cinta dalam jas putih

Teror



Teror

Nita berjalan menuju ke ruangan tempat dia setiap hari melakukan aktivitas bersama rekan dan juga pasien-pasiennya setelah tiga hari yang lalu dia harus menemani axel yang mendapat hukuman dari sekolahnya.     

"Hukuman axel bagaimana, bu? " tanya karin yang selama tiga hari ini menggantikannya bertugas melontarkan pertanyaan pertama pada nita yang baru saja datang.     

Nita tersenyum ke arah karin, "hanya tiga hari saja hukumannya, karena radit tidak ada cedera yang serius. Sepertinya axel di pindah ke kelas lain, untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Kamu tahu kan anak-anak itu jika sekali sudah mengejek biasanya akan terus begitu "     

"Aku jadi takut, karena anakku juga korban bullying teman-temannya " wajah karin terlihat begitu khawatir, "dan memang ternyata benar, walaupun sudah di beri peringatan tetap saja anakku mereka ejek "     

"Sepertinya karena mereka sudah menemukan orang yang terlihat lemah " nita menanggapi perkataan karin, "aku masih sedikit pengalaman tentang anak kecil, apalagi tentang anak perempuan. Aku cuma memperhatikan axel saja "     

Karin tertawa kecil, "makanya ayo berusaha, supaya dapat tambah momongan. Jadi axel punya teman dan dokter yoga tidak kesepian "     

Nita tertawa malu, dan diapun memikirkan hal yang sama tetapi mungkin untuk saat ini dia belum diberi kepercayaan oleh tuhan untuk kembali merasakan kehamilan. Tapi dia sudah lebih dulu berjanji tidak akan berkecil hati jika memang tidak diberikan kepercayaan itu, karena baginya axel pun adalah kepercayaan terpenting yang tidak lahir dari rahimnya.     

"Oh, iya aku hampir lupa " karin menepuk pelan keningnya, "tadi ada telpon untuk ibu dari keperawatan "     

Kedua mata nita memandangi karin, sepertinya telah sulit berkedip untuk beberapa detik.     

"Keperawatan? " tanya nita, "siapa? "     

"Kepala keperawatan " jawab karin.     

"Kepala keperawatan? untuk apa dia menelpon? " nita kembali bertanya pada karin, "bukankah minggu ini belum ada program rapat dengan pihak keperawatan "     

Karin mengangkat kedua bahunya, "tadi itu tidak bilang apa-apa, hanya dia bilang nanti akan menelpon kembali "     

"Mau apa? " suara nita sedikit meningkat.     

"Mana saya tahu bu " karin teraneh melihat sikap nita yang beraksi seperti itu.     

Nita sadar bahwa dia terlalu bereaksi berlebihan ketika karin membicarakan tentang kepala keperawatan. Mungkin itu adalah orang lain, bukan orang yang nita cemaskan, dia sudah bernegatif thinking sekarang ini.     

"Aku harus melakukan pemeriksaan persediaan obat sekarang " karin membuyarkan semua pikiran nita.     

"Iya " jawab nita seraya tersenyum kecil ke arah karin, "sebentar lagi aku menyusul "     

Karin menganggukkan kepalanya sebelum melangkahkan kakinya menjauh dari ruangan nita, dan meninggalkannnya sendirian.      

"Kenapa aku menjadi besar kepala seperti ini? "tanya nita pada dirinya sendiri, "aku terlalu percaya diri pak seno mempunyai maksud lain padaku gara-gara aku mendengarkan ucapan axel kemarin! "     

Dia lalu dikejutkan oleh suara ponselnya dari dalam saku seragam kerjanya, sampai harus menarik nafasnya ketika merogoh sakunya dan membawa ponselnya yang berdering.      

"Ini nomor siapa? " tanya nita.     

Mengetahui ponselnya terus saja berbunyi, nita berpikir orang yang menghubunginya adalah kerabat dekatnya.     

"Hallo " suara seorang laki-laki terdengar di ujung ponsel milik nita.     

Dia tidak lantas segera menjawabnya, suaranya begitu asing dan nita sama sekali tidak mengenalnya.     

"Bidan kanita " panggilnya.     

Setelah namanya disebut nita seketika bereaksi walaupun sedikit kebingungan.     

"Ya, saya bicara dengan siapa? "      

"Seno "      

Jantung nita mulai bekerja lebih cepat dari normalnya, dia menjadi enggan mengeluarkan kata-kata setelah mendengar nama seseorang yang menghubunginya.     

"Ada apa? kenapa diam? apa kamu sedang sibuk? "     

"Maaf pak, saya kebetulan sedang merapikan obat emergency " nita harus berbohong, dia berharap jika itu bukan tentang pekerjaan dia akan segera mengakhiri pembicaraannya.     

"Saya hanya memastikan saja bahwa ini nomor ponselmu " ucapnya.     

Nita mengernyit, dia tidak mengerti dengan maksudnya memastikan nomor ponsel miliknya itu.     

