Bab 196 \"SAKIT\"
Bab 196 \"SAKIT\"
MAAF YA… TYPO MASIH BETEBARAN.
GUYS… MASIH ADA TIGA ORANG YANG BELUM HUBUNGIN AKU UNTUK MENGAMBIL HADIAN YANG UDAH AKU SIAPIN.
OH IYA GUYS.. AKU ADA CERITA BARU YNG JUDULNYA PERNIKAHAN SATU MALAM. YUKS RAMAIKAN RIVIEW, KOMENT DAN POWER STONENYA GUYS…
SEPERTI BIASA, KALAU BANYAK KASIH POWER STONE, AKU KAAN KASIH HADIAH UNTUK KALIAN.
MAAF YA GUYS.. AKU BEGINI LAGI.
HAPPY READING....
Sekitar pukul 11 malam Kenan membuka matanya karena mendengar suara gegetan yang menganggu tidurnya. Qia seperti sedang memakan tulang dan itu tidak sebentar. Kenan pun terbangun kemudian menatap Qia yang masih berada di dalam selimut. Kenan pun menyibak selimut yang membungkus tubuh Qia.
Qia sedang meringkuk dengan mata terpejam dan gigi-giginya masih saja seperti memakan tulang. Kenan mengusap matanya yang masih sangat mengantuk, ia menggoyangkan tubuh Qia agar bangun. "Kenapa kaka?" tanya Qia membuka matanya untuk menatap Kenan, tatapi itu tidak lama karena Qia kembali memejamkan matanya.
Kenan pun menatap Qia yang wajahnya terihat pucat itu. Tangannya tiba-tiba terulur untuk menyentuh wajah Qia. Kenan membulatkan matanya ketika tangannya terasa seperti terbakar. "Qi!" panggil Kenan dengan wajah panik dan juga khawatir pada Qia.
Qia tidak menjawab ia hanya semakin meringkuk kemudian satu tangannya berusah mengapai selimut untuk ia gunakan. "Kita kerumah sakit sekerang," ucap Kenan yang kemudian ia segera turun dari tempat tidur. Tidak lupa, Kenan pun menghidupkan lamp utama supaya dirinya tidak terjatuh.
Kenan berlari ke arah lemari untuk mengambil jaket untuk dirinya dan juga Qia. Ia segera berlari lagi ke tempat tidur dan menyibak selimutnya untuk memakaikan Qia jaket. Ketika ia sudah memakaikan Qia Jaket, Kenan akan mengangkat tubuh Qia tetapi Qia segera menahanya.
"Enggak perlu ke rumah sakit kak," ucap Qia kemudian ia membuka matanya.
"Ambilin Qia air hangat di dalam baskom dan beberapa potong kain. Habis itu tolong ambilin obat paracetamol di dalam kotak obat."
"Badan kamu panas banget Qi," ucap Kenan menatap Qia dengan tatapan khawatir.
"Ini udah biasa kak, tolong ambilin apa yang Qia minta ya," ucap Qia yang masih memejamkan matanya. Kepalanya terasa berputar ketika ia membuka matanya, itu sebabnya Qia hanya memejamkan matanya saja.
Kenan pun akhirnya menuruti apa yang Qia mau. Ia menarik selimutnya untuk menutupi tubuhn Qia agar tidak kedinginan. Kenan juga segera berlari ke sisi tempat tidur untuk mematikan ac nya. Kenan pun segera melangkahkan kakinya besar-besar untuk pergi mengambil apa yang Qia tadi minta. Kenan memasakkan air panas dan selagi menunggu airnya mendidih, Kenan pun mengambilkan kain untuk Qia. Kenan lupa jika di dalam kamarnya ada beberapa handuk kecil yang bisa ia gunakan.
Setelah airnya mendidih, Kenan menuangakan air panas itu ke dalam baskom kemudian mengisi baskom itu dengan air dingin juga karena yang Qia butuhkan adalah air hangat. Setelah menyelesaikan air hangat, Qia pun segera mengambil kotak p3k dan mebawa baskom berisi air hangat serta kotak p3k ke dalam kamar. Kenan duduk di samping Qia dan membawa apa yang ia bawa tadi di letakkan di atas meja nakas. Kenan mengambil kotak p3k dan mencari obat yang di maksud oleh Qia.
Setelah dapat, ia pun segera memberikannya pada Qia. "Ini Qi, obatnya," ucapa Kenan membuat Qia membuka matanya.
