cinta dalam jas putih

Urtikaria



Urtikaria

"Dokter " panggil nita ketika dia membuka pintu kamar dan melihat sosok dokter edwin yang sedang terduduk di sofa dan membaca buku.     

Nita mengerutkan dahinya dengan kedua tangannya yang terus menerus menggaruk lehernya yang mulai terasa panas dan gatal.     

"Dokter " nita memanggilnya untuk kedua kali.     

Tapi lagi-lagi dia tidak menoleh panggilan dari nita.     

"Dokter,,, " ketiga kalinya nita memanggilnya dan tetap saja tidak menghiraukan panggilan nita padanya.     

'Kenapa tidak di jawab? ' dia bertanya dalam hatinya terheran dengan sikap dokter edwin padanya sekarang.     

Nita memperlihatkan wajah kesalnya, "koko! "     

Ujung bibir dokter edwin terangkat memperlihatkan senyumannya, dan langsung menoleh ke arah nita.     

Dengan wajah kesal dan matanya yang menyipit nita memandangi dokter edwin yang menanggapi panggilan barunya itu.     

"Ada apa sayang? "     

"Hah_ " nita menganga mendengar panggilan sayang dokter edwin padanya.     

Matanya berkedip seperti boneka cantik. Tubuhnya mematung tetap di posisi tempatnya berdiri dengan jari-jarinya yang terlihat mengusap tanpa arti.     

Nita merasa ada sesuatu yang bergejolak dari dari dalam perutnya yang membuatnya merasa ada sesuatu yang memaksanya untuk muntah. Menyadari dia sudah tidak bisa menahannya dengan cepat nita berlari ke dalam kamar mandi.     

"Apa perkataanku tadi sebegitu menjijikannya? " dokter edwin terheran melihat nita yang merasa mual dan muntah setelah mendengar panggilan sayangnya.     

"Nita kamu kenapa? " dia bertanya sambil mengetuk pintu kamar mandi.     

Butuh waktu sedikit lama untuk nita keluar dari kamar mandi dengan wajahnya yang memerah kali ini.     

"Apa kamu aneh aku menyebutmu sayang sampai muntah seperti itu? " tanya dokter edwin.     

Nita menaikkan kedua alisnya, "bukan begitu "     

lagi-lagi dia menggaruk tangan dan lehernya kali ini.     

"Tunggu dulu " dokter edwin memegangi kedua tangan nita yang menggaruk tangan dan lehernya.     

Dia lalu memastikan apa yang sudah dilihatnya tadi. Dia melihat kulit tangan nita yang memerah dengan biduran. Dan lalu ke arah lehernya yang sama seperti tangan nita.     

"Ini urtikaria " ucap dokter edwin, dia lalu melirik ke arah nita.     

"Kamu makan coklat? " tanyanya.     

"Itu,,, "      

"Itu apa? " dengan cepat dokter edwin menyela pertanyaan nita yang begitu lama.     

Dia terlihat begitu ragu untuk memberikan sebuah jawaban kali ini.     

"Tapi janji tidak akan marah "     

"Tergantung apa jawabanmu dulu " ucap dokter edwin.     

Sambil menunggu jawaban nita dia mencari sesuatu dari dalam kotak obat yang ada di sebuah lemari.     

"Saya merasa tidak enak menolak roti bakar yang mama pesankan tadi, yang ternyata isinya coklat " jawab nita.     

Tangan dokter edwin berhenti mencari sesuatu yang dicarinya ketika mendengar jawaban nita. Dia lalu tersenyum tipis dan berhasil menemukan obat yang dicarinya.     

"Kamu ini,,, " ucap dokter edwin mengusap kepala nita, "mama juga tidak akan marah kalau kamu bilang "     

"Merasa tidak enak hati menolak, tetapi akhirnya kamu yang mendapatkan efek sampingnya "      

Dia lalu menyimpan satu butir obat antihistamin di telapak tangan nita.     

"Minum obat itu " ucapnya, "dan mandilah dengan air dingin "     

Nita menganggukkan kepalanya sambil memandangi obat yang ada di telapak tangannya itu.     

"Kenapa? " tanya dokter edwin, "jangan bilang kamu tidak bisa minum obat "     

"Aku harus minum obat lagi " ucapnya sambil menarik nafasnya dalam-dalam dan lalu tersenyum ke arah dokter edwin.     

"Terima kasih " ucapnya, "koko! "     

Dokter edwin tersenyum malu mendengar nita memanggilnya seperti itu di akhir. Panggilan itu biasa saja tetapi ketika nita yang memanggilnya seperti itu terasa itu adalah sebuah panggilan yang sangat istimewa sekali.     

Dia berjalan mengambil segelas air yang tersimpan di atas meja dan memberikannya pada nita agar dia bisa dengan cepat meminum obatnya dan meringankan rasa gatalnya.     

"Koko, jangan bilang sama mama " nita merengek pada dokter edwin setelah dia minum obatnya.     

"Biar saya yang mengatakannya nanti " sambung nita memperlihatkan wajahnya yang menghiba.     

"Iya " dokter edwin menuruti semua yang diinginkan nita.     

"Darimana kamu bisa menemukan panggilan itu? " tanya dokter edwin.     

Nita tersenyum, "dari mama "     

"Nita! " dokter edwin mengerutkan dahinya mendengar ternyata nita meminta bantuan mamanya untuk memutuskan nama panggilannya kali ini. Dia merasa akan sangat malu sekali ketika nanti bertemu lagi dengan mamanya.     

"Kamu tanya sama mama? " dokter edwin memastikan kembali jawaban nita.     

