Menikah dengan Mantan

Bab 170 \"TENTANG CHIKA\"



Bab 170 \"TENTANG CHIKA\"

YUHUU.. HAI HULA HULA….     

MAAF YA… TYPO MASIH BETEBARAN. WEEHEHEHE…     

HAPPY READING….     

MAAF JUGA YA GUYS... AKU LAKUIN INI LAGI...     

Kenan sudah pergi dan kini Raka sedang mencari Qia yang sedang berkeliling di area kantor. "Qi!" panggil Raka pada Qia yang sedang duduk di ruang istirahat seraya menikmati segelas minuman.     

Qia menoleh seraya tersenyum menatap Raka yang berjalan meghampirinya. "Kamu udah jalan-jalan mengelilingi kantor?" tanya Raka ketika ia sudah berdiri di depan Qia.     

"Belum semuanya pak," jawab Qia seraya tersenyum.     

"Kalau sedang tidak ada orang seperti ini, kamu bisa panggil aku abang. Jangan Pak, aku hanaya beda lima tahun saja denganmu. Jadi, panggil aku aabng jika kita hanya berdau saja seperti ini. Jika di depan karyawan lainnya, baru kalau kamu mau panggil saya pak tidak apa-apa."     

"Apa enggak apa-apa, pak?"     

"Engak apa-apa, lagian –" Raka menghentikan ucapannya kemudian tangannya terulur kekepala Qia. Ia mengacak rambutnyan kemudian terkekeh.     

"Ya! Pak Raka!" kesal Qia kemudian ia merapihkan rambutnya dengan bibir yang manyun karena kesal.     

Raka terkekeh melihat raut wajah Qia yang seperti itu. Walau tadi ia sempat tidak menyukai Kenan menceritakan Qia mendetail seperti itu. Namun, ketika ia ingat tentang Qia yang tidak boleh sampai melamun ia pun segera mencari Qia. Ia lega ketika melihat Qia yang sedang duduk di runag santai. Qia tadi tersenyum ke arahnya, tetapi entah kenapa ia merasakan ada yang aneh dari senyumannya itu. Raka tidak tahu apa, yang pasti ia akan membuat Qia tidak akan melamun dan membuat Qia melakukan percobaan bunuh diri,     

Raka kemudian dengan gemas mencubit sebelah pipi Qia membuat Qia berseru kesal. Namun, entah kenapa hal itu membuat Raka tertawa. Ia seperti menikmati menjahili Qia seperti ini, hal yang tanpa terduga menjadi sebuah kebiasaan yang mengasyikan.     

Hari-hari pun berlalu, sudah hampir dua minggu ini semua seperti berjalan dengan baik. Hubungan Raka dan Chika kini lebih intens dan Raka sudah bertekad akan membawa Chika keluar dari rumah laknat itu. Ia tidak mau Chika mengalami kekerasan yang sama seperti ibunya dulu. Ia dulu tidak bisa apa-apa, tetapi kali ini ia sudah bisa membantu orang-orang yang mengalami kekerasan yang sama seperti yang di alami ibunya.     

Hanya saja untuk kasus Chika bukan sang suami yang melakukannya, melainkan ayah dan ibu tiri serta adik tirinya yang melakukan kekerasan pada Chika. Raka benar-benar tidak habis pikir bagaimana bisa ayah kandungnya sendiri menyiksa putrinya. Apa yang membuat seorang ayah kandung melakukan hal ini pada putrinya.     

Bahkan ketika Chika pullang kerumah, Chika di kurung di dalam rumahnya sendiri dengan alasan supaya monster di tubuh Chika tidak akan melaukan hal-hal gila. Raka benar-benar tidak habis pikir monster yang di sebutkan papa Chika adalah Scarlett. Padahal monster sesungguhnya itu adalan dirinya sendiri.     

Dialah monsternya karena ia malah menyakiti putrinya sendiri karena merasa apa yang di lakukan putrinya salah. Namun, adakah seorang ayah melakukan hal ini pada putrinya. Bukankah katanya ayah lebih perhatian pada putrinya, jadi seharusnya ayahnya itu melindungi putrinya. Jika putrinya salah, seharusnya ayahnya itu memberi teguran secara halus, bukan main tangan seperti yang terjadi ketika di bandara? Raka sendiri masih tidak menyangka ada seorang ayah seperti ayahnya Chika. Orang dari keluarga terpandang, tetapi bisa-bisanya berprilaku buruk seperti itu.     

Raka baru saja membuka pintu appartementnya. Ia di kejutkan dengan suara teriakan seseorang yang sepertinya sedang berada di dapur rumahnya. Dengan cepat ia segera meletakkan sepatunya ke rak sepatu kemudian ia berlari kea rah dapur seraya membawa tas kerjanya.     

