri dirumah "
Yoga tersenyum ketika menyadari persiapan istrinya itu sudah sangat baik sehingga kekhawatirannya sedikit menghilang.
"Ayah " panggil nita dengan suara manjanya, "kita main taruhan gimana? "
Yoga terkejut dengan ucapan nita yang mengajaknya bermain taruhan.
"Taruhan apa? " yoga tertawa tidak percaya.
"Kenapa aku mempunyai perasaan kalau setelah ini situasinya akan berbalik jadi pak adit yang akan mengejar aline " jawab nita.
Yoga tertawa, ternyata yang dipikirkannya tadi itu sangatlah sama persis dengan apa yang diucapkan nita.
"Lalu taruhannya apa? " tanya yoga kembali.
Nita memikirkan sejenak, "tapi aku belum tahu juga apa taruhannya.. "
Yoga tertawa kecil, "tidak perlu taruhan, sudah pasti kamu yang akan menang. Lagipula kalaupun aku yang menang, apa yang kamu mau pasti aku lakukan tidak harus dengan taruhan "
Nita tertawa geli, "manis sekali.. "
Di tengah-tengah candaan mereka nita tiba-tiba menghentikan tawanya dan mematung. Membuat raut wajah yoga seketika berubah mengkhawatirkannya.
"Apa yang kamu rasakan? " tanya yoga, "kamu mual? atau sakit? "
Nita hanya menjawab dengan gelengan kepalanya, untuk beberapa detik dia tidak menghiraukan yoga. Setelah dia merasa yakin apa yang sedang dirasakannya itu dia lalu tersenyum ke arah yoga.
"Aku merasakan dia bergetar " ucap nita dengan mata yang berbinar, "apa itu artinya dia sudah tumbuh dengan baik? "
Karena selama ini dia sengaja untuk menunda melakukan pemeriksaan usg, trauma di kehamilannya yang lalu membuatnya mencoba untuk menunda melakukan pemeriksaan itu.
Yoga akhirnya dapat bernafas dengan lega setelah mendengar apa yang diucapkan oleh nita, senyumannya terlihat ketika mendengar calon bayinya itu memberikan respon baik pada nita.
"Sebaiknya besok kita lakukan pemeriksaan usg " ucapnya, "jangan terus menundanya "
Nita hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya.
Yoga mengernyit, "kenapa hanya tersenyum? "
"Dia menyukai suara ayahnya " ucap nita pelan, "setiap kali ayahnya bicara dia memberikan respon! "
"Jadi mulai hari ini banyaklah bicara padaku supaya dia senang " sambung nita.
Yoga tertawa kecil seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ayo, katanya tadi bilang apa saja yang aku mau akan dilakukan... " nita kembali mengingatkan ucapannya tadi.
Yoga tertunduk dalam tawanya, dia seharusnya tadi memikirkan dahulu apa yang akan diucapkannya. Karena jika yang diminta oleh istrinya itu suatu barang dia akan segera memberikannya, tetapi jika permintaannya adalah terus berbicara di hadapan nita pastilah perbendaharaan kata yang hanya berjumlah tujuh ribu kata di pikirannya itu akan habis terpakai dan akan membuatnya menjadi orang kikuk setelah tidak tahu lagi apa yang harus dibicarakan.
"Keinginan wanita hamil itu memang sulit diprediksi " ucap yoga dalam hatinya, tapi karena dia harus memanjakan istrinya yang telah bersusah payah mengandung calon anaknya, dia akan berusaha sekuat tenaga. Karena sudah menjadi kewajibannya sebagai seorang suami untuk memuliakan istrinya yang sedang mengandung...