Qia pun bangun dari tidurannya seraya menahan rasa sakit di kepalanya. Ia menerima obat yang Kenan berikan padanya setelah ia meminum obat itu, Qia kembali merebahkan tubuhnya. "Kompres kening, ketiak dan lepitan antara paha dengan betiks pakai kain yang di celupkan ke air hangat yang kakak bawa tadi," ucap Qia tanpa membuka matanya.
Kenan pun segera mengambil kain kemudian ia mencelupkan kain itu kebaskom. Ia peras air itu kemudian ia letakkan ke kening Qia. Ia kembali mengambil kain dan kali ini kain itu di letakkan di ketiak Qia. Qia lah yang mengambil kain itu dan meletakkannya di ketikanya sendiri. Panas tubuh Qia yang membuat kain yang berada di kening Qia cepat kering.
Kenan pun segera mengganti kain yang ada di kening Qia. Ia mencelupkan lagi kain tersebut ke dalam baskom yang berisi air hangat. Kenan dengan telaten selalu mengganti kain yang berada di kening dan juga lepitan antara paha dan betis Qia. Kenan pun sampai ketiduran dengan posisi dirinya yang tertidur di atas tubuh Qia. Tidak semua tubuhnya berada di tubuh Qia, hanya kepala, tangan dan dada saja yang sepenuhnya berada di atas tubuh Qia.
Qia membuka matanya, perlahan ia melihat kesekelilingnya. Kemudian ia sediki menunduk guna melihat ada apa di bagian perutnya. Ternyata ada Kenan yang masih tertidur di atas perutnya. Qia merasa Kenan kelelahan karena sudah mengurus dirinya. Qia pun hanya diam tidak bergerak lagi, karena takut pergerakkannya bisa membuat Kenan terbangun.
Qia pun hanya diam menatap langit-langit kamarnya tanpa banyak berkomentar. Panas di tubuhnya sudah turun, hanya saja kepalanya masih sangat berat sehingga merebahkan tubuhnya seperti ini lebih nyaman. Qia pun lama kelamaan mulai memejamkan matanya kembali karena ia masih mengantuk.
Qia kembali memejamkan matanya sedangkan Kenan mulai menunjukkan pergerakkan kalau dia akan bangun. Perlahan Kenan pun bangun dari tidurnya, ia menegakkan tubuhnya dan menguap lebar seraya mengangkat kedua tangannya ke atas. Qia yang baru saja memejamkan matanya pun mulai terusik, ia kemudian membuka matanya perlahan dan sepasang matanya kini menatap Kenan yang juga menatapnya. Tangan Kenan terulur untuk menyentung dahi Qia, memastikan apakah Qia sudah baik-baik saja atau belum.
"Udah enggak panas," ucap Kenan kemudian ia turun dari tempat tidur.
"Aku enggak kerja ya kak," ucap Qia ketika Kenan membereskan baskom bekas kompresan.
"Kenapa? Badan kamu udah enggak panas."
"Kepala aku berasa muter, tadi sempat bangun tapi kepala aku berasa muter."
"Kalau gitu kita kerumah sakit aja."
"Enggak perlu kak, palingan di rumah seharian juga sembuh. Nanti bisa minta tolong beliin bubur ayam enggak kak, di dekat sini aja ada penjual bubur ayam."
"Aku buatin aja bubur nanti kamu, enggal usah beli di luar."
"Tapi aku pingin bubur ayam," ucap Qia yang mendudukkan tubuhnya, tetapi hanya sebentar saja karena dia langsung merebahkan tubuhnya kembali. Kepalanya benar-benar terasa berat. "Apa aku kena DBD ya?" tanya QIa dalam hati.
"Ya udah, aku beliin," ucap Kenan yang tidak tega melihat Qia seperti ini.
"Makasih kak," jawab Qia seraya tersenyum.
"Hum," jawab Kenan yang hanya berdehem.
Kenan keluar dari kamar, Qia pun kembali melanjutkan tidurnya siapa tahu rasa berat di kepalanya menghilang. Saat ini ia merasa sakit kepala yang ia alami seprti sakit kepala ketika dirinya hampir terkena DBD karena trombositnya terus-menerus turun. Akhirnya di hari ke empat Qia waktu itu di rawat, trombositnya naik dan akhirnya di hari ke lima ia sudah di izinkan pulang karena trombositnya sudah normal. Itu sebabnya Qia berpikir jika dirinya terkena DBD karena gejala yang ia rasakan hampir sama ketika dirinya hampir dinyatakan terkena DBD.
TBC…
YO YO YO… GIMANA INI GUYS…
YUKS LAH KOMENT DAN POWER STONENYA BANYAKIN YA GUYS…