"Chika, ada apa?" tanya Raka yang sudah berdiri di depan counter dapur mebuat Chika terkejut hingga menjatuhkan tutup panic yang sedang ia pegang.     

Kedua tangan Chika pun reflek menutupi telinganya ketika tutup panic itu terjatuh. Mata Raka kini menatap dapurnya yang berantakan. Beberapa hari terakhir ini Chika sedang aktif di dapur untuk memasak. Apa yang Chika katakana ketika ia berkata dia bisa belajar dengan Raka ternyata memang harusnya seperti itu.     

Terbukti dengan dapur yang selalu berantakan dan hasil masakan Chika yang rasanya entah seperti apa. Terkadang asin, manis hambar dan terkadang gosong juga. Raka bisa memaklumi, tetapi ia ingat ketika dirinya belajar memasak tidak sampai seprti itu. Hanya rasa yang berantakan saja tidak asin ataupun manis. Rasanya pas tetapi masih kurang sedap saja.     

Untuk masalah dapur berantakan, sudah pasti itu. Tetapi kalau masakannya sampai berantakan juga hum, entahlah. Setiap orang mungkin berbeda-beda ketika baru belajar memasak. Chika mungkin terbiasa dengan pembantu, jadinya rasa masakannya juga ikut berantakan.     

Raka pun menggulung kemeja panjangnya kemudia berjalan menghampiri Chika. Hari ini, sepertinya ia harus turun tangan supaya ia tidak makan masakan yang membuatnya ingin memuntahkan isi perutnya. Raka langsung mematikan kompornya membat Chika kini menatapnya.     

Kenapa di matiin kompornya, itu masakannya belum matang!" protes Chika tidak terima denga tinndakan Raka.     

"Lebih baik kamu bersih-bersih badan. Biar aku saja yang melanjutkan masak makanan yang ingin kamu buat" ucap Raka.     

Chika terdiam seraya menatap Raka. "Kamu enggak suka masakan aku ya?" tanya Chika dengan wajah sedihnya kemudian ia pun menundukkan kepalanya.     

Raka menyugar rambutnya kebelakang guna meredahkan rasa kesalnya melihat Chika yang malah bersedih seperti ini. Ia tidak bermaksud membuat Chika malah bersedih. Tetapi apa mau di kata, ia juga sedang ingin memakan makanan yang mampu mengembalikan energinya kembali.     

Raka pun kemudian memegang ke dua pundak Chika. "Aku bukan enggak suka masakan kamu. Tapi kamu harus kebih semanagat untuk belajar. Aku yakin, masakan kamu nantinya adalah masakan yang engak akan bisa aku lupain karena enaknya pas," ucap Raka dengan suara begitu lembut mencoba membuat Chika luluh dan Chika tidak akan sedih jadinya.     

"Bilang aja kalau enggak suka!" ketus Chika kemudian membalikkan tubuhnya.     

Ia melangkah pergi kea rah kamar membuat Raka tersenyum. Chika marah, tetapi masih berjalan kea rah kamar, jadi tidak ada masalah. Raka kemudian melihat sayuran apa yang sedang di masak oleh Chika. Ada ayam yang sudah di bumbu pedas, entah apa yang mau di buat Chika.     

Raka kemudian menghidupkan kompornya kemudian ia melihat ke meja dapur yang begitu berantakan. Ia melihat ada sayuran yang sudah di potong-potong. Dari Sayurannya sepertinya Chika ingin membuat sop, dengan cekatan Raka pun meracik bumbunya.     

Suara mendidih dari masakan ayam tadi membuat Raka kembali ke kompor kemudian mencicipi rasanya. Rasa segera mengambil air menieral karena rasanya seperti terbakar merasakan masakan Chika. Raka pun kemudian menambahkan gula untuk meredahkan rasa pedasnya.     

Setelah itu ia menambahkan garam dan penyedap rasa supaya rasanya lebih enak. Ia kembali mencicipi rasanya dan rasa pedas memang masih, tetapi sudah di tambahkan rasa akhirnya bisa menikmati dengan nikmat masakannya.     

Ia menambahkan gula dan garam lagi karena rasanya masih sedikit kurang. Selesai dengan ayam pedasnya, ia pun memasak sopnya. Selesai ia memasaknya Chika pun menghampirianya. "Udah selesai masaknya?" tanya Chika sambil melihat masakan yang ada di counter dapur.     

TBC…     

YO YO YO… GIMANA GUYS… GIMANA NIH?     

ADAKAH DISINI YANG SAMA SEPERTI CHIKA KALAU MASAK? WEHEHEHE…     

YUKSLAH BANYAKIN KOMENT DAN POWER STONENYA YA GUYS… BTW… YANG MENANG BELUM PADA HUBUNGI AKU LOH…     

HUBUNGI AKU VIA DM YA GUYS.. ATAU KALAU ENGGAK KALIAN BISA DM DI SINI. HEHEHEHE     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.