Suamimu
Suamimu
"Mau apa bapak telpon? " nita mengerutkan dahinya melihat nama ayahnya yang tertera di ponselnya menghubunginya pagi sekali.
Dia memutarkana pandangannya ke seluruh penjuru ruangan kamarnya dan memastikan bahwa dokter edwin masih mandi.
Nita bersembunyi di balik tirai jendela kamarnya dan lalu berbicara dengan ayahnya.
"Ada apa pak? " dia sengaja memelankan suaranya agar ketika tiba-tiba dokter edwin keluar dari kamar mandi dia bisa mengetahuinya.
"Bapak mau minta nomor handphonenya suami kamu "
Kerutan di dahi nita terlihat, "buat apa? "
"Ada sesuatu hal penting yang mau bapak bicarakan "
Nita terdiam beberapa saat, "nita gak akan kasih! "
"Pasti bapak mau bilang sesuatu itu urusan akhirnya pasti uang! "
"Bapak, nita malu " kali ini dia merengek, "jangan memintanya lagi! "
"Itu suamimu yang bilang, kalau ada apa-apa dia bilang telpon saja "
Nita menggeram, "tapi bapak itu sengaja di ada-adain sesuatunya karena pak dokter bilang seperti itu! "
Ayahnya itu hanya menanggapi kekesalan nita dengan tawanya yang terdengar dari ujung telponnya.
"Bapak!! " nita semakin geram sambil mengontrol volume suaranya.
Tarikan nafas dalamnya sebelum dia berbicara kembali dengan ayahnya itu, tetapi ponselnya dengan cepat raib dari pegangan tangannya seketika.
Nita terkejut dan lalu membalikkan tubuhnya melihat ponselnya sudah berpindah tangan pada sosok dokter edwin.
"Siapa yang kamu telpon sampai harus bersembunyi? " dokter edwin melihat layar ponsel nita yang masih menyala.
"Dokter " nita berusaha mengambil kembali ponsel miliknya.
Tetapi pandangannya yang ternoda melihat dokter edwin yang keluar kamar mandi bertelanjang dada dengan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya membuat nita kesulitan fokus antara mengambil ponselnya dan godaan sebuah keindahan lelaki yang seperti jajaran roti sobek.
"Bapak " dokter edwin membaca nama yang tertera di layar ponsel nita kali ini dan lalu menempelkan ponsel tersebut di telinga kanannya.
"Dokter jangan " nita sedang berusaha agar dokter edwin tidak bicara dengan ayahnya di telpon.
Tetapi tangan kiri dokter edwin dengan cepat meraih pinggang ramping nita dan mendekapnya, membuat wanita itu seketika mematung karena malu.
Pikiran nita kacau balau karena tubuhnya yang telah berbalut seragam lengkap di dekap oleh tubuh kekar yang hanya menggunakan handuk.
Dia sama sekali tidak dapat berkonsentrasi mendengarkan apa yang dibicarakan oleh ayahnya di telpon dengan dokter edwin.
"Mana ponselku... " dokter edwin berucap pada nita yang masih berada di dalam dekapannya setelah berbicara dengan ayah mertuanya.
Nita menangkap sebuah ponsel tergeletak di meja dihadapannya oleh sepasang matanya. Dia berusaha melepaskan diri dari dekapan dokter edwin, tetapi itu sangat sulit baginya.
"Kamu mau kemana? " tanya dokter edwin ketika mengetahui nita yang pada awalnya berhadapan dengannya memutar perlahan dan satu tangannya meraih sesuatu.
"Ini ponsel dokter! " dan lalu memberikan ponsel tersebut dengan membelakangi sosok dokter edwin.
Senyuman kecil terlihat di wajah dokter edwin, dia semakin sengaja tidak melepaskan tangannya dari pinggang nita.
"Apa kamu baik-baik saja? " tanya dokter edwin yang kali ini kedua tangannya yang memegang ponsel tepat di depan nita.
Dia sengaja memperlihatkannya agar nita tahu apa yang akan di lakukannya dengan ponsel miliknya sekarang ini.
"Baik-baik saja " jawab nita dengan wajahnya yang mulai terlihat memerah.
"Aku khawatir karena semalam kamu kesakitan " sambung dokter edwin.
"Dokter jangan bicarakan itu lagi! " gumam nita yang semakin malu karena perkataan dokter edwin yang sepertinya sengaja agar dia semakin salah tingkah sekarang ini.
Tawa kecil lalu muncul pada dokter edwin melihat nita yang semakin kacau seperti sekarang ini.
"Sebutkan tanggal lahirmu "
"Untuk apa? " nita mengerutkan dahinya sambil melihat ke arah layar ponsel dokter edwin yang berada di hadapannya.
"Sebutkan saja "
"Empat belas febuari.. "
Dokter edwin yang mendengarkan nita di barengi dengan jari-jarinya yang mengetik sesuatu di ponselnya seketika terdiam.
Dia mengingat sesuatu, sebuah tanggal yang sangat tidak bisa dia lupakan sepanjang hidupnya. Tanggal lahir seseorang yang memiliki tempat istimewa di hatinya dulu.
'Apa kalian benar-benar wanita yang sama? ' dia lalu bertanya dalam hatinya.
'Hanya tahun kelahirannya saja yang berbeda! '
Untuk beberapa detik dokter edwin terbawa dalam lamunannya.
"Itu untuk apa dokter? " dan pertanyaan nita itu mengejutkannya dan berusaha kembali fokus pada ponselnya.
Senyuman terpaksa dia perlihatkan pada nita kali ini.
"Aku mengganti pin dengan tanggal lahirmu " jawab dokter edwin seraya memperlihatkan sebuah internet banking.