Wanita itu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, "daripada saya panggil ayang atau mbeb "     

"Sepertinya tidak cocok dengan dokter "     

"Kenapa? " tanya dokter edwin, padahal dia ingin sekali nita memanggilnya seperti itu walaupun ketika dia memanggilnya koko itu terdengar lebih istimewa.     

"Sedikit lebay " jawab nita, "kalau koko kan memang panggilan sayang khusus tapi masih bisa memberikan kesan menghormati dokter yang berwibawa "     

"Seperti kalau orang sunda panggilnya aa, atau abang, uda, akang dan kalau orang korea oppa! " sambung nita sambil nyengir.     

Wajah dokter edwin yang kali ini memerah ketika nita memuji dirinya.     

"Kenapa wajah dokter memerah? " nita sengaja melayangkan pertanyaan yang semakin membuat dokter edwin malu.     

"Nita, sudah berhenti " ucap dokter edwin, "kamu mau aku kasih obat tidur sekarang? "     

Nita terkekeh memperlihatkan kedua jarinya ke arah dokter edwin.      

Dia lalu mengipas tubuhnya dengan telapak tangannya.     

"Kenapa? " tanya dokter edwin.     

"Ini panas sekali " nita mengipaskan telapak tangannya ke arah lehernya kali ini.     

Kedua tangan dokter edwin mengikatkan rambut nita agar dia bisa melihat leher nita yang memerah. Dia lalu meniupkan udara dari mulutnya ke leher nita, membuat wanita itu memberikan reaksi cepat karena terkejut dan menggeserkan tubuhnya jauh dari dokter edwin.     

"Koko! " cetus nita.     

"Kenapa? " tanya dokter edwin melihat reaksi nita yang membuatnya gemas dengan memasang wajah cemberutnya.     

"Geli! " jawabnya.     

Tawanya muncul mendengar nita yang merasa geli dengan tiupan udara dari bibir ke lehernya.     

"Iya maaf " ucap dokter edwin seraya beranjak dari duduknya dan kembali mengambil obat di lemari yang berada di sudut ruangan.     

Dia melihat ke arah nita, "sekarang buka bajumu "     

"Hah_ " nita menganga dengan wajahnya yang memerah.     

Dan dengan cepat dia menjawabnya dengan gelengan kepalanya.     

"Katanya panas " dokter edwin kembali berkata.     

"Tidak mau! " cetus nita, "masa koko tega sekali, aku kan sedang sakit seperti ini masih mau minta jatah juga! "     

Dokter edwin terbengong dan tawanya kembali muncul mendengar ucapan nita yang menyalah artikan permintaannya.     

Dia menghampiri nita dan duduk disampingnya, satu tangannya mencubit kecil pipi nita.     

"Kamu nakal sekali! " cetus dokter edwin.     

Dia lalu memperlihatkan sebuah losion calamin yang dibawanya untuk mengurangi rasa panas dari biduran di leher nita.     

"Kenapa tidak bilang dari tadi koko sayang " nita menjawab dengan memperlihatkan tawa kecilnya.     

"Tunggu apa lagi? "      

Nita menaikkan kedua alisnya, "apa? "     

"Mau aku oleskan obatnya tidak? "     

"Iya, baik " nita menjawabnya dengan nada pelan.     

Perlahan dia membuka kancing-kancing baju piyama yang dipakainya itu dan memperlihatkan biduran di seluruh punggung dan lehernya pada dokter edwin dan menutupi tubuh bagian depannya dengan selimut.     

Warna merah di punggung nita itu sama sekali tidak bisa menipu keindahan kulit nita.      

Jari-jari dokter edwin dengan lembut mengoleskan losion calamin di punggung nita.     

"Koko tidak apa-apa? "      

Pertanyaan nita itu terdengar aneh oleh dokter edwin, "maksudnya? "     

Nita tersenyum lebar, "saya kan tidak pakai baju sekarang? "     

Dokter edwin tersenyum menggelengkan kepalanya sambil terus mengoleskan obatnya.     

"Tapi, pasti sekarang ini sama sekali tidak menarik! " celetuk nita menertawakan tubuhnya sendiri yang sedang mengalami alergi.     

"Aku akan tunggu kamu berinisiatif lebih dulu " ucap dokter edwin masih dengan tangan-tangannya yang mengoleskan obat di punggung nita.     

"Biasanya yang lebih muda itu selalu berinisiatif dan sedikit agresif! " ucapannya kali ini seperti sebuah tantangan pada nita.     

Dia merasa seluruh biduran di punggung nita sudah di oleskan obat, dan lalu menutupnya kembali.     

Nita tersenyum sambil memegang selimut yang menutupi tubuhnya, berbalik dan membuatnya saling berhadapan dengan dokter edwin kali ini.     

"Inisiatifnya seperti ini? " dia lalu melingkarkan satu tangannya ke leher dokter edwin dan menempelkan bibirnya sebelum akhirnya dia mencoba melakukan sebuah ciuman singkat.     

"Saya tidak mahir melakukan itu " ucap nita dengan senyumannya yang terlihat malu-malu.     

Dokter edwin terkejut mendapatkan sebuah serangan ciuman yang untuk pertama kalinya nita yang lebih dulu menyerangnya.     

Dia tersenyum mendengar ucapan nita yang tidak bisa mahir melakukan sebuah ciuman bibir. Ternyata dia memang benar-benar polos dan membuatnya gemas.     

"Baiklah, aku akan mengajarmu sampai kamu mahir! " dokter edwin menarik tubuh nita dan mengajarkannya memainkan sebuah permainan bibir....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.