Menikah dengan Mantan

Bab 189 \"KEMARAHAN 2\"



Bab 189 \"KEMARAHAN 2\"

HAI HULA HULA.. UP GUYS…     

MAAF YA… TYPO MASIH BETEBARAN.     

GUYS… MASIH ADA TIGA ORANG YANG BELUM HUBUNGIN AKU UNTUK MENGAMBIL HADIAN YANG UDAH AKU SIAPIN.     

OH IYA GUYS.. AKU ADA CERITA BARU YNG JUDULNYA PERNIKAHAN SATU MALAM. YUKS RAMAIKAN RIVIEW, KOMENT DAN POWER STONENYA GUYS…     

SEPERTI BIASA, KALAU BANYAK KASIH POWER STONE, AKU KAAN KASIH HADIAH UNTUK KALIAN.     

HAPPY READING…     

Raka mendongakkan kepalanya untuk menatap Kenan. Ia mengernyitkan dahinya menatap Kenan yang terlihat begitu marah. Padahal sebelum mandi tadi Kenan sama sekali sudah tidak marah lagi. Namun, ada apa sekarang dengan Kenan yang kembali marah. "Ada apa?" tanya Raka karena Kenan hanya diam tidak berkata apa-apa seteleah beberapa menit berlalu.     

"Apa kamu benar-benar jatuh cinta dengan Chika?" tanya Kenan yang matanya manatap lurus ke arah Raka.     

"Kamu ngomong apa sih?" tanya Raka tidak suka dengan pertanyaan Kenan. "Kamu tahu kan, Ken. Mau aku dekat sama wanita mana pun semua tidak ada yang aku cintai. Aku hanya ingin berpacaran tetapi tidak sampai mencintai wanita itu!" lanjut Raka dengan nada suara tegasnya dan tatapan mata tajamnya.     

Kenan memutar bola matanya malas seraya mendecakkan lidahya kesal dengan apa yang Raka ucapnkan. Jika memang ia tidak mencintai seorang wanita, kenapa bisa ia menyebutkan nama Chika. "Jika kamu tidak mencintai Chika kenapa kamu sebut nama Chika?" tanya Kenan dengan wajah jengah mentapa Raka.     

"Aku sebut nama Chika? Kamu ngaco, mana mungkin itu terjadi!" tegas Raka sedikit meninggikan suaranya membantah tuduhan Kenan. Walau sebenarnya dalam hati entah kenapa dirinya mungkin saja menyebut nama Chika, karena ia akui Chika sudah mengisi hari-harinya ketika Kenan tidak ada di sampingnya. Jadi, hal wajar jika Chika sering tersebut oleh Raka . Bukan ia sengaja menyebut nama Chika, tetapi karena ia terbiasa dengan Chika selama ini.     

Raka pun bangkit dari duduknya, ia malas menambah urusan dengan Kenan di pagi hari seperti ini. Ia pun melangkahkan kakinya untuk pergi dari hadapan Kenan. "Berhenti punya sifat posesif!" peringat Raka.     

Kenan mengepalkan tanganya erat tetapi ia tidak berkata apa-apa pada ucapan Raka. Ia hanya diam seraya menatap ke arah Raka yang terus berjalan. Sementara itu di Jakarta, Qia masih tertidur dengan nyenyak. Panggilan telephone Kenan sama sekali tidak mengusiknya. Setidaknya ia sudah mendengar suara Kenan saja sudah cukup membuatnya tenang. Berbeda dengan Qia, Chika masih bolak-balik terbangun karena belum mendapatkan kabar dari Raka. Ia benar-benar tidak bisa tidur dengan nyenyak karena terus memikirkan Raka.     

"Lihat saja kalau kamu pulang, aku enggak akan mau melayani kamu!" kesal Chika seraya membanting handphonenya ke atas tempat tidur. Ia kembali menutup matanya walau pikirannya sama sekali tidak tenang.     

***     

Qia membuka matanya dan ia meregangkan tubuhnya karena rasanya begitu pegal. Matanya masih terpejam kemudian ia menarik selimutnya untuk kembali menutupi seluruh tubuhnya sampai ia menyibak selimutnya karena ia tadi meraih handphonenya dan ketika melihat sekarang sudah pukul berapa di handphonenyaia begitu terkejut.     

Sudah pukul 7 kuran lima menit, tentu saja Qia terkejut. Ia pun segera bangun, kemudian melipat selimutnya dan menyimpannya di meja di mana memang tepatnya. Meja sofa milik Kenan sama dengan milik Raka yang memiliki fungsi untuk menyimpan barnag-barang. Qia merapihkan bantal sofa yang ia pakai untuk tidur, kemudian ia mengambil gelas bekas minumannya semalam dan ia membawanya kedapur.     