"Bapak bilang rumahmu hampir selesai dan dia bilang lebih bagus di buat kolam ikan di halaman belakang dan aku setuju "
"Rumahku? " suara nita memelan.
Dia kebingungan, sejak kapan dia menjadi orang terkaya bisa memiliki sebuah rumah dalam hitungan hari dan bahkan akan dibuatkan sebuah kolam ikan di halaman belakangnya.
"Dokter jangan terlalu percaya pada bapak " ucap nita yang seolah mengatakan dia sendiri tidak mempercayai ayahnya itu.
"Tidak perlu di beri uang lagi! " semua itu membuat nita semakin merasa bahwa dia sedang menjual dirinya sendiri hanya untuk membuat keinginan ayahnya terwujud.
"Aku percaya karena melihat sendiri rumahnya " dokter edwin tidak sepemahaman dengan nita.
"Lagipula sekarang ini aku suamimu " dia menegaskan posisinya sekarang ini untuk nita.
Kata-katanya itu membuat nita tertegun tidak dapat mengeluarkan lagi kata-katanya. Kedua matanya hanya fokus pada layar ponsel dokter edwin yang tengah mengetik sesuatu.
"Itu untuk siapa? " tanya nita pelan.
"Bapak " jawabnya.
Nita memelototi angka nol yang berderet begitu fantastis yang di berikan oleh dokter edwin untuk ayahnya sekarang ini.
"Tidak boleh sebanyak itu! " dengan cepat nita meraih ponsel dokter edwin dan memandanginya.
"Dokter nanti kebiasaan " nita menempelken kedua telapak tangannya dan di simpan di atas kepalanya seperti seorang selir yang sedang mengajukan sebuah permohonan.
Dokter edwin menahan tawanya melihat tingkah lucu nita.
"Tidak apa-apa " ucap dokter edwin mencoba mengambil kembali ponsel miliknya, "bapak bilang ini yang terakhir "
Nita menyembunyikan ponsel milik dokter edwin di balik punggungnya dengan memperlihatkan gelengan di kepalanya sebagai ketidak setujuannya.
"Sepertinya kamu ingin aku melakukan sesuatu! " dokter edwin mendekatkan wajahnya ke arah wajah nita.
Tentu saja dia tertarik dengan bibir nita sekarang ini dan mencoba memberikan ciuman yang lalu di tahan oleh nita.
"Baiklah aku berikan ponselnya! " ucap nita seraya menutupi bibirnya dengan ponsel milik dokter edwin.
"Ini sudah semakin siang nanti kita terlambat! " sambung nita selangkah demi selangkah mundur dan menjauhkan tubuhnya dari pesona lelaki yang bertelanjang dada itu.
Dokter edwin tertunduk sambil menyembunyikan senyumannya karena nita ternyata menghindarinya pagi ini.
"Kamu takut aku melakukan sesuatu lagi? " tanyanya pada nita.
Nita dengan polosnya menjawab dengan anggukkan, "nanti aku tidak bisa menahan diri, terlebih melihat dokter hanya memakai handuk pagi ini! "
"Pikiranku sudah mulai kacau dokter " dia bicara sambil memegangi kepalanya yang di penuhi oleh bayangan dokter edwin yang hanya memakai handuk.
Menanggapi pembicaraan nita itu semakin membuat dokter edwin geli mendengarnya, tawanya kali ini telah lepas.
"Aku masih pakai handuk saja kamu sudah kebingungan seperti itu " ucap dokter edwin dia berjalan perlahan untuk menghampiri nita yang sengaja menjauhinya.
"Jadi penasaran melihatmu kalau aku melepas handuknya! "
"Dokter! " teriak nita sambil menutupi kedua telinganya dan kedua mata indahnya itu membulat dengan rencana dokter edwin sekarang ini.
"Eh, salah! " celetuk nita melepaskaan kedua tangannya yang menutupi telinga.
Dia lalu mengoreksi kesalahannya itu dengan memindahkan kedua tangannya menutupi matanya.
"Dokter cepatlah berpakaian! " nita lalu berbalik dan membelakanginya.
"Iya, aku buka handuknya sekarang "
"Jangan dokter! " nita berteriak seraya menutup wajah dengan kedua tangannya.
Dan segera kabur dari dalam kamarnya.
Nita tidak bisa berpikir jernih sekarang, di dalam pikirannya terus saja terlintas sesosok lelaki dengan perut yang seperti jajaran roti sobek berdiri di hadapannya tanpa memakai apapun.
Dia sesekali menyadarkan dirinya dari pikiran anehnya sekarang dengan memukul kecil kepalanya sendiri.
"Mommie kenapa? " key yang sedari tadi berada di samping nita teraneh melihat nita yang bicara sendiri sedari tadi lalu melamun dan kali ini memukul kepalanya sendiri.
"Sedikit pusing " jawab nita mencoba memperlihatkan senyumannya.
"Wow... " key menyikut kecil nita yang terduduk di sampingnya, "mommie lihat, daddy pagi ini berbeda sekali "
"Berbeda bagaimana? " tanya nita, tetapi dia tidak berani untuk memandangi sosok dokter edwin yang menghampiri mereka.
"Wajah daddy terlihat bahagia " jawab key, "dia seperti sudah mendapat sesuatu yang paling membuatnya bahagia, sampai auranya terlihat berbeda "
Wajah nita memerah ketika mendengar ucapan key itu, dia tidak bisa mengatakan pada anak dibawah umur seperti key kalau dia dan ayahnya sudah melakukan tindakan yang hanya boleh dilakukan oleh pasangan yang telah menikah. Dan itu yang membuat wajah dokter edwin terlihat lebih segar dan bahagia pagi ini...