"Saya jadi bisa langsung menghubungimu jika ada program keperawatan yang akan melibatkanmu "     

"Apa-apaan ini " cetus nita dalam hatinya, "dia kan bisa menelpon lewat telepon ruangan, berlebihan sekali! "     

"Apa kamu tidak keberatan jika saya menyimpan nomor ponselmu? " tanyanya ke hal yang lebih pribadi.     

Nita semakin terdiam, laki-laki yang menghubunginya itu benar-benar tidak pernah berbasa-basi, dia langsung pada intinya.     

"Bapak boleh menyimpannya jika memang dibutuhkan untuk pekerjaan " nita berharap dia sangat cerdas dan memahami inti dari apa yang diucapkannya kali ini.     

"Maaf jika aku mengganggumu " ucapnya, "jika bicara denganku panggil saja nama tidak perlu menyebutku bapak, aku tahu kita satu angkatan ketika masuk ke rumah sakit. Kamu tidak pernah memperhatikan orang sekitarmu dulu, kamu hanya fokus pada dokter yoga sepertinya.. "     

Nita terdiam dengan perkataan yang sepertinya telah menyindirnya, dia semakin tidak memiliki respek bagus pada orang yang sedang berbicara dengannya itu.     

"Tidak memperrhatikanku sama sekali yang hanya perawat anestesi " lalu dia sedikit kembali mengingatkan pada nita, "kamu tidak pernah mengindahkan perhatianku, karena ternyata memang sudah menjadi milik dokter yoga "     

Nita terdiam dan kembali berpikir ke masa lalunya dulu, dia sedikit sulit mengingat setelah pernah mengalami kejadian keguguran yang menyebabkannya harus berada di ruang icu untuk beberapa hari.     

"Kamu pasti tidak akan mengingatku, karena dulu ketika di ruangan ibs ramai membicarakanmu tiba-tiba kamu harus mutasi ke poliklinik kebidanan " lalu diapun sedikit menceritakan dengan maksud untuk mengingatkan nita kembali.     

Yang hanya bisa dia lakukan adalah diam, karena pada kenyataannya dia memang tidak pernah merasa seperti yang telah diceritakan oleh laki-laki bernama seno itu. Dari ceritanya dia begitu membuat kesan pada nita sebagai wanita yang mencampakkan seseorang karena kedudukannya.     

"Jangan bilang kamu lupa " lalu tawanya terdengar di telinga nita, "aku tidak pernah lupa padamu sama sekali, tapi bisakah kita bertemu supaya aku bisa bercerita padamu lebih banyak. Karena sudah begitu lama aku ingin menceritakan semuanya padamu, hanya tidak mendapatkan sedikitpun kesempatan "     

Nita dibuatnya kebingungan dengan semua perkataannya yang seperti sebuah celotehan yang berbobot berat, jika memang dia pernah melakukan satu kesalahan yang sama sekali tidak dia ingat mengapa laki-laki itu tidak memaafkannnya. Dia bahkan telah memiliki istri dan seorang anak yang sudah melengkapi hidupnya, jadi mengapa harus menngingat kembali masa lalu setelah bertemu dengan nita kembali.     

"Aku akan berterus terang saja, aku sulit melupakanmu. Karena kamu lebih memilih dokter yoga dibandingkan memberikan kesempatan padaku " laki-laki itu kembali mengoceh pada nita.     

"Dan dokter yoga pun sepertinya melakukan gerak cepat ketika kamu memilihnya "     

"Tunggu sebentar " nita merasa kali ini dia yang harus bicara, "saya sama sekali tidak pernah merasa melakukan apa yang sudah bapak bicarakan tadi, bahkan saya tidak pernah ingat bahwa bapak adalah perawat anestesi dan memperhatikan saya. Jika memang saya melakukan hal yang membuat bapak tersinggung saya minta maaf, saya sama sekali tidak pernah bermaksud untuk membeda-bedakan semua teman-teman berdasarkan dengan jabatannya "     

"Tidak seperti itu " dia menyela perkataan nita yang sedang melakukan pembelaan diri, "aku tidak ingin penjelasan seperti ini di telpon "     

Dahi nita semakin terlihat jelas menggambarkan kerutan akibat dari kebingungan yang dia dapatkan.     

"Tapi temui aku dan jelaskan padaku kalau kamu memang wanita baik yang tidak memilih seseorang karena jabatan " ucapnya, "dan aku akan dengan senang hati mendengarkannya "     

"Jika kamu setuju, kamu tahu dimana harus menemuiku "     

Dan lalu dia memutuskan sambungan telponnya dengan nita, membuat nita terkejut dan secara cepat kecemasan mulai melandanya. Dia pun memutuskan pembicaraan begitu saja, seperti seorang hantu yang datang tak diundang adan pulang tak diantar, berlalu begitu saja.     

Dia menatap layar ponselnya dengan tatapan dan tawa penuh tidak percaya, dia berusaha memaksakan dirinya tertawa ketika mendapat ketakutan yang berlebih. Agar supaya dia merasa bahwa seseorang yang baru saja menghubunginya adalah orang yang tidak mempunyai kegiatan yang berarti sehingga melakukan peneroran seperti itu padanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.