Sambil ke dapur, Qia mengambil nasi goreng yang tado malam hanya sedikit ia makan. Qia meletakkan gelas itu ke tempat cucian piring, kemudian ia membuka nasi goreng sisa semalam. Rasanya masih enak dan layak untuk di makan. Ia pun mengambil wajan kemudian mengidupkan kompornya. Ia memasukkan sekitar dua sendok minya kemudian ia memasukkan satu butir telur ke dalam wajan yang minyaknya sudah panas.     

Ia memasak telur mata sapi untuk lauknya. Setelah telurnya matang, Qia memasukkan semua nasi goreng yang semalam hanya sediki ia makan ke dalam wajan. Ia menghangatkan nasi gorengnya. Ia mengaduk-aduk nasi gorengnya di dalam wajan, kemudian ia diamkan sampai nasi gorengnya panasnya merata.     

Selagi ia menunggu panasnya merata, Qia mencuci gelas yang tadi malam ia pakai. Selesai mencuci, ia pun kembali mengaduk nasi gorengnya setelah itu mematikan kompornya. Ia mengambil kotak bekal dan meletakkna nasi goreng itu ke dalam kota bekal. Begitupun denga telur yang tadi ia goreng. Setelah itu, Qia mengambil timun di dalam kulkas dan mebersihkan kulitnya tetapi tidak terlalu bersih. Kemudian ia memotong panjang di belah empat kemudian tiap sepotongnya di potong lagi menajadi tiga supaya cukup masuk ke dalam wadah bekalnya.     

Wajan yang tadi ia pakai pun langsung ia cuci dan meletakkannya ke tempatnya kembali. Setelah selesai semua, Qia pun segera berlari kea rah kamar untuk segera mandi dan juga bersiap. Hanya dalam waktu 15 menit, Qia sudah selesai mandi dan juga berpakaian. Qia menggunakan masker untuk menutupi wajahnya yang belum ia makeup. Ia hanya menggunakan skincare dan juga bedak.     

Qia berlari keluar kamar dan segera berlari ke arah dapur un bekalnya. Ia memasukkan bekal untuk sarapannya itu ke dalam tas tempat bekal. Setelah selesai, Qia dengan langkah terburu-burunya berlari menuju rak sepatu. Ia memakai sepatu hillsnya yang tingginya hanya lima sentimeter saja. Ia kemudian keluar appartement dengan langkah cepat. Tidak peduli dengan hills yang ia pakai, ia berlari begitu saja.     

Qia melihat jam di handphonenya ketika ia baru saja ke luar dari dalam lift. Qia kembali berlari untuk menuju halte. Sepertinya nasib baik sedang berada di pihaknya karena tidak lama dirinya sampai di halte bus, sebuah bus berhenti di halte tempatnya menunggu. Qia langsung masuk begitu bus berhenti.     

Qia memejamkan matanya ketika sadar di dalam bis ini cukup ramai sehingga dirinya pun harus berdiri. Tangan Qia berpegangan pada tiang yang ada di dalam bi situ. Matanya terus terpejam erat dengan satu tangan yang menggenggam erat tangannya ya lain. Ia mengigit bibir bawahnya kuat-kuat untuk menghalau rasa takutnya yang mulai beroutar bagaikan kaset rusak.     

Sekitar satu jam menempuh perjalan, akhirnya Qia sampai di halte dekat dengan kantor yang di kelola Raka. Ia turun dari bis dengan wajah yang berkeringat dan pucat. Qia duduk di bangku halte guna membuat rasa takutnya pun menghilang. Setelah di rasa ia sudah jauh lebih tenang, Qia berdiri dari duduknya kemudian ia pun menatap lurus kedepan seraya membusungkan dadanya seolah-olah ia mampu, ia bisa.     

"Aku bisa, aku enggak kenapa-napa!" ucapnya dengan nada penuh semangat. Ia mengepalkan satu tangannya kuat dan ia mengangkat tangannya itu memberikan semangta untuk dirinya sendiri seraya menghentakkan satu kakinya untuk memberi semangat juga pada dirinya sendiri. Qia pun dengan langkah mantap berjalan ke arah kantor.     

TBC…     

YO YO YO… GIMANA INI GUYS…     

YUKS LAH KOMENT DAN POWER STONENYA BANYAKIN YA GUYS